Apa yang harus diingat, perbedaan tidak hanya hidup/ada dalam kode simbolik yang merepresentasikannya. Perbedaan tidak hanya bekesesuaian dengan penggantian sebuah bunyi dengan bunyi lain (/pit/ vs. /bit/) atau kata dengan kata lainya (a big fan of yours vs. a big dog of yours).
Perbedaan-perbedaan juga ada melalui tindakan nyata bertutur, percampuran kata dengan tindakan, dan penggunaan kata untuk tindakan. Termasuk, apa yang dikatakan dan apa yang tidak dikatakan. Pertanyaannya kemudian adalah seberapa luas dan seberapa dalam kita harus meneliti? Berapa banyak level analisis yang sesuai?
Ini bukan hanya pertanyaan tentang jumlah tuturan, penutur, dan bahasa yang harus dipelajari. Ini tentang etnografi, mendapatkan data di lapangan dan menganalisisnya secara mendalam, termasuk kesesuaian dan batasann-batasanya. Ini tentang tingkatan fenomena yang relevan pada apa bahasanya dan apa yang bahasa itu lakukan.
Tingkatan tersebut memang sangat luas, tapi secara de facto dibatasi oleh tindakan dan pemahaman manusia. Kita tidak bisa memikirkan keseluruhan dunia pada satu kesempatan. Banyak karya antropolog linguistik bicara tentang cara-cara yang di dalamnya kata-kata diucapkan pada satu kesempatan tertentu memberikan para partisipan tempat pertama terkait dunia.
Manusia hanyalah makhluk yang memikirkan apa yang mereka pikirkan. Kesadaran tersebut berhubungan erat dengan representasi simbolik dan karenanya berhubungan pula dengan kelompok bahasa. Namun, bahasa lebih dari sekedar alat refleksif yang denganya kita mencoba untuk memaknai pemikiran dan tindakan kita.
Melalui penggunaan bahasa kita juga memasuki ruang interaksional yang sebagian sudah dibentuk untuk kita, sebuah dunia yang di dalamnya beberapa pembedaan tampak menjadi masalah dibandingkan yang lain, sebuah dunia di mana setiap pilihan yang kita buat sebagian menjadi tak terpisahkan dari apa yang terjadi sebelumnya dan berkontribusi terhadap definisi yang akan terjadi berikutnya.
Contoh sederhana tentang “sapaan” (greeting) bisa kita pakai untuk menjelaskan kerangka berpikir di atas. Di banyak masyarakat, ucapan sapaan berbentuk kalimat tanya yang berkaitan dengan keadaan seseorang, sebut saja dalam bahasa Inggris, “how are you?”, bagaimana kabar/keadaanmu?
Di masyarakat lain, ucapan salam melibatkan pertanyaan tentang dari mau mana si partisipan; ada pula yang berupa kata umpatan tetapi bermakna positif, seperti jancuk atau jangkrik. Ada banyak pertanyaan yang bisa dimunculkan dan banyak hipotesis yang bisa dibuat untuk mempelajari fenomena tersebut.
Mengikuti pemikiran Duranti (1997: 6), kita bisa mengembangkan beberapa pertanyaan. Apakah permasalahan ini formulaik? Jika iya, mengapa cara seseorang menjawab sapaan itu menjadi masalah? Apakah konten dari pertukaran sapaan rutin tersebut memunculkan sesuatu tentang para pengguna, nenek moyang, kemanusiaan secara luas?
Mengapa orang-orang saling menyapa? Bagaimana mereka tahu kapan harus menyapa atau siapa yang disapa? Apakah permasamaan dan perbedaan dalam menyapa melintasi ragam bahasa, komunitas tutur, dan tipe pertemuan di dalam komunitas yang sama memunculkan segala hal yang menarik tentang penutur atau pada penutur?
Apa yang unik dari antropolinguistik juga terletak pada titik tekannya pada penutur sebagai aktor sosial, dalam bahasa baik sebagai sumber bagi dan produk interaksi sosial, dalam komunitas tutur sebagai sang nyata yang simultan dan entitas imajiner yang batasan-batasannya secara konstan dibentuk-ulang dan dinegosiasikan melalui tindakan bertutur yang tak terhingga.