Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Politik Budaya Hibrid: Beberapa Pembacaan

5 April 2023   05:46 Diperbarui: 9 April 2023   06:37 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hibridisasi kultural yang dialami etnis tertentu, pada dasarnya, juga melibatkan proses, hegemoni elemen-elemen budaya dominan, resistensi terhadap budaya asal, ataupun strategis politis terus menegosiasikan budaya mereka dalam ruang transformatif masyarakat. 

Realitas tersebut menjadikan kehidupan sosio-kultural dalam ruang lokal semakin beragam dan tidak bisa lagi semata-mata ‘dibedah’ dari sudut pandang identitas budaya asal.

Simpulan: Menentukan Sikap Kultural 

Kompleksitas ‘campuraduk’ kultural yang menjadi warna kontemporer budaya masyarakat lokal memang harus dipahami sebagai proses dan praktik diskursif yang harus dikaji secara terus-menerus secara mendalam. Dengan kajian-kajian itulah, akademisi maupun peneliti tidak akan lagi terjebak pada generalisasi yang terlalu memudahkan persoalan. 

Komunitas A, misalnya, tidak bisa lagi dikatakan sepenuhnya berbudaya A, tanpa melalui proses penjelasan deskriptif-kritis dari apa-apa yang mereka representasikan dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan-jangan komunitas A mempraktikkan budaya A hanya dalam rangka ritual-ritual tertentu. 

Sumber: Facebook Hybrid Arts
Sumber: Facebook Hybrid Arts

Sementara, dalam kehidupan sehari-hari, mereka sudah melakukan praktik kultural hibrid yang lebih banyak aroma budaya-budaya lain, sedangkan budaya mereka sendiri hanya sekedar tempelan pemanis. Atau, jangan-jangan komunitas A berapi-api mengatakan atau menunjukkan berbudaya A ketika terdapat kepentingan-kepentingan politis yang hendak diperjuangkan secara kolektif.

Yang tidak kalah penting untuk mendapatkan kritisi adalah perspektif masyarakat lokal terhadap proses hibridisasi kultural. Pertama, dengan menjadi sang hibrid, apakah mereka mampu melakukan strategi kedirian untuk terus menciptakan kreativitas-kreativitas kultural berbasis budaya lokal sehingga eksistensi budaya lokal akan terus bertransformasi. 

Kedua, ketika hibridisasi kultural tidak diimbangi dengan keyakinan ideologis dari masyarakat lokal, maka yang terjadi hanyalah hegemoni kultural oleh budaya global bernuansa Barat serta menunjukkan ketidakmampuan masyarakat lokal untuk meneruskan budaya nenek-moyangnya. 

Ketiga, ketika hibridisasi kultural mampu menjadi kesadaran ideologis untuk selalu menemukan produk-produk kreatif, maka budaya lokal pada dasarnya bisa terterima dan bertransformasi sebagai kekuatan bagi masyarakat untuk tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan kultural asing. 

Keempat, budaya hibrid bisa saja menjadi kekuatan alternatif untuk melawan konservatisme budaya lokal yang menguntungkan segelintis elit yang memperoleh keuntungan dari esensialisme kultural yang disosialisasikan secara terus-menerus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun