Gambaran akan kebahagiaan tersebut menyatu dengan kebanggaan ketika mengetahui bahwa Presiden Suharto didampingi Ibu Tien Suharto dan jajaran menteri serta pejabat daerah akan datang langsung meresmikan setelah meresemikan terlebih dahulu jalan toll Surabaya.
Sekolah-sekolah di Kecamatan Sugio Lamongan diliburkan untuk menyambut kedatangan Pak Harto. Saya masih kelas 3 SD ketika diajak orang tua dan tetangga untuk berjalan kaki beberapa kilometer, menyusuri pematang sawah menuju lokasi peresmian, di pinggir waduk.
Ketika Pak Harto dan rombongan turun dari helikopter, ribuan warga yang sudah menunggu sontak memanggil nama Pak Harto dan Bu Tien. Saya pun ikut berdesakan agar bisa melihat wajah Bapak Pembangunan. Meskipun tidak bisa berjabat tangan, warga sudah merasa puas dan bahagia karena bisa melihat secara langsung pemimpin bangsa yang biasanya hanya bisa dilihat dari TVRI.
Gambaran di atas menegaskan betapa pembangunanisme yang menggeliat di era 1980an tidak hanya menjadi wacana di ruang kelas dan media, tetapi juga dipraktikkan dalam bentuk infrastruktur, meskipun tidak semua warga Indonesia bisa merasakannya.
Dampak langsung dari proyek-proyek pembangunan di segala bidang yang dilakukan rezim Suharto adalah berkembangnya modernisme; menguat dalam kehidupan warga kota, berkembang dalam kehidupan warga desa.
Setiawan (2011: 130-131) memaparkan bahwa pengaruh nyata pembangunanisme bagi masyarakat desa memasukkan mereka ke dalam jejaring modernitas. Bagaimanapun juga, TVRI, percepatan industri, Revolusi Hijau, pengaspalan jalan, listrik, dan “Keluarga Budi”, berhasil menggerakkan masyarakat menuju modernitas.
Pilihan ekonomi-politik pembangunanisme dengan mengedepankan percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan industri dan pertanian, serta stabilitas keamanan dan integrasi, menyebabkan pergeseran atau perubahan orientasi dan praktik sosiokultural desa. TVRI menjadi situs yang memudahkan masyarkat desa bersentuhan dengan pembangunan dan modernitas dalam arahan rezim negara.
Percepatan industri di kota membutuhkan perluasan pasar sampai ke tingkat desa. Revolusi Hijau menjadi senjata andalan untuk bisa mempercepat laju perkembangan masyarakat desa dengan sistem pertanian modern.
Pengaspalan jalan mempertinggi mobilitas masyarakat desa ke kota, sehingga mempermudah mereka untuk mendapatkan benda-benda modern dari kota kabupaten atau kecamatan. Kesempatan memperoleh pendidikan, paling tidak sampai ke tingkat dasar dan menengah/SMP-SMA, menjadikan pikiran-pikiran modern bersemi dalam pikiran generasi muda desa.
Harus diakui salah satu keberhasilan penting rezim Suharto adalah menghadirkan modernisme ke dalam kehidupan masyarakat desa sebagai dampak langsung pembangunanisme. Bermacam pernik benda dan beragam orientasi menjadi modern mulai berkembang dalam benak warga desa.