Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resistensi Naratif terhadap Kuasa Budaya dan Negara: Tatapan Pascakolonial

14 Mei 2023   00:08 Diperbarui: 14 Mei 2023   00:05 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Perempuan Berkalung Sorban. Sumber: Wikipedia

Memang idealnya adalah jika umat jumlahnya banyak dan kualitasnya juga membanggakan. Tetapi kita sering dihadapkan pada kenyataan yang bermacam-macam dan kita harus tanggap dengan perubahna (El Khalieqy, 2009: 258).

Dalil agama, seperti hadist, bagi Annisa bukanlah pengetahuan yang harus diposisikan sebagai kebenaran harus ditafsir-ulang dengan “akal sehat wal afiat” di tengah-tengah semangat perubahan zaman. 

Pilhan diskursif ini tentu berbeda dengan konteks masyarakat, utamanya yang beragama islam, yang sebagian besar masih memposisikan dalil sebagai kebenaran mutlak sehingga masih terjebak ke dalam taklid. Bagi Annisa, kondisi itu hanya akan menghasilkan keterbelakangan umat islam meskipun jumlahnya banyak. 

Bahkan menurut Annisa, nabi “lebih bangga” dengan kualitas umatnya yang menggunakan akal sehat. Tafsir tersebut, selain berdasarkan argumen bahwa Islam adalah agama yang mencerahkan umat, juga dipengaruhi oleh tradisi rasionalitas yang ia dapatkan dari bangku kuliah.

Poster film Perempuan Berkalung Sorban. Sumber: Wikipedia
Poster film Perempuan Berkalung Sorban. Sumber: Wikipedia

Transformasi menjadi pilihan bagi subjek poskolonial seperti Annisa yang ingin menggunakan rasionalitas bukan semata-mata untuk kepentingan individualnya, tetapi untuk mengubah pemahaman masyarakat dari kekolotan religi, tanpa berprentasi untuk memisahkan mereka dari agama itu sendiri.

Cara baca dari ruang liminal dalam kajian pascakolonial, dengan demikian, selain bisa menghadirkan kekayaan dan ‘keasyikan’ analisis dalam melihat keberantaraan dan hibriditas kultural, juga, sekali lagi, bisa memunculkan celah teoretis. 

Dalam konteks negara dan masyarakat pascakolonial yang masih terkukung oleh bermacam tradisi, kehadiran subjek-subjek poskolonial harus dilihat dalam tegangan diskurif antara “keinginan untuk merasakan kebebasan dan kemerdekaan individual” dengan “keinginan untuk mentransformasi yang tradisional ke dalam yang modern atau yang lokal ke dalam yang global.” 

Kedua formula naratif itu perlu dibaca secara ulang-alik. Artinya, kekayaan tekstual dalam narasi terkait hibriditas kultural harus dihubungkan dengan kondisi sosiohistoris yang berlangsung dalam masyarakat pascakolonial, seperti sistem sosial-budaya dan sistem ekonomi-politik yang memengaruhi proses produksi pengetahuan dalam masyarakat.

Dalam masyarakat yang masih mengedepankan tradisi patriarki, seperti dalam kasus yang dialami Annisa, pilihan untuk bertindak dalam kerangka modernitas yang dilakukan oleh tokoh-tokoh naratif, baik melawan maupun mentransformasi yang tradisional, adalah bentuk perjuangan untuk memberikan penguatan kepada kelompok sosial yang mengalami penindasan. 

Tidak bisa dipungkiri keterhubungan pengarang dengan wacana-wacana emansipatoris, seperti feminisme, akan memengaruhi kehadiran gugatan terhadap kemapanan tradisi yang sudah dianggap sebagai rezim kebenaran. 

Memang, dalam kondisi demikian bisa saja muncul permasalahan terkait hegemoni pemikiran modern terhadap tokoh-tokoh naratif dan wacana-wacana yang dihadirkan dalam narasi serta pe-liyan-an budaya tradisi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun