Sampai awal 2000-an, bagi banyak warga kulit putih Amerika, imigran Puerto Rico dikaitkan dengan stereotip rasis seperti kemalasan, kebodohan, kejahatan, dan kebiasaan tidak beradab lainnya, yang semuanya melekat pada posisi mereka sebagai kelas bawah (Oropesa et al, 2008: 1318) .Â
Wacana tersebut merupakan salah satu bentuk klasifikasi Liyan yang berkontribusi kepada diskriminasi dalam tindakan sosial ekonomi seperti pendidikan dan pengupahan.
Bagi Negi, identifikasi untuk berperilaku lebih seperti warga Amerika alih-alih Puerto Rico berarti menghadapi masalah baru. Kehilangan aksen Puerto Rico tidak membuatnya langsung diterima oleh masyarakat tuan rumah. Dalam arti praktis, sebagai siswa seni pertunjukan dari kalangan imigran, aksen bahasa Inggrisnya menguntungkannya, tetapi masih menghasilkan sentimen rasial.Â
Ambivalensi metonimi ini sebenarnya menjadi sebuah pengingat diri dan menciptakan, apa yang kami sebut, "kesadaran etis pasca-kolonial" di mana subjek diasporik harus memiliki strategi yang tepat dan pemahaman kritis di tengah mimikri dan hibriditas mereka lakukan, karena Liyanisasi masih berlangsung di tengah praktik metropolitan liberal.Â
Meskipun orang-orang Barat mengkonstruksi dan menganggap diri mereka sebagai subjek demokrasi, keyakinan mereka pada superioritas seringkali merusak beberapa wacana ideal seperti kesetaraan di antara umat manusia ketika mereka berhadapan dengan orang-orang bekas jajahan dari negara-negara Dunia Ketiga.
Kesadaran etis itu juga memungkinkan Negi membaca kritis stereotip yang ditujukan pada perempuan Hispanik atau Latin. Pada suatu kesempatan usai menonton film West Side Story, misalnya, ia memberikan komentar kritis. Dalam film tersebut, satu-satunya dara, Maria, diperankan oleh aktris Amerika. Sementara itu, perempuan galak nan seksi selalu dibawakan oleh warga Puerto Rico.
"Ini bukan hanya film," gerutuku saya, "ini satu-satunya film tentang orang Puerto Rico yang pernah ditonton siapa pun. Dan apa pesannya? Gadis Puerto Rico berkulit putih menjuntai dari tangga darurat menyanyikan lagu-lagu manis untuk pria Italia, sementara gadis Puerto Rico berkulit gelap tidur dengan pacar mereka. (Santiago, 2012: 121).
West Side Story adalah film musikal yang disutradarai oleh Robert Wise dan Jeremy Robbins (1961). Kisah film ini mirip dengan drama Shakespeare Romeo and Juliette yang menceritakan tentang konflik antara geng kulit putih dan geng Puerto Rico dengan masalah cinta di dalamnya.Â
Film ini cukup populer pada masanya dan menjadi salah satu film yang cukup signifikan dalam sejarah budaya populer Amerika. Namun, dalam film ini terdapat isu rasial yang cukup sensitif tentang komunitas Puerto Rico di AS yang digambarkan sebagai subaltern yang lekat dengan berbagai masalah sosial (Brown, 2010; Davine, 2016).Â
Mengekspos film dalam novel merupakan pintu masuk untuk menghasilkan wacana kesadaran kritis-etis untuk melawan konstruksi ideologis umum tentang masyarakat dan budaya Latin dalam budaya dan media populer Amerika.Â
Berbagai budaya dan media populer Amerika mengkonstruksi orang Latin dalam konstruksi rasis yang memosisikan mereka secara subordinatif dan diskriminatif (Serrato, 2009; McConnell, 2018; Moraga, 2018; Taylor & Bang, 1997; Brown & Roemer, 2016; Olivarez, 1998; Menjivar, 2016 ; Mastro & Behm-Morawitz, 2005; Weaver, 2005).