Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Politik Budaya Hibrid: Beberapa Pembacaan

5 April 2023   05:46 Diperbarui: 9 April 2023   06:37 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara metaforis bisa dikatakan mereka memiliki "banyak rumah," sehingga tidak ada satu "rumah spesial." Mereka adalah produk dari kesadaran diasporik. Mereka harus masuk ke terma-terma dengan fakta bahwa dalam jagat modern di wilayah metropolitan identitas selalu menjadi permainan terbuka, kompleks, dan tidak pernah selesai; selalu berada dalam konstruksi.

Senada dengan paparan Hall, Rinderle (2005: 296) menjelaskan diaspora sebagai kelompok yang bisa diidentifikasi bertempat tinggal di sebuah wilayah geografis lain yang mengalami bukan hanya kepindahan secara fisik, tetapi juga hibriditas kultural. Di satu sisi mereka merindukan tanah kelahiran, tetapi juga terasing dari masyarakat induk tempat mereka tinggal. 

Sumber: Facebook Hybrid Arts
Sumber: Facebook Hybrid Arts

Diaspora menghadirkan relasi yang kompleks antara tanah kelahiran dan negara induk serta identitas kolektif yang secara luas didefinisikan oleh relasi antara budaya di tanah kelahiran dan budaya di negara induk.

Dari pemikiran-pemikiran tersebut diaspora bisa dibaca kelompok masyarakat tertentu yang berusaha untuk melakukan pembacaan dan interprertasi terhadap kondisi-kondisi kultural baru yang mereka lihat, alami, dan rasakan di negara atau wilayah baru. 

Perasaan terasing dari praktik kultural yang terjadi di negara baru dan memori kolektif akan praktik kultural di tanah kelahiran tersebut menjadikan mereka selalu merindukan budaya asal di tanah air. Namun, mereka juga tidak mungkin lepas dari jejaring budaya baru yang mereka hadapi. 

Artinya, warga diasporik perlu menegosiasikan budaya asal sembari berusaha mengartikulasikan budaya baru sehingga mereka melakukan hibridisasi kultural. 

Praktik tersebut mengimplikasikan ambiguitas yang mengkontestasi ide tentang stabilitas identitas budaya dan konsep negara bangsa yang saling terpisah. Ambiguitas, transformasi, dan kekaburan batas merupakan bagian integral dari pengalaman diasporik (Rinderle, 2005: 297).

Hibridisasi kultural bagi komunitas diasporik menjadi keniscayaan yang harus terus dinegosiasikan dan dijalani, meskipun dalam kasus-kasus tertentu seringkali menimbulkan konflik antara generasi pertama diasporik dengan generasi berikutnya. 

Sumber: Facebook Hybrid Arts
Sumber: Facebook Hybrid Arts

Budaya hibrid bisa dilihat, misalnya, dari produk-produk dan praktik kultural yang dihasilkan seperti film, karya sastra, dan percampuran bahasa asal dan induk yang menciptakan kreolisasi, tradisi pernikahan, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun