Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resistensi Naratif terhadap Kuasa Budaya dan Negara: Tatapan Pascakolonial

14 Mei 2023   00:08 Diperbarui: 14 Mei 2023   00:05 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.panditfootball.com

Namun, apa yang harus dicatat adalah bahwa apropriasi terhadap pemikiran modern tidak dimaksudkan sebagai pembebasan sepenuhnya hasrat individual, termasuk meninggalkan tradisi. 

Wacana modernitas dipakai untuk memberdayakan manusia pascakolonial yang di-liyan-kan dan yang dijadikan tidak berani bersuara oleh tradisi yang pada masa lampau juga digunakan kolonial untuk menjalankan kekuasaan penjajah. Maka, tampak siasat dalam subjetktivitas cair tersebut merupakan bentuk subversi terhadap pemaksaan tafsir tradisi yang digerakkan kepentingan kuasa elit lokal.

‘Mencairnya’ Kuasa Negara dalam Hasrat Neoliberal

Sistem ekonomi-politik yang diterapkan dalam negara pascakolonial juga harus diperhatikan ketika membicarakan posisi subjek naratif dalam karya sastra karena ia akan menjadi kondisi sosio-historis yang melatari proses kreatif seorang pengarang. 

Tesis utama yang diusung dalam ekonomi-politik adalah bahwa basis ekonomi dan produksi akan menentukan superstructure-ideologi, agama, relasi sosial, politik maupun budaya (Marx, 1991, 1992; Lebowitz, 2002; Wood, 2002).

Kelas pemodal dengan kemampuan modal dan alat produksinya menggerakkan mekanisme dan modal produksi yang melibatkan kreator dan buruh dalam organisasi dan praktik kerja untuk menciptakan benda-benda industrial yang mempunyai nilai tukar dan nilai guna serta bisa memenuhi kebutuhan konsumen melalui proses sirkulasi, distribusi, dan konsumsi yang menyebabkan perubahan orientasi ideologi masyarakat sehingga mengakibatkan perubahan pada struktur dan praktik sosio-kultural. 

Saat ini, neoliberalisme atau ekonomi politik berbasis hukum pasar merupakan sistem yang diterapkan di negara-negara maju. Wacana ideologis yang dikembangkan neoliberalisme adalah: (a)  pentingnya mekanisme dan hukum pasar yang menjamin kebebasan individual; (b) komitmen pada aturan negara hukum, Rechtsstaat; (c) berkurangnya campur tangan negara; dan, (d) pengakuan terhadap kepemilikan pribadi (Turner, 2008; Saad-Filho dan Jonhston [ed.], 2005; Harvey, 2007; England dan Ward [ed.], 2007). 

Negara-negara pascakolonial, karena massifnya kekuatan internasional yang mempengaruhi sistem ekonomi-politik mereka serta keterikatan mereka dengan negara-negara maju pada akhirnya ikut menerapkan neoliberalisme (Plehwe & Walpen, 2006: 27—45 Carroll & Carson, 2006: 52—68; Weller & Singleton, 2006: 71—85; Bhabha & Camaroff, 2002: 16; Kappor; 2008: 4—6; Hindess, 2004). 

Meskipun demikian, dikarenakan perbedaan kepentingan nasional, konteks politik, dan sosial-budaya, modifikasi partikular tentu akan dilakukan dalam penerapan neoliberalisme di negara pascakilonial. Selain itu, kesiapan masyarakat pascakolonial, seperti Indonesia, dan kepentingan kuasa negara juga berbeda sehingga membutuhkan strategi dan modifikasi kontekstual untuk penerapan neoliberalisme.

Dari keempat prinsip neoliberal tersebut, individualisme sebagaimana yang diyakini oleh filsafat pencerahan dan gerakan modernisme sebagai basis lahirnya liberalisme, pemikiran yang dimodifikasi dalam neoliberalisme, merupakan penegtahuan kunci dalam formasi diskursif yang menyebar ke dalam praktik ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. 

Agar individu bisa mendapatkan keuntungan yang bersifat personal, ia harus mengembangkan diri sebagia subjek yang “penuh-kemampuan” melalui pendidikan untuk menjalankan sesuatu berdasarkan kompetisi (Stopford, 2009: 115-116). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun