Realitas hibriditas kultural menghasilkan cara pandang untuk mengesensialisasi sebagian budaya lokal yang masih ada. Dengan cara demikian, mereka berusaha terus mengkonstruksi identitas di tengah-tengah modernitas. Ritual-ritual tetap dijalankan di beberapa, meskipun sudah kehilangan sebagian makna dan praktiknya yang asli.Â
Esensialisasi terhadap budaya lokal, nyatanya, mengundang masuk rezim pemodal untuk ikut berkontribusi sekaligus menginkorporasi keunikan kultural yang ada sebagai cara strategis memperluas pasar produk-produk industrial.Â
Hal ini merupakan permasalahan mendasar dalam hibriditas kultural yang dilakukan di tengah-tengah menguatkan kapitalisme pasar. Kalau tidak hati-hati, selebrasi ritual hanya menjadi rutinitas di mana makna kulturalnya mulai berubah karena lebih didominasi kepentingan pasar.
Salah satu ritual komunal Using yang mengundang keramaian massa adalah Gredoan. Ritual yang merupakan produk hibrid sebagai akibat pertemuan budaya Using dan tradisi Islam, berupa peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW ini. sudah mengalami transformasi sebagai akibat menguatnya pengaruh pikiran dan praktik modern di tengah-tengah masyarakat.Â
Anwar Hudijono dan Aryo Wisanggeni (Kompas, 20 Pebruari 2011) secara apik menjabarkan tradisi Gredoan di Desa Macanputih, Kecamatan Kabat, sebagai instrumen mempertemukan yang lelaki dan perempuan sebagai proses menuju perjodohan secara bermartabat.Â
Dalam tradisi Gredoan, seorang gadis akan berada di dapur membantu memasak sambil menanti di-gredo (tepatnya ditaksir) para pemuda. Para pemuda mengintip dirinya lebih dulu dari celah dinding gedhek (anyaman bambu). Lalu, para pemuda secara bergantian masuk melalui dapur dan berkenalan.Â
Kalau salah seorang pemuda merasa cocok dengan dirinya, esok harinya pemuda itu datang ke rumahnya. Gredoan itu dilakukan dengan pihak lelaki mengintip melalui celah gedek (dinding bambu) kemudian memasukkan lidi. Si perempuan memotong ujung lidi pertanda setuju di-gredo.Â
Lantas, terjadi percakapan yang dibatasi dinding dengan cara basanan (berpantun dalam bahasa Using). Jika setuju, esoknya si selaki datang melanjutkan hubungan.
Namun, tradisi ini sudah berubah. Seorang lelaki menggredo perempuan di sekitar panggung musik dangdut. Tidak ada bedanya dengan gaya gaul anak-anak muda pada umumnya di tempat lain.Â
Dalam gredoan format awal abad ke-21, ketika ceweknya mau ya, biasnaya saling bertukar nomor handphoneGredoan berasal dari bahasa Using "gredo", atau bahasa Jawa kuno, "gridu", yang berarti "menggoda".