Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Globalisasi dan Kontestasi Strategis Masyarakat Lokal: Pengalaman Tengger

27 Mei 2023   08:47 Diperbarui: 29 Mei 2023   00:08 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Tengger menerima dan mengadaptasi budaya global, tetapi sembari terus mengkontestasinya secara strategis dengan model hibriditas budaya. Praktik budaya modern seperti pertanian dan pariwisata tidak ditolak, tetapi dibawa masuk dan dimainkan untuk kepentingan individual dan komunal mereka, seperti keberlanjutan budaya dan religi leluhur. 

Posisi ideologis ini memiliki keunggulan tersendiri terutama dalam hal penyebarluasan budaya lokal di segala usia, meskipun orang lain akan menganggap pelaku aktifnya sebagai orang tradisional. Warga Tengger bisa menjalankan budaya leluhur secara fleksibel dengan memaknai secara kreatif budaya global sehingga mereka tidak sepenuhnya larut. 

Itulah yang disebut kontestasi strategis di mana masyarakat lokal melakukan dekonstruksi terhadap kemutlakan pengaruh global dan ekonomi kapitalisme dengan tetap menghadirkan dan memperjuangkan nilai dan praktik budaya lokal di ruang transformatif yang diwarnai elemen-elemen modernitas.

Namun, posisi ideologis komunitas Tengger hanya dapat terbentuk terus-menerus dalam jangka panjang jika mereka selalu berbagi formasi, praktik, dan representasi diskursif kolektif dari produk budaya dan ritual mereka sebagai cara strategis untuk menyebarkannya sebagai ideologi konsensual. 

Posisi budaya lokal sebagai ideologi konsensual akan membuat anggota komunitas percaya dan mempraktikkan kapasitas dan kapabilitas budayanya sebagai kekuatan identitas dalam masyarakat transformatif. 

Jika masyarakat lokal tidak dapat mempercayai budaya lokalnya sebagai bagian penting dan melekat dalam kehidupannya, maka budaya lokal hanya akan menjadi pertunjukan formal dan ritual belaka tanpa fungsi strategis dalam melawan hegemoni budaya global. 

Maka, budaya lokal hanya menunggu waktu kepunahannya dan masyarakat lokal akan menjadi subjek diskursif yang mengikuti budaya dan pengetahuan global secara normal sebagai rezim kebenaran dalam kehidupan sehari-harinya, jika mereka tidak mampu mengkontestasinya dalam siasat-siasat strategis.

Rujukan

Althusser, Louis.1971. Lenin and Philosophy. New York: Monthly Review Press.

Appadurai, Arjun. 2001. “Disjuncture and Difference in the Global Cultural Economy”. Dalam Steven Siedman & Jeffrey C. Alexander (Ed). The New Social Theory Reader: Contemporary Debates. London: Routledge.

Banerjee, Indrajit. 2002. “The Local Strikes Back?: Media Globalization and Localization in the New Asian Television Landscape.” Gazette: The International Journal for Communication Studies, Vol. 64(6). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun