Maka, ketika tempat-tempat petualangan itu semakin berkurang, seringkali manusia Barat bertanya-tanya karena segala citra menarik, mendebarkan, misterius ternyata sudah banyak hilang. Kehidupan eksotis berkorelasi dengan manusia, hewan, alam, dan hal-hal lain yang berada di tempat jauh dan berbeda dari yang ada di dunia dan pikiran manusia Barat.Â
Tempat-tempat itulah yang memberikan bermacam pengalaman dan petualangan liar di mana mereka dihantui bermacam masalah yang harus diselesaikan dengan rasionalitas. Cerita-cerita yang terus disebarluaskan melalui karya kultural, menjadikan pemahaman akan Timur masih menyimpan residu eksotika dalam benak manusia manusia Barat.Â
Aspek-aspek tersebut tentu berbeda dari apa yang dipahami oleh orang-orang Amerika yang lebih memosisikan segala hal Oriental berkaitan dengan Tionghoa dan Jepang.Â
Kedua, Timur tidak hanya berbatasan dengan Eropa; ia juga merupakan tempat koloni terbesar, terkaya dan tertua di Eropa, sumber peradaban dan bahasa, kontestan budayanya, dan salah satu citra Sang Liyan yang paling dalam dan paling sering muncul sebagai citra, ide, pengalaman dan kepribadian yang berbeda.Â
Pemahaman ini mengingatkan bahwa Timur bukan sekedar bentuk atau kategori wacana yang merupakan biner dari Barat. Â Timur tidak hanya ruang geografis yang berbatasan dengan Barat.Â
Lebih dari itu, Orient adalah ruang yang pernah dieksploitasi secara langsung oleh penjajah Barat seperti Inggris, Perancis, Italia, Spanyol, dan Jerman yang memberikan banyak kekayaan secara material, sehingga mereka bisa mencapai tahapan menjadi bangsa dan negara maju secara ekonomi.Â
Di sanalah para pemukim dan penjajah Eropa merasakan kehidupan lain, termasuk menemukan kontestan atau oponen dari kebenaran pengetahuan dan budaya Barat berbasis rasionalitas.Â
Kekuatan modern Barat menemukan legitimasinya dari pembedaan biner dengan budaya dan pengetahuan manusia yang sering dikatakan berperadaban rendah karena tidak berpendidikan dan tidak beragam sesuai dengan cara Eropa Barat.Â
Meskipun, Timur adalah sumber bermacam peradaban, budaya, pengetahuan, dan bahasa, superioritas manusia Barat selalu mengkonstruksi itu semua sebagai sesuatu yang hanya ‘bergumam’ dan tidak pantas ‘bersuara’. Citra demikian itu seringkali dimunculkan dalam bermacam produk kultural di era kolonial maupun pascakololonial.Â
Dengan demikian, bisa dikatakan, bahwa Timur dengan beragam kompleksitasnya yang telah di-stereotipisasi sebagai rendahan dan subordinat merupakan bagian tak terpisahkan dari peradaban dan budaya material Barat. Karena kehadiran mereka merupakan oposisi biner yang menjadikan istilah, wacana, budaya, dan peradaban Barat menjadi terus ada dan kuat.Â