Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ekokritisisme: Masalah Lingkungan dalam Teks Sastra dan Budaya

23 Januari 2023   05:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   15:34 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Binatang liar di Afrika, dari buku Seven Years in South Africa. Sumber: Wikimedia Commons

Banyak karya yang merepresentasikan narasi terkait pemagaran dan kondisi kacau-balau dari tanah biadab yang tak berpagar (Marzec 2007: 3-4). Subjek-subjek yang berada dalam wilayah yang dipagari ataupun secara metaforis menjadi teritori penjajah secara geografis, bisa mengembangkan kehidupan agrikultural, perkebunan dan aktivitas budidaya lain yang bisa menyejahterakan. 

Sementara, mereka, orang-orang awam, yang berada di luar garis batas pemagaran adalah subjek biadab yang tidak memiliki kapasitas melakukan proyek modernitas. Rujukan tersebut bukan sekedar merefleksikan fenomena historis. Sebaliknya mereka mengindikasikan perluasan di mana novel Inggris dituliskan di tengah-tengah formasi imperial baru tanah jajahan.  

Mengikuti poros semantik Robinson Crusoe yang dibangun dengan oposisi biner “Eropa-beradab vs non-Eropa-tak-beradab”, para penulis “sastra kolonialis” menghamparkan gugus naratif dalam bentuk genre petualangan (adventure) berdimensi politiko-ideologis yang diposisikan sebagai mitos yang menghidupkan kekaisaran Inggris di muka bumi.  

Sastra kolonialis merupakan karya sastra yang secara khusus mendukung ekspansi kolonial yang dikalukan manusia-manusia Eropa Barat. Sebagai karya, ia ditulis oleh dan untuk orang-orang Eropa yang menjajah tentang tanah-tanah non-Eropa yang mereka dominasi. 

Sastra kolonialis me-nubuh-kan sudut pandang imperialis yang memosisikan superioritas warga dan budaya kulit putih sekaligus menegaskan hak mereka untuk menguasai bangsa-bangsa lain yang diposisikan inferior (Boehmer 2005: 3).

Spanish colonial garden (Anders Wikström). Sumber: Wikimedia Commons
Spanish colonial garden (Anders Wikström). Sumber: Wikimedia Commons

Perjalanan menuju wilayah baru menjadi medan menantang bagi para petualang kulit putih untuk melampaui batas-batas geografis, mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan di seberang lautan sekaligus menjadi penunjuk bagi perluasan peradaban melalui praktik kolonialisme oleh manusia kulit putih (Brantlinger 2009: 30-31). 

Dalam situasi diskursif demikian, warga pribumi dikonstruksi menyerahkan wilayah mereka beserta isinya kepada penjajah kulit putih dan memberikan ruang kepada perkembangan peradaban Barat-superior, sedangkan mereka diposisikan sebagai manusia-manusia pribumi yang tengah sekarat. 

Alam lingkungan yang cukup kaya dan manusia pribumi yang sudah ditundukkan menjadikan eksploitasi sebagai praktik dan keyakinan akan kebesaran dan kebenaran nalar Eropa, sehingga para penulis karya sastra bergenre petualangan tidak punya kesadaran ideologis untuk mempermasalahkan fakta pergeseran lanskap ekologis di wilayah jajahan. 

Sayangnya, tidak banyak penulis besar Inggris di era Victoria yang berkenan merepresentasikannya dalam karya mereka. Kolonialisme bagi mereka cukup diceritakan dalam bentuk kerajinan tangan, binatang, rempah-rempah, kapas, hasil tambang, dan makanan khas dari tanah jajahan. 

Dalam kategori “sastra kolonial”, mereka menjadikan wilayah dan masyarakat jajahan sebagai entitas geografi yang berjarak dari metropolitan sehingga tidak mengkonstruksi wacana yang mengerikan tentang penindasan dan perusakan alam oleh manusia-manusia Eropa bernalar modern. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun