Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Politik Budaya Hibrid: Beberapa Pembacaan

5 April 2023   05:46 Diperbarui: 9 April 2023   06:37 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Facebook Hybrid Arts
Sumber: Facebook Hybrid Arts

Ambivalensi hibriditas tersebut menunjukkan ketidakmampuan masyarakat pascakolonial untuk keluar dari jejaring diskursif pengaruh asing apalagi di era globalisasi saat ini. Kondisi itu tampak sekali misalnya pada tatanan budaya kota-kota pascakolonial. 

Yeoh (2001: 8), merefleksikan pendapat Dick dan Hammer, memaparkan bahwa dalam konteks Asia Tenggara terjadi peningkatan polarisasi sosial dengan adanya ekspansi kelas menengah. 

Juga terjadi ketergantungan tinggi terhadap pakar-pakar asing dalam hal desain dan perencanaan tata kota. Kota pascakolonial sebagai tipe yang berbeda merupakan 'pengalaman yang tidak biasa' dan akan segera hilang oleh kecenderungan kota yang mengglobal.

Perkembangan terkini mall, plaza, apartemen mewah, resort, lapangan golf, dan lain-lain hanya meniru secara mentah-mentah dari model Barat dan sekedar memindahkannya ke ruang geografis pascakolonial. 

Masyarakat yang sudah bisa memasuki atau mendiami ruang-ruang baru tersebut akan mendapatkan pengalaman-pengalaman kultural yang semakin mendekatkan mereka kepada kecenderungan menjadi Barat. 

Akibatnya, masyarakat semakin biasa meniru, tanpa bisa memberikan penekanan dan evaluasi kritis dari apa-apa yang mereka tiru. Dalam kondisi tersebut hegemoni kultural terhadap masyarakat pascakolonial yang sudah masuk jejaring globalisasi dan budaya global semakin kentara dan terasa dalam aspek, konsep, impian, bentuk, dan praktik kultural.  

Hibriditas Budaya dan Penguatan Lokalitas

Para pemikir yang memandang ‘agak positif’ terhadap globalisasi seringkali berargumen bahwa kuatnya pengaruh globalisasi telah menghasilkan proses, praktik, dan teks kultural baru yang ditandai dengan kemunculan neolokalisme atau lokalisasi. 

Pandangan ini membayangkan adanya kebangkitan budaya lokal melalui pembaruan bernuansa hibrid sebagai respons kreatif terhadap maraknya budaya global di tengah-tengah masyarakat lokal. 

Sumber: Facebook Hybrid Arts
Sumber: Facebook Hybrid Arts

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun