Selama proses belajar budaya, Negi mencari cara untuk mendefinisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat. Komik adalah media yang ia gunakan untuk mempelajari masyarakat AS. Melalui tokoh komik, Negi mulai mengetahui bagaimana menjadi remaja Amerika pada umumnya.Â
Sebagian besar remaja Amerika menghabiskan waktu dengan bermain game dan berkumpul dengan teman-teman mereka tanpa memikirkan PR dan sekolah. Dalam hal ini, kondisi tersebut tergambar dari kehidupan Archie, tokoh komik yang berprestasi (Santiago, 2012: 26-7).Â
Dari Archie, Negi menemukan berbagai konstruksi diskursif untuk menjadi remaja Amerika. Dia belajar dari karakter komik karena tidak ada orang Amerika kulit putih di lingkungannya.Â
Pada umumnya para pendatang dari Puerto Rico dan negara Amerika Latin lainnya akan mendiami daerah-daerah khusus, sehingga mereka berbicara bahasa Spanyol setiap hari. Archie, Veronica, Betty, Reggie, dan Jughead adalah tokoh-tokoh komik yang mewakili gaya hidup remaja Amerika.Â
Negi sering merasa cemburu pada Archie dan teman-temannya karena tanggung jawab mereka hanyalah tampil trendi dan membuat pacar mereka bahagia. Hal ini membuat Negi ingin menjadi orang Amerika biasa seperti mereka. Meskipun faktanya tetap bahwa ia memiliki seorang ibu yang mengontrol cara dia berperilaku di AS.Â
Ia mulai membandingkan hidupnya dengan Archie yang tinggal di dunia tanpa orang tua, membuat keputusan tanpa berkonsultasi dengan siapa pun kecuali dirinya sendiri, sedangkan hidupnya ditentukan oleh kewajiban sebagai pelajar dan kakak perempuan.
Pada tahap selanjutnya, Negi mengalami perjumpaan kultural yang mengganggu keyakinannya pada sistem nilai dan praktik sosial yang ia terima dan praktikkan di Puerto Rico. Di sana, siswa tidak diperbolehkan memakai rok mini dan make up di sekolah. Namun, di AS, pelajar tidak begitu terkekang oleh budaya dan perilaku moral.
Setiap pagi dalam perjalanan sekolah, Yolanda dan aku menyelinap ke pintu sebuah gedung apartemen di Bushwick Avenue dan menggulung rok kami sesuai ukuran yang dikenakan gadis-gadis lain. Kami menambahkan garis di sekitar kelopak mata kami dengan pensil alis yang dicuri dari ibu Yolanda. Â
Di sekolah, gadis-gadis yang merasa kasihan pada kami yang hidup bersama ibu-ibu kuno sering berbagi lipstik dan pemerah pipi serta membantu kami menjadikan rambut kami semacam sarang lebah yang disemprot dan menjadi kaku. (Santiago, 2012: 28)
Negi meniru cara siswa SMA Amerika mengenakan rok mini dan mengenakan rias sebagai budaya umum yang didasarkan pada kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mereka dalam berpakaian. Gaya busana akademis ini merupakan bagian dari liberalisme Amerika yang menjamin keinginan individu.Â
Negi sadar bahwa ia bisa bertahan hidup di masyarakat induk hanya dengan meniru perilaku teman-temannya. Meniru cara berpakaian dan gaya hidup merupakan apropriasi yang dilakukan oleh subjek diasporik agar ia bisa membaur dan diterima oleh komunitas kaum muda Amerika.Â