Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film, Sensor, dan Paradoks Budaya Bangsa

8 Februari 2023   00:15 Diperbarui: 9 Februari 2023   00:01 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover VCD Pasir Berbisik. Sumber: Wikipedia

Lucunya, semangat nasionalisme dalam film tersebut paradoks dengan realitas bahwa film- film impor Hollywood yang leluasa membanjiri bioskop-bioskop di Indonesia. Karena Presiden Sukarno sendiri adalah penikmat film Hollywood dan dia membuka kran bagi pengusaha film Hollywood untuk memonopoli tayangan sinema di Indonesia (Tirto). 

Sukarno berfoto bersama Eric Johnston, Ann Francis, Ann Miller, dan Dore Schary saat di Amerika Serikat. Sumber: Wikimedia Commons
Sukarno berfoto bersama Eric Johnston, Ann Francis, Ann Miller, dan Dore Schary saat di Amerika Serikat. Sumber: Wikimedia Commons

Ketika medan politik era 1950-an mengalami pergeseran yang ditandai dengan semakin menguatnya pengaruh politik komunis dan nasionalis dalam payung Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme), budaya bangsa dalam jagat film Indonesia juga mengalami reorientasi. 

Wacana budaya bangsa diarahkan sebagai bentuk perjuangan untuk menolak film-film impor, terutama dari Hollywood yang dianggap representasi neoimperalisme Amerika dalam hal kebudayaan. 

Kondisi tersebut melahirkan institusi/aparatus yang bergerak dalam formasi diskursif demi mendukung semangat konfrontasi yang dilakukan rejim terhadap kekuatan budaya asing, yang pada akhirnya memperkuat kuasa hegemonik dengan menggunakan film sebagai komponennya. 

Munurut Irawanto (1999: 78), terdapat dua organisasi film yang aktif menentang film-film impor Hollywood, yakni (1) SARBUFIS (Sarekat Buruh Film Indonesia dan Seni Drama), berafiliasi ke SOBSI, sarekat buruh yang merupakan underbow PKI dan (2) LFI (Lembaga Film Indonesia) dibentuk oleh LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat), underbow PKI. 

SARBUFIS dan LFI lebih memperjuangkan produksi dan peredaran film Indonesia untuk melawan imperalisme Amerika lewat film-filmnya. 

Satu gerakan besar yang dijalankan yakni PAPFIAS (Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperalis Amerika Serikat), didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (PNI), SOBSI (PKI), GERWANI (PKI), Front Pemuda, LEKRA (PKI), SARBUFIS (PKI) dan organisasi lain yang berafiliasi pada PKI atau sayap radikal.

Gerakan itu sejalan dengan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1964 yang poin pentingnya adalah (1) pembentukan Lembaga Pembinaan Perfilman dan (2) gambaran umum mengenai aturan-aturan tema film yang bisa diterima/lolos sensor dengan mensyaratkan pembelaan terhadap Pancasila dan Manifesto Politik serta kebijakan pemerintah (Kurnia, et al, 2004: 50).

Perjuangan aksi tersebut berhasil ketika pada tanggal 16 Agustus 1964 Menteri Perdagangan melarang peredaran film-film Amerika (Irawanto, 1999: 85-86). Terlepas dari sisi positif yang mungkin terjadi selepas keberhasilan tersebut, budaya bangsa dalam konteks perfilman pada masa kepemimpinan Sukarno lebih banyak digunakan sebagai medium politis. 

Baik pemerintah maupun parpol-parpol pendukungnya memainkan isu budaya bangsa untuk mendukung posisi mereka di tengah-tengah masyarakat yang “harus diselamatkan dari pengaruh buruk budaya imperalis Amerika.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun