Begitupula air, udara, api, matahari, bulan, gunung, sungai, laut, dan hutan berperan penting bagi manusia dan makhluk lainnya. Maka, dalam prinsip hidup orang Jawa, tidak diperkenankan untuk mengabaikan semua elemen kehidupan.Â
Bahkan, benda mati seperti wadah dari bambu dan tanah liat, memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan mereka.Dengan kata lain, melalui aneka macam barang yang dihadirkan dalam sesajen, para leluhur Curahnongko yang sebagian besar berasal dari etnis Jawa dan sebagian kecil Madura sejatinya ingin menyampaikan pesan kepada orang-orang di masa lalu dan di masa kini.
Mereka merupakan makhluk yang sudah seharusnya terus mengusahakan upaya simbolik dan praksis untuk mengapresiasi alam semesta dan beragam isinya yang berkontribusi penting bagi kehidupan di bumi Curahnongko.
Bagi saya, upaya Kades Wiwhin untuk menghadirkan sesajen jangkep (lengkap) untuk persiapan ruwatan merupakan bentuk kesadaran kultural. Ia meminta bantuan tokoh adat, Mbah Jumitun, untuk menyiapkan sesajen sebagaimana yang diwariskan para leluhur di Curahnongko.Â
Mbah Jumitun adalah perempuan adat yang mendapat pengetahuan tentang sesajen secara turun-temurun dari para leluhur. Beruntunglah warga Curahnongko masih memiliki Mbah Jumitun yang sewaktu mudanya aktif di pertunjukan wayang dan sering membantu orang tua untuk menyiapkan sesajen.Â
Kalau sudah tidak ada pemimpin yang memiliki kesadaran tersebut, bisa dipastikan sesajen untuk Sedekah Bumi akan punah dari ruang desa. Apalagi kalau sudah ada pihak-pihak tertentu yang mengkaitkannya dengan makan untuk jin dan perbuatan syirik.Â
Maka, saya sangat bahagia ketika Kades Wiwhin mengatakan telah meminta aparat desa untuk mencatat sesajen yang dibutuhkan untuk Sedekah Bumi sehingga bisa ditularkan kepada generasi muda dan warga masyarakat lainnya.