Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Masyarakat Tengger Memperjuangkan Identitas Religi Warisan Leluhur

6 Januari 2023   08:14 Diperbarui: 7 Januari 2023   22:21 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ritual warga Tengger penganut Buddha Jawa Sanyata di Ngadas, Malang. Dokumentasi Mbah Ukik/Kompasiana

Kalau kita bandingkan dengan pendapat para akademisi yang mengatakan bahwa para penghuni awal kawasan Bromo yang kemudian dikenal dengan sebutan Tengger ini adalah para pandita yang diberi tugas khusus oleh pihak Kerajaan, sejak zaman Mataram Jawa Timur di bawah Mpu Sindok dan berlanjut hingga zaman Singasari dan Majapahit, maka cerita lisan tentang Rara Anteng dan Joko Seger bisa dikatakan memiliki kesamaan tematik dan wacana. 

Sejak zaman Mpu Sindok, wilayah ini merupakan kawasan swatantra yang dihuni oleh hulun hyang, para pandita yang mengabdikan hidupnya untuk memuja Dewata, khususnya Sang Hyang Swayambhuwa (Dewa Brahma). Peran ini terus dilaksanakan sampai zaman Singasari dan Majapahit. 

Konsekuensinya, komunitas yang tinggal di daerah suci/keramat (hila-hila) ini dibebaskan dari pajak, kawasan perdikan, karena status khususnya itu. Para pandita itu tentu harus bersiasat dan berjuang hidup di tengah-tengah liarnya alam Bromo, sehingga mereka bisa menjalankan tugas suci tersebut. 

Tidak mengherankan kalau kemudian cerita Rara Anteng dan Jaka Seger dihadirkan sebagai penggambaran sulitnya perjuangan untuk menjalankan tugas agama dari kerajaan. 

Cerita itu pula yang menjadi dasar bagi wong Tengger untuk menemukan identitas awal mereka serta membangun ikatan sak-keturunan (satu keturunan) yang mengikat mereka dalam konsep hubungan antarmanusia tanpa menimbang status ekonomi dan sosial.

Keyakinan sebagai keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger merupakan ikatan pertama yang mempertemukan wong Tengger dalam konsep sak keturunan, satu keturunan. Artinya, mereka membangun kesadaran eksistensial terkait asal-usul yang sama meskipun berada di wilayah geografis yang berbeda. 

Gunung Bromo menjadi pengikat geo-kultural yang mempertemukan orientasi religi Tengger sejak zaman Rara Anteng dan Jaka Seger. Konsep sak keturunan juga mengembangkan ajaran solidaritas sekaligus menjadi pendorong komunitas Tengger untuk menjalani ritual, baik yang bersifat privat/keluarga maupun komunal. 

Setiap tahun, misalnya, mereka menggelar Yadnya Kasada sebagai bentuk penghormatan terhadap pengorbanan Raden Kusumo dan wujud pengorbanan mereka terhadap kekuatan adikodrati di kawah Bromo. Menjaga hubungan harmonis dengan Sang Pencipta, merupakan keyakinan sekaligus identitas religi masyarakat Tengger. 

Semua mantra ritual dalam tradisi Tengger, pertama-tama, ditujukan untuk mendapatkan perlindungan dari Hong Pukulun, Sang Maha Kuasa, yang mengendalikan kehidupan dan kehendak manusia di muka bumi.

Keyakinan religi kedua adalah membina hubungan harmonis dengan sesama makluk Tuhan di muka bumi. Makluk Tuhan ini adalah makluk hidup yang diciptakan Hong Pukulun untuk melengkapi kehidupan di muka bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, makluk ghaib, dan manusia. 

Keyakinan inilah yang menjadikan manusia Tengger memperlakukan semua makhluk secara terhormat. Tidak hanya hewan dan tumbuhan, bahkan makhluk ghaib pun mereka hormati. Sampai-sampai para penunggu pedhanyangan di masing-masing desa diberikan sesaji dalam ritual keluarga maupun komunal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun