Dalam keadaan seperti itu, kebebasan benar-benar terganggu. Ideologi neoliberal menerjemahkan setiap gagasan tentang keterhubungan dan ketergantungan individu dalam masyarakat sebagai sebagai patologi. Sistem ekonomi pasar telah menghasilkan ideologi yang melegitimasi berkurang atau hilangnya penelitian kritis, tanggung jawab moral, dan keadilan sosial dan ekonomi.Â
Akibatnya, ideologi neoliberal semakin menyerupai ajakan perang yang membelokkan prinsip-prinsip demokrasi melawan demokrasi itu sendiri. Warga AS, misalnya, hidup dalam masyarakat yang hancur di mana ikatan antarmanusia menjadi rusak, demokrasi begitu terancam, dan semua hal yang bekaitan dengan publik dipandang dengan jijik.
Pemerintahan dalam Kendali Neoliberal
Dalam tata kelola pemerintah, neoliberalisme memungkinkan mereka yang memiliki uang berlimpah untuk terlibat dan menentukan urusan pemerintahan. Pemilu dan posisi politik tertentu, seperti wakil rakyat, kini diperjualbelikan kepada penawar tertinggi.Â
Di Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat AS, misalnya, 47 % anggotanya adalah jutawan. Para wakil rakyat kurang memperhatikan permasalahan para pemilih mereka. Sebaliknya, mereka mengutamakan tuntutan pelobi yang memiliki pengaruh besar dalam mempromosikan kepentingan elit, sektor jasa keuangan, dan perusahaan besar, termasuk membeli kebijakan dan meminta keringanan pajak.
Dalam kondisi demikian, ketidaksetaraan ekonomi merupakan hal yang wajar, sedangkan para pemodal besar bisa menumpuk kekayaan terus-menerus. Dampaknya, demokrasi dibongkar dan dibajak untuk kebijakan yang mendukung pasar, alih-alih meringankan penderitaan manusia, kekerasan, kesengsaraan, dan kesulitan sehari-hari.
Pemerintahan demokratis digantikan oleh kedaulatan pasar, membuka jalan bagi bentuk dan mekanisme pemerintahan yang berkeinginan mengubah warga negara demokratis menjadi agen wirausaha. Bahasa pasar dan budaya bisnis kini hampir seluruhnya menggantikan perayaan kebutuhan publik atau seruan untuk meningkatkan karakteristik masyarakat sipil dari generasi sebelumnya.Â
Banyak tokoh besar tidak dikaitkan lagi dengan kemampuan mereka menyerukan perjuangan, kemerdekaan, dan karakter unggul bangsa, tetapi sekedar dirayakan sebagai ikon yang tidak berisi pesan solidaritas dan perjuangan sosial apa pun.Â
Penghapusan dan depolitisasi sejarah dan politik ini diimbangi dengan perayaan budaya bisnis di mana publik disuguhi pahlawan-pahlawan baru yang dianggap berhasil dengan temuan dan bisnis mereka. Bahkan, selebritas karena keterkenalan dijadikan duta untuk menangani permasalahan sosial dan kultural di masyarakat.
Pahlawan lama berkorban untuk meringankan penderitaan orang lain, sedangkan pahlawan baru yang diambil dari budaya perusahaan dan selebritas hidup dari penderitaan orang lain.