Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ekokritisisme: Masalah Lingkungan dalam Teks Sastra dan Budaya

23 Januari 2023   05:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   15:34 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanish colonial garden (Anders Wikström). Sumber: Wikimedia Commons

Gerakan ini lahir dari rahim modernisme, tetapi pada akhirnya, menjadi ‘anak nakal’ yang mengkritik nalar modern yang membelenggu kebebasan manusia. Rasionalitas dan teknologi mengekang kemampuan tanpa batas manusia, termasuk menelusuri kemisteriusan alam. 

Romantic scenery (Franciszek Ksawery Lampi). Sumber: Wikimedia Commons
Romantic scenery (Franciszek Ksawery Lampi). Sumber: Wikimedia Commons

Eksplorasi yang luar biasa terhadap kekuatan alam menjadikan Romantisisme gerakan yang banyak melahirkan karya-karya sastra, filsafat, dan seni rupa yang mengekspos keluarbiasaan alam, meskipun tidak dalam wacana kerusakan ekologis sebagai akibat peningkatan aktivitas ekspansionis dan eksploitasi dalam ranah industri. 

Sayangnya, para penulis Romantik memang tidak tertarik untuk terlibat dalam persoalan lingkungan akibat polusi industrial, kumuhnya pemukiman di wilayah urban, mulai berkurangnya lahan pertanian. 

Alih-alih, mereka memilih menggunakan transendentalisme untuk membandingkannya dengan pola pikir positivistik-mekanistik dan materialistik yang sebenarnya membelenggu kemampuan berpikir manusia. Meskipun demikian, karya-karya mereka diposisikan sebagai pintu masuk untuk membincang hubungan manusia dengan alam atau lingkungan di dalam karya sastra.

Penyair William Wordswoth, misalnya, sangat tertarik mengeksplorasi hubungan alam non-manusia dengan pikiran manusia alih-alih dia berada di alam dan untuk alam. Ia jarang mendeskripsikan alam secara detil, alih-alih memilih merefleksikan pengalamannya atau pengalaman orang lain tentang alam. 

Lebih dari itu, apa yang Wordsworth maknai secara mendalam bukanlah alam sebagaimana yang dilindungi oleh kaum envionmentalis kontemporer. Alam Romantik tidak pernah secara serius terancam, dan dalam keadaan normal bisa jadi miskin terkait keragaman biologis; alih-alih, ia dicintai karena keluasan, keindahan, dan ketahanannya. 

Dengan memfokuskan kepada pemandangan adiluhung, utamanya alam pegunungan, Romantisisme Wordsworthian bisa jadi mengalihkan alam dari tempat-tempat yang lebih penting dan secara ekologis berada dalam tekanan yang luar biasa tetapi kurang digambarkan, seperti rawa (Garrard 2004: 43). 

Hal yang berbeda dituliskan oleh John Clare, penyair Romantik yang berasal dari kelas pekerja. Dia mengekpsos sensilibitas ekologis terkait tanaman, binatang, dan kehidupan manusia-manusia lokal dalam konteks ekonomi pedesaan yang berada dalam proses penghancuran oleh pembatasan, hilangnya tanah publik. 

Jonathan Bate, seorang ekokritijus, menegaskan bahwa puisi-puisi Clare menawarkan sudut pandang bahwa yang puitik atau sastrawi bisa dipahami memberikan pengalaman “pengganti” dan “penyegar” terhadap makna-makna alam yang hilang dalam kesadaran manusia modern yang teralienasi dari jiwanya. 

Melalui citra puitik kemanunggalan dengan jagat bisa dirasakan secara langsung, ketimbang harus larut dalam nostalgia (Clark 2011: 21-22).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun