Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kisah Pabrik Gula Gunungsari Kencong yang Menunggu Lenyap

28 September 2022   00:08 Diperbarui: 5 April 2024   05:21 3961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu bangunan PG Gunungsari yang masih tampak strukturnya. Dokumentasi pribadi penulis

Tumpukan limbah
Tumpukan limbah "blothong" di antara pilar yang tersisa. Dokumentasi pribadi penulis
Yang lebih menyedihkan lagi adalah realitas bahwa kawasan gudang PG Gunungsari dijadikan pembuangan dan penampungan limbah sisa hasil proses produksi gula (blothong) dari PG Semboro. Memang, tindakan tersebut dilakukan karena mereka berada dalam satu manajemen di bawah PTPN XI. 

Bagian depan dinding yang masih utuh, tetapi atapnya sudah hilang. Dokumentasi pribadi penulis
Bagian depan dinding yang masih utuh, tetapi atapnya sudah hilang. Dokumentasi pribadi penulis

Namun, kalau kita berpikir historis, tentu tindakan tersebut bisa dikatakan tidak lagi memedulikan atau menghargai bangunan-bangunan bersejarah yang tentu sangat penting bagi perjalanan bangsa ini, dari era kolonial hingga pascakolonial. Banyak hal yang bisa dipelajari oleh para pelajar, mahasiswa, dan peneliti dari keberadaan bangunan PG Gunungsari.

Pintu gudang yang rusak dan ditumbuhi tanaman merambat. Dokumentasi pribadi penulis
Pintu gudang yang rusak dan ditumbuhi tanaman merambat. Dokumentasi pribadi penulis

Sekali lagi, kalau dibandingkan dengan banyak negara yang ingin melindungi dan melestarikan bangunan-bangunan bersejarah sebagai situs ingatan masa lalu dan atraksi pariwisata untuk menarik kedatangan wisatawan nusantara dan mancenegara, tindakan membuang limbah tersebut bisa dikatakan tidak etis.

Pintu salah satu gudang yang digunakan menyimpan pupuk. Dokumentasi pribadi penulis
Pintu salah satu gudang yang digunakan menyimpan pupuk. Dokumentasi pribadi penulis

Sebagai bangsa yang memiliki perjalanan panjang dari kolonial hingga pascakolonial, lenyapnya banyak benda atau bangunan dari masa kolonial dibiarkan begitu saja, tanpa usaha serius untuk melakukan tindakan konkrit, bisa dibaca sebagai pembiaran oleh pemerintah terhadap hilangnya bukti-bukti sejarah yang berarti pula mengabaikan pula perjalanan panjang bangsa dan negara ini. 

Jalan di kawasan perumahan untuk staf Eropa. Dokumentasi pribadi penulis
Jalan di kawasan perumahan untuk staf Eropa. Dokumentasi pribadi penulis

Maka, rasa-rasanya, harusnya pemerintah ini malu dengan slogan "jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" (jasmerah) sebagaimana dikumandangkan Bung Karno. Atau, jangan-jangan bagi pemerintah slogan tersebut hanya menjadi senandung kosong yang dinyanyikan untuk sekedar hiburan di saat lelah? Mari kita menjadi penyaksi yang kritis.

RUJUKAN

Knight, G. Roger.2013. Commodities and Colonialism: The Story of Big Sugar in Indonesia, 1880-1942. Leiden: Brill

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun