Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Ritual dari Banyuwangi: Merayakan atau Memperkuat Identitas?

15 Januari 2023   08:11 Diperbarui: 18 Januari 2023   05:44 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Kebo-keboan Desa Alasmalang, Banyuwangi, Jawa Timur.(KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI) 

Terlepas dari kebenaran mistik yang diyakini masing-masing komunitas, perbedaan tersebut, sekali lagi menegaskan adanya kutub yang saling beoposisi di antara komunitas Using, meskipun mereka berasal dari satu keturunan. Lebih jauh lagi, perbedaan tersebut juga berimplikasi pada nilai atraktif dari perhelatan ritual yang mereka laksanakan. 

Kalau ritual digelar bersama-sama, bisa dipastikan, pengunjung akan terbelah ke dalam dua kutub pertunjukan, sehingga akan mengurangi kemeriahaan di masing-masing desa. Selain itu, perbedaan tersebut juga menjadi bentuk penegasan identitas yang meskipun serupa tetapi tidak sama. 

Di Kemiren terkenal dengan ritual Ider Bumi dan Tumpeng Sewu. Semua ritual itu merupakan warisan budaya agraris yang masih diyakini dan dijalankan oleh komunitas Using. Ritual Ider Bumi ditandai dengan diaraknya Barong yang dianggap keramat oleh masyarakat Kemiren. Barong ini diarak keliling desa Kemiren. 

Barong Ider Bumi yang digelar di Desa Kemiren Senin (26/6/2017)(KOMPAS.COM/Ira Rachmawati) 
Barong Ider Bumi yang digelar di Desa Kemiren Senin (26/6/2017)(KOMPAS.COM/Ira Rachmawati) 

Sementara, ritual Tumpeng Sewu sebenarnya berakar dari tradisi Barikan, yakni ritual untuk meminta keselamatan dan kesejahteraan dengan membawa nasi di tempat pelaksanaan acara; biasanya di jalan utama desa. Karena tumpeng berisi makanan yang dibawa oleh warga jumlahnya sangat banyak, maka ritual ini dinamai Tumpeng Sewu. 

Sama dengan ritual lainnya, doa dan rasa syukur menjadi kekuatan yang menggerakkan warga Kemiren untuk terlibat dalam ritual ini. Di balik penamaan ini sebenarnya terselip sebuah kecerdasan tokoh adat Kemiren untuk membesarkan kesan ritual ini dalam konteks pariwisata budaya mengingat desa ini merupakan Desa Wisata Adat Using.

Mereka menginginkan agar ritual adat yang dulunya tidak ada hubungan sama sekali dengan agenda wisata juga didatangi para pengunjung. Maka, para warga lelaki yang hadir dalam Tumpeng Sewu disarankan untuk mengenakan pakaian seragam (kombinasi sarung hijau bergaris biru tua, baju hitam, dan kopyah/songkok hitam). 

Tentu saja, pakaian seperti itu lebih menarik dan atraktif secara visual dari pada pakaian sehari-hari, sehingga para pengunjung yang datang tidak hanya mendapatkan suguhan makanan, tetapi juga keseragaman pakaian yang menarik untuk dilihat dan difoto.

Dalam konteks komunal, ritual bukan sekedar ungkapan syukur dan doa kepada kekuatan adikodrati yang berada di luar jangkauan nalar masyarakat. Lebih dari itu, di dalam acara ritual, anggota komunitas desa menemukan momen di mana mereka bisa bertemu, membawa sesajen, memanjatkan doa, dan merasakan kebersamaan selama sehari atau beberapa hari. 

Festival  Tumpeng Sewu Sewu yang digelar di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (24/8/2017).(ARSIP HUMAS PEMKAB BANYUWANGI/KOMPAS.COM) 
Festival  Tumpeng Sewu Sewu yang digelar di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (24/8/2017).(ARSIP HUMAS PEMKAB BANYUWANGI/KOMPAS.COM) 

Dengan kata lain, mereka bisa menegaskan sebuah tanda bahwa masih ada komunalisme yang dipelihara di tengah-tengah gerak individual masing-masing anggota dalam menjalani kehidupan modern. Mereka boleh mencari rezeki ekonomi, baik melalui kerja pertanian, wiraswasta, maupun birokrasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun