Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Modern di Desa Era 80-an: Sebuah Ingatan

13 Mei 2023   00:01 Diperbarui: 13 Mei 2023   00:05 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat-Kembali

Mengingat-kembali bagaimana pada tahuan 1984 sampai dengan 1987 warga di desa saya berjubel menonton TVRI di setiap malam minggu merupakan cara sederhana untuk membaca-ulang bagaimana masyarakat desa belajar menyaksikan dan memaknai kehidupan modern. 

Saya sendiri, pada masa itu, meskipun sudah duduk di bangku sekolah dasar, masih belum paham arti kata modern. Yang saya tahu waktu itu dari TVRI adalah  bahwa di kota orang-orang mengendarai sepeda motor dan mobil, banyak gedung bertingkat, jalannya beraspal, dan para pemain film dan penyanyi memakai pakaian yang bagus.

Selain itu, anak-anak sekolah mengenakan seragam dan sepatu bagus, dan makanan di atas meja terlihat sangat enak. Indahnya kehidupan kota tentu sangat berbeda dengan keterbatasan hidup yang saya dan kawan-kawan sebaya di desa.

Masing-masing orang memang memiliki pengalaman terkait bagaimana memaknai, memimpikan, dan merasakan kehidupan modern di ruang desa pada era 80-an. 

Menjadi modern dalam makna paling sederhana adalah ketika pada masa kecil ibu membelikan saya baju baru di pasar "pahing" kecamatan menjelang lebaran dan dalam banyak kesempatab berkata,"Kamu harus sekolah biar jadi anak pintar." 

Belajar menjadi modern adalah ketika saya duduk di bangku SD dan para guru mengajarkan baca, tulis, serta berhitung sembari memberikan wejangan tentang pentingnya pendidikan. 

Berusaha menjadi modern adalah ketika saya dan kawan- kawan menonton cantik dan tampannya para pemain film di televisi; ketika saya berkhayal suatu saat bisa berkunjung ke kota; ketika kami mengerumuni mainan yang dibawa cucu seorang tetangga dari kota; dan ketika kami mulai mengenal istilah pacar dan pacaran dari Film Cerita Akhir Pekan di TVRI.

Warga berjubel nonton TVRI. Sumber: https://voxntt.com
Warga berjubel nonton TVRI. Sumber: https://voxntt.com

Tulisan ini merupakan usaha untuk membaca-kembali peristiwa-peristiwa yang saya alami di masa kecil terkait pengalaman pribadi dan kolektif masyarakat dalam memaknai dan menikmati modernitas  yang berlangsung di ruang desa, tepatnya di Dusun Sambiroto, Desa Karangsambigalih, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. 

Setting 80-an saya pilih karena  pada masa itulah, masyarakat desa, di satu sisi, mulai masuk ke dalam pertanian kapitalis sebagai konsekuensi dari percepatan pembangunan, dan, di sisi lain, mulai merasakan sebagian aspek modernitas. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun