Ketika fatalisme yang dipilih, manusia-manusia yang sejatinya dikalahkan oleh kekuatan-kekuatan dominan ataupun kelompok berbasis agama akan menjadi debu yang hanya bisa berterbangan ditiup angin atau musnah dari sejarah kehidupan.Â
Menjaga harapan, sekecil apapun, menjadi penting di tengah bermacam tragedi kemanusiaan dan permasalahan ekonomi-sosial-politik yang tidak menguntungkan rakyat biasa.Â
Menurut saya pilihan wacana para sineas dari ketiga film tersebut menegaskan politik sinematik yang memproyeksikan tragedi bukan sebagai kemutlakan yang bisa menjadikan manusia-manusia yang dikalahkan benar-benar kalah. Sebaliknya, manusia-manusia yang dikalahkan itu tidak boleh menyerah kalah.Â
Mereka bisa mengupas dan mengungkap lebih jauh lagi  ketidakadilan yang menyebabkan mereka dikalahkan dan, untuk selanjutnya, memperjuangkan kehidupan.Â
Politik sinematik tersebut juga memberikan kritik sekaligus peringatan kepada kelompok dominan, apapun bentuk dan ideologinya, bahwa kekuasaan yang mereka miliki dan praktikkan bukanlah jaminan mutlak bahwa rakyat akan kalah. Â
BacaanÂ
Morton, S. 2007. Gayatri Spivak. London: Routledge.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H