Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Melampaui Rasa Takut: Tiga Film Pendek Berlatar Timur Tengah

14 Desember 2022   15:53 Diperbarui: 8 Januari 2023   07:40 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun, resistensi secara frontal tidak disajikan, keberlanjutan usaha mereka untuk meng-ada merupakan keberanian dan terobosan yang asyik diperbincangkan lebih jauh lagi. 

Konflik berdarah di kawasan Timur Tengah, seperti Afghanistan, Palestina, Lebanon, Syiria, dan Yaman selalu menghadirkan kengerian dan kesedihan mendalam. Nyawa manusia begitu murah dan setiap saat bisa dilenyapkan oleh manusia-manusia bengis berlagak malaikat dan berdalih agama. 

Rasa-rasanya tidak ada harapan lagi untuk bertahan di tanah yang disebut-sebut sebagai tempat turunnya agama-agama samawi tersebut. Pilihan untuk mengungsi ke Eropa seringkali menjadi alternatif terakhir ketika harapan semakin lenyap. Sementara, pilihan bertahan adalah keluarbiasaan yang menantang bermacam kengerian. 

Dalam konsteks seperti itulah Mary Mother, The Pianist of Yarmouk, dan It’s Back Then diproduksi. Masing-masing film memiliki kekuatan sinematik untuk membahasakan permasalahan personal dan keluarga sebagai representasi yang mewakili permasalahan bangsa yang berada dalam kondisi krisis kemanusiaan akibat perang.

Ketika Ibu Mary Menjaga Harapan

Domestikisasi peran subjek perempuan dalam aktivitas dan kehidupan keluarga merupakan salah satu proses kultural yang dilawan banyak aliran feminisme; dari liberal hingga radikal. 

Kerja-kerja domestik hanya akan memasukkan para perempuan dalam habitus dan rutinitas yang tidak membawa perempuan dann hanya membentuk mereka sebagai objek subordinat yang harus mengabdikan keseluruhan hidupnya untuk para suami dan anak-anaknya. 

Namun, bagi perempuan timur, menjadi ibu tidak harus dimaknai negatif karena mereka terbiasa dengan kultur partisipasi di ruang publik, meskipun harus mengurusi keperluan rumah tangga. 

Ibu Mary memandangi foto putranya. Sumber: Trailer Mary Mother/Youtube
Ibu Mary memandangi foto putranya. Sumber: Trailer Mary Mother/Youtube

Dengan budaya domestik pula, mereka bisa mengkonstruksi kekuatan ekonomi, politik, dan kultural yang selalu dinegosiasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga posisi dan pemosisian mereka berada dalam ruang dan praksis dinamis, termasuk menyiapkan generasi masa depan yang akan meneruskan keberlanjutan keluarga.  

Mary Mother adalah cerita seorang ibu yang menolak untuk pasrah; membiarkan putranya menjadi korban perang di Afghanistan. Anak lelakinya adalah seorang tentara pemerintah yang harus mempertahankan kota Kunduz dari serangan Taliban. Berita radio yang menyiarkan diserang dan dikuasainya Kunduz oleh pasukan Taliban membuat Ibu Mary dilanda ketakutan yang luar biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun