Belanda sebagai respons terhadap perang di wilayah Hindia-Belanda, pada era 1930-an menyebabkan hancurnya industri gula. Penyusutan lahan tanam tebu dilakukan untuk melakukan penyelamatan.Â
Sayangnya, akibat krisis ekonomi dunia dan kebijakan ekobomi otoriter pemerintahPG Gunungsari termasuk yang terdampak secara serius dari kondisi tersebut. Lahannya menyusut menjadi 31 hektar dan hasil panennya digiling di PG Semboro yang masih beroperasi di tengah krisis (Nurcahyo, 2011). Ketika Jepang menduduki Jember, PG Gunungsari dan PG Bedadung tidak lagi bisa beroperasi karena banyak peralatan yang rusak akibat perang (Prakosajaya et al, 2020).Â
GEDUNG DAN RERUNTUHAN YANG MENUNGGU LENYAP
Semua kemegahan PG Gunungsari yang hanya beroperasi singkat tersebut, sepertinya akan segera lenyap dari bumi Kencong, Jember. Mengapa? Bekas pabriknya sudah tidak terawat lagi. Mungkin karena sudah tidak dapat beroperasi lagi, maka tidak ada upaya khusus untuk menjaga dan merawatnya sebagai warisan kolonial Belanda.Â
Perang di zaman Jepang dikatakan menjadi salah penyebab rusaknya area pabrik. Walaupun demikian, tentu tidak semua rusak dan sejatinya masih bisa diperbaiki kalau memang ada niat dan kebijakan yang terarah. Memang bukan untuk kepentingan produksi, tetapi setidaknya bisa digunakan untuk kepentingan lain.
Kalau dijaga dan dirawat secara serius, kawasan pabrik, perkantoran, dan perumahan PG Gunungsari bisa menjadi cagar budaya yang selain bisa dikembangkan untuk wisata edukasi, juga bisa dipromosikan ke Belanda dan Eropa agar keturunan dari pemilik HVA dan staf yang pernah bekerja di sana bisa menengok tempat para leluhur mereka di Hindia Belanda.
Saya membayangkan, seandainya pabrik PG Gunungsari masih terawat dengan baik, para pelajar dan mahasiswa bisa diajak berkeliling untuk menelusuri satu demi satu gedung pabrik dan pemukiman yang pembangunannya menelan biaya sebesar 15.000.000 gulden tersebut .Â
Mereka bisa diajak menelusuri sisi demi sisi yang akan membawa imajinasi ke dalam peristiwa di masa kolonial ketika para tuan Eropa berjas putih memerintahkan buruh pribumi untuk melakukan penggilingan tebu. Termasuk, bagaimana mesin-mesin canggih dan pembangkit listrik untuk keperluan produksi.