Meskipun, resistensi secara frontal tidak disajikan, keberlanjutan usaha mereka untuk meng-ada merupakan keberanian dan terobosan yang asyik diperbincangkan lebih jauh lagi.Â
Konflik berdarah di kawasan Timur Tengah, seperti Afghanistan, Palestina, Lebanon, Syiria, dan Yaman selalu menghadirkan kengerian dan kesedihan mendalam. Nyawa manusia begitu murah dan setiap saat bisa dilenyapkan oleh manusia-manusia bengis berlagak malaikat dan berdalih agama.Â
Rasa-rasanya tidak ada harapan lagi untuk bertahan di tanah yang disebut-sebut sebagai tempat turunnya agama-agama samawi tersebut. Pilihan untuk mengungsi ke Eropa seringkali menjadi alternatif terakhir ketika harapan semakin lenyap. Sementara, pilihan bertahan adalah keluarbiasaan yang menantang bermacam kengerian.Â
Dalam konsteks seperti itulah Mary Mother, The Pianist of Yarmouk, dan It’s Back Then diproduksi. Masing-masing film memiliki kekuatan sinematik untuk membahasakan permasalahan personal dan keluarga sebagai representasi yang mewakili permasalahan bangsa yang berada dalam kondisi krisis kemanusiaan akibat perang.
Ketika Ibu Mary Menjaga Harapan
Domestikisasi peran subjek perempuan dalam aktivitas dan kehidupan keluarga merupakan salah satu proses kultural yang dilawan banyak aliran feminisme; dari liberal hingga radikal.Â
Kerja-kerja domestik hanya akan memasukkan para perempuan dalam habitus dan rutinitas yang tidak membawa perempuan dann hanya membentuk mereka sebagai objek subordinat yang harus mengabdikan keseluruhan hidupnya untuk para suami dan anak-anaknya.Â
Namun, bagi perempuan timur, menjadi ibu tidak harus dimaknai negatif karena mereka terbiasa dengan kultur partisipasi di ruang publik, meskipun harus mengurusi keperluan rumah tangga.Â
Dengan budaya domestik pula, mereka bisa mengkonstruksi kekuatan ekonomi, politik, dan kultural yang selalu dinegosiasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga posisi dan pemosisian mereka berada dalam ruang dan praksis dinamis, termasuk menyiapkan generasi masa depan yang akan meneruskan keberlanjutan keluarga. Â
Mary Mother adalah cerita seorang ibu yang menolak untuk pasrah; membiarkan putranya menjadi korban perang di Afghanistan. Anak lelakinya adalah seorang tentara pemerintah yang harus mempertahankan kota Kunduz dari serangan Taliban. Berita radio yang menyiarkan diserang dan dikuasainya Kunduz oleh pasukan Taliban membuat Ibu Mary dilanda ketakutan yang luar biasa.Â