Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sedekah Bumi dan Pesan Ekokultural dari Curahnongko Jember

31 Agustus 2022   15:39 Diperbarui: 2 September 2022   05:28 1777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Curahnongko menunggu pembagian gunungan hasil bumi. | Dokumentasi pribadi penulis

Mendung begitu syahdu, menggelayut manja di atas Desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo, Jember. Hari itu, Minggu, 28/8/22, selepas dzuhur, desa yang sehari-hari di musim kemarau cukup panas terasa begitu sejuk. 

Bahkan, ketika saya baru sampai di Curahnongko setelah menempuh hampir 1,5 jam perjalanan melintasi beberapa perkebunan di kawasan selatan Jember, cuaca pagi cukup panas. Namun, selepas dzuhur, mendung perlahan hadir menjadi 'payung.' 

Bukit-bukit yang tampak perkasa mengelilingi desa, seperti ingin ikut menikmati sebuah gelaran budaya yang diselenggarakan Pemerintah Desa (Pemdes) Curahnongko dan warga masyarakat secara gotong royong.

Jalan di kawasan perkebunan menuju Desa Curahnongko.| Dokumentasi pribadi penulis
Jalan di kawasan perkebunan menuju Desa Curahnongko.| Dokumentasi pribadi penulis

Gelaran tersebut adalah Sedekah Bumi yang dimeriahkan dengan Arak-arakan Gunungan Hasil Bumi, Wayang Ruwatan, dan Gelar Wayang Semalam Suntuk. 

Ketiga acara tersebut menunjukkan adanya keseriusan untuk memeriahkan ritual yang sudah beberapa tahun tidak dilaksanakan, baik sebelum atau ketika pandemi. Kepada Desa (Kades) Ismail Nawawi pun mengerahkan aparat pemdes untuk menyukseskan hajatan bersama tersebut.

Sejak pagi, geliat untuk menyiapkan hajatan Sedekah Bumi sudah terasa di desa yang berada di pinggir hutan dan perkebunan kawasan selatan, sekira 1 jam 15 menit dari arah kota Jember. Kades Ismael Nawawi atau biasa dipanggil Kades Wiwhin itu memimpin langsung persiapan di Balai Desa. 

Ia mengarahkan para perangkat desa dan warga yang membantu pelaksanaan. Sebagai pemimpin desa, ia tidak ingin hanya main perintah, tetapi terlibat langsung dengan mengarahkan hal-hal yang dirasa belum sesuai dengan rencana. 

Kades Wiwhin mengajak panitia menikmati sarapan di Balai Desa Curahnongko.| Dokumentasi pribadi penulis
Kades Wiwhin mengajak panitia menikmati sarapan di Balai Desa Curahnongko.| Dokumentasi pribadi penulis
Sedekah Bumi merupakan ritual tahunan yang diselenggarakan di banyak desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di kawasan seperti Lamongan dan Sragen, orang menyebutnya dengan Nyadran. Di Tuban, masyarakat desa menyebutnya Manganan. Sementara ada juga yang menyebut Bersih Desa. 

Substansi dari ritual Sedekah Bumi adalah untuk mengucapkan syukur dan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Mahaesa agar warga masyarakat desa diberikan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.

SESAJEN UNTUK RUWATAN

Salah salah satu unsur yang harus dipersiapkan secara sungguh-sungguh adalah sesajen untuk pelaksanaan wayang ruwatan. Sesajen adalah aneka sajian yang terdiri atas makanan, minuman, sayur, buah-buahan, dan benda-benda lain yang menyimbolkan usaha untuk terus membangun relasi harmonis dengan alam semesta dan isinya serta Tuhan Yang Mahakuasa. 

Aneka sesajen untuk wayang ruwatan.| Dokumentasi pribadi penulis
Aneka sesajen untuk wayang ruwatan.| Dokumentasi pribadi penulis

Ini sesuai dengan maksud diselenggarakannya wayang ruwatan, yakni untuk mencegah terjadinya hal buruk dalam kehidupan kepala desa, perangkat desa, dan warga masyarakat. Selain itu, ruwatan juga dimaksudkan untuk mendoakan keselamatan dan kesejahteraan bagi masyarakat desa Curahnongko.

Artinya, sesajen dalam wayang ruwatan bukanlah sesuatu yang bersifat syirik, tetapi ekspresi simbolis masyarakat desa untuk terus mengupayakan terjadinya pemahaman dan komunikasi yang indah dengan alam semesta beserta kompleksitas isinya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Mahakuasa. 

Aneka bubur/jenang. | Dokumentasi pribadi penulis
Aneka bubur/jenang. | Dokumentasi pribadi penulis

Itulah mengapa dalam sesajen terdapat nasi berbentuk kerucut seperti bukit atau gunung, bubur (jenang) warna-warni, ayam ingkung, telur, aneka macam pala pendem (seperti singkong, talas, dan ubi-ubian), ketupat, lepet, kue, ketam, kelapa, pisang, labuh masak, aneka wadah berbahan bambu, dan yang lain.

Semua itu merupakan simbol bagaimana manusia desa harus bisa memahami dan menghormati apa-apa yang sudah diciptakan dan dianugerahkan oleh Tuhan di alam semesta, bukan menyembahnya, seperti yang banyak dituduhkan oleh pihak-pihak yang tidak paham.

Aneka pala pendem, kupat, lepet, dll. | Dokumentasi pribadi penulis
Aneka pala pendem, kupat, lepet, dll. | Dokumentasi pribadi penulis

Manusia adalah salah satu makhluk yang tidak boleh sombong karena dalam kehidupan ini mereka tidak sendirian. Makhluk-makhluk lain juga menjalani kehidupan mereka. 

Tumbuh-tumbuhan, hewan, makhluk ghaib, bahkan mikroorganisme ikut berkontribusi dalam mengisi dan menjadikan kehidupan berjalan di alam semesta.

Ayam ingkung (rasulan), nasi, kembang, dan wadah dari tanah liat.| Dokumentasi pribadi penulis
Ayam ingkung (rasulan), nasi, kembang, dan wadah dari tanah liat.| Dokumentasi pribadi penulis

Begitupula air, udara, api, matahari, bulan, gunung, sungai, laut, dan hutan berperan penting bagi manusia dan makhluk lainnya. Maka, dalam prinsip hidup orang Jawa, tidak diperkenankan untuk mengabaikan semua elemen kehidupan. 

Bahkan, benda mati seperti wadah dari bambu dan tanah liat, memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan mereka.Dengan kata lain, melalui aneka macam barang yang dihadirkan dalam sesajen, para leluhur Curahnongko yang sebagian besar berasal dari etnis Jawa dan sebagian kecil Madura sejatinya ingin menyampaikan pesan kepada orang-orang di masa lalu dan di masa kini.

Aneka wadah dari bambu. | Dokumentasi pribadi penulis
Aneka wadah dari bambu. | Dokumentasi pribadi penulis

Mereka merupakan makhluk yang sudah seharusnya terus mengusahakan upaya simbolik dan praksis untuk mengapresiasi alam semesta dan beragam isinya yang berkontribusi penting bagi kehidupan di bumi Curahnongko.

Bagi saya, upaya Kades Wiwhin untuk menghadirkan sesajen jangkep (lengkap) untuk persiapan ruwatan merupakan bentuk kesadaran kultural. Ia meminta bantuan tokoh adat, Mbah Jumitun, untuk menyiapkan sesajen sebagaimana yang diwariskan para leluhur di Curahnongko. 

Mbah Jumitun bersama dalang ruwat. | Dokumentasi pribadi penulis
Mbah Jumitun bersama dalang ruwat. | Dokumentasi pribadi penulis

Mbah Jumitun adalah perempuan adat yang mendapat pengetahuan tentang sesajen secara turun-temurun dari para leluhur. Beruntunglah warga Curahnongko masih memiliki Mbah Jumitun yang sewaktu mudanya aktif di pertunjukan wayang dan sering membantu orang tua untuk menyiapkan sesajen. 

Kalau sudah tidak ada pemimpin yang memiliki kesadaran tersebut, bisa dipastikan sesajen untuk Sedekah Bumi akan punah dari ruang desa. Apalagi kalau sudah ada pihak-pihak tertentu yang mengkaitkannya dengan makan untuk jin dan perbuatan syirik. 

Aneka sesajen siap menyempurnakan pertunjukan wayang ruwatan.| Dokumentasi pribadi penulis
Aneka sesajen siap menyempurnakan pertunjukan wayang ruwatan.| Dokumentasi pribadi penulis

Maka, saya sangat bahagia ketika Kades Wiwhin mengatakan telah meminta aparat desa untuk mencatat sesajen yang dibutuhkan untuk Sedekah Bumi sehingga bisa ditularkan kepada generasi muda dan warga masyarakat lainnya.

ARAK-ARAKAN GUNUNGAN HASIL BUMI

Setelah selesai menyiapkan kelengkapan wayang ruwatan, seperti sesajen dan sound system, Kades Wiwhin pun segera mengajak perangkat desanya untuk menyiapkan Arak-arakan Hasil Bumi yang mengambil start di lapangan desa dan berakhir di balai desa. 

Arak-arakan bergerak menuju balai desa.| Dokumentasi pribadi penulis
Arak-arakan bergerak menuju balai desa.| Dokumentasi pribadi penulis

Sekira dua puluh gunungan hasil bumi disiapkan oleh masing-masing rukun warga dan dusun secara bergotong-royong. Warga membawa padi, jagung, sayur-mayur, buah-buahan, dan bahan-bahan lain untuk membuat gunungan.

Wujud gunungan dipilih karena masyarakat memahami gunung sebagai bagian alam yang bermakna puncak bagi religiusitas manusia dan bermakna kebaikan karena memberikan banyak hal untuk kehidupan manusia. 

Warga mengarak gunungan.| Dokumentasi pribadi penulis
Warga mengarak gunungan.| Dokumentasi pribadi penulis

Manusia menemukan makna-makna religiusitas dengan menjadikan gunung sebagai tempat tertinggi dan hening untuk menyempurnakan batin dalam meyakini kekuatan adikodrati yang tak bisa disentuh dan dilihat, Tuhan Yang Mahaberkehendak.

Gunung juga memungkinkan kehidupan manusia dan banyak makhluk hidup berlangsung. Aliran sungai yang mata airnya dari gunung, aneka tanaman yang bisa dikonsumsi dan dimanfaatkan untuk keperluan lain, dan bermacam kayu untuk keperluan pemukiman menjadi bukti betapa pentingnya posisi gunung bagi kehidupan masyarakat. 

Tidak mengherankan, dalam wayang Jawa, gunungan berperan penting dalam cerita, seperti pembuka dan penutup cerita, pergantian adegan, dan untuk menggambarkan fenomena alam seperti terjadinya angin dan halilintar.

Maka, dibuat dan diaraknya gunnungan hasil bumi dalam Sedekah Bumi merupakan upaya kultural untuk mengajak warga masyarakat untuk terus mencintai gunung, bukit, dan lingkungan alam karena mereka sudah memberikan yang terbaik untuk kehidupan manusia. 

Seorang warga mengabadikan arak-arakan. | Dokumentasi pribadi penulis
Seorang warga mengabadikan arak-arakan. | Dokumentasi pribadi penulis

Kondisi alam Curahnongko yang dikelilingi bukit dan dekat dengan kawasan hutan dan perkebunan merupakan realitas yang sesuai dengan tujuan dibuatnya gunungan. 

Maka selain bersedekah, memberikan hasil bumi untuk membuat gunungan, warga masyarakat juga diajak untuk terus menjaga sikap menghormati alam dan tidak melakukan perusakan dan eksploitasi yang bisa berdampak bahaya bagia kehidupan mereka sendiri.

Semakin sore warga semakin berjubel.| Dokumentasi pribadi penulis
Semakin sore warga semakin berjubel.| Dokumentasi pribadi penulis

Adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri, bahwa terdapat warga yang menggarap lahan di perbukitan. Mereka membuka lahan untuk melakukan aktivitas pertanian sebagai cara untuk bertahan hidup. 

Memang sampai dengan saat ini, tidak ada masalah lingkungan seperti kekurangan sumber air ataupun longsor yang terjadi. Namun, perlu diingatkan untuk tidak melakukan aktivitas yang membahayakan lingkungan dan bisa berdampak buruk kepada kehidupan masyarakat. 

Gunungan utama diletakkan di atas mobil jeep.| Dokumentasi pribadi penulis
Gunungan utama diletakkan di atas mobil jeep.| Dokumentasi pribadi penulis

Arak-arakan Gunungan merupakan salah satu cara untuk mengajak masyarakat untuk tidak merusak hutan dan terus mencintai bumi dan lingkungan alam. Ajakan tersebut perlu dilakukan dengan riang gembira (bungah) agar masyarakat tidak merasa dipaksa. 

Pilihan Kades dan perangkat desa untuk berjalan sepanjang 1 KM dari Lapangan Desa ke Balai Desa merupakan upaya untuk menyapa dan mengajak warga Curahnongko untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian lingkungan alam.

Semangat warga memikul gunungan.| Dokumentasi pribadi penulis
Semangat warga memikul gunungan.| Dokumentasi pribadi penulis

Arak-arakan sebagai ekspresi kultural dipilih karena warga masyarakat desa memang menyukai aktivitas yang menghibur tetapi tetap membawa pesan-pesan ekologis berupa ajakan untuk mencintai lingkungan. 

Di sepanjang jalan, warga berjubel menyambut Kades beserta keluarganya, perangkat desa, dan perwakilan warga yang mengenakan busan adat sederhana diikuti para pengusung gunungan yang cukup bersemangat. 

Meskipun berat, karena dipikul oleh beberapa orang, maka gunungan terasa ringan. Terbukti, di pertigaan menuju balai desa, mereka melakukan atraksi, membuat gerakan berputar beberapa kali. Warga pun menyambut atraksi itu dengan gembira.

WAYANG RUWATAN

Sesampai di balai desa, rombongan peserta arak-arakan disambut oleh lantunan gamelan Jawa yang bersiap mengiringi dalang untuk melakukan ruwatan. Sebelum memulai pertunjukan untuk ruwatan, dalang memotong sedikit rambut dari Kades Wiwhin. 

Rambut adalah sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Keikhlasan untuk memotong rambut merupakan tanda kesiapan untuk mengorbankan sesuatu yang berharga dalam kehidupan untuk mendapatkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.

Ruwatan dalam tradisi Jawa ditujukan untuk membersihkan manusia dari bermacam keburukan yang bisa menimpah mereka serta agar terhindar dari sifat yang buruk seperti rakus dan merusak. 

Maka, cerita tentang Betara Kala seringkali disajikan dalam wayang ruwatan. Betara Kala adalah figur raksasa dalam wayang kulit yang digambarkan menguasai waktu dan berpengaruh dalam menyebar keburuhkan.

Kades Wiwhin menjadi pihak yang diruwat karena ia adalah pemimpin desa. Dengan diruwatnya Kades Wiwhin, maka dalang sejatinya bermaksud meruwat seluruh warga Curahnongko agar mereka bisa terhindar dari berbagai macam keburukan, kejahatan, bencana, dan yang lain. 

Dengan diruwat, warga bisa memiliki energi yang berlimpah untuk mendapatkan kebaikan dan kesejahteraan. Selain itu, dengan ruwatan, warga masyarakat diharapkan bisa mengurangi sifat dan tindakan rakus yang merusak tatanan kehidupan dan relasi kosmologis antara manusia, alam, dan Tuhan.

Selesai wayang ruwatan, Kades Wiwhin membagikan hasil bumi yang ada di gunungan. Warga masyarakat pun berebut untuk mendapatkan sayur, padi, jagung, dan buah-buahan. Bagi mereka, hasil bumi yang sudah didoakan bersama dalam ruwatan akan berdampak positif ketika di makan ataupun dijadikan tambahan bibit. 

Kades membagikan hasil bumi selepas wayang ruwatan. Dok. panitia
Kades membagikan hasil bumi selepas wayang ruwatan. Dok. panitia

Harapannya, doa itu akan menjadi energi baik yang melekat pada hasil bumi sehingga warga yang mendapatkan bisa mendapatkan kebaikan. Yang memberikan energi kebaikan melalui hasil bumi tersebut tentu saja adalah Tuhan Yang Mahakuasa. Jadi, itu bukanlah tindakan syirik, karena semua doa ditujukan kepada Tuhan dan segala kuasa-Nya.

PESAN EKOKULTURAL

Dari paparan di atas kita bisa membaca Sedekah Bumi sebagai pesan eko-kultural yang menekankan upaya kultural manusia untuk menjaga relasi harmonis dengan alam lingkungan dan Tuhan, meskipun mereka saat ini tengah hidup di era modern. 

Warga membawa dan menikmati buah-buahan yang mereka dapatkan dari rebutan gunungan hasil bumi.| Dokumentasi pribadi penulis
Warga membawa dan menikmati buah-buahan yang mereka dapatkan dari rebutan gunungan hasil bumi.| Dokumentasi pribadi penulis

Mengapa pesan eko-kultural? Karena Sedekah Bumi mendorong masyarakat untuk terus membangun hubungan yang baik dengan alam semesta sebagai karunia Tuhan dengan tindakan-tindakan kultural yang tidak dogmatis, tetapi dilakukan riang gembira.

Menyebarluaskan gagasan tentang kesadaran ekologis bisa dilakukan dengan bermacam ekspresi, termasuk ekspresi kultural. Selain memberikan kesempatan warga masyarakat untuk berpartisipasi secara gotong-royong, para seniman dan pemilik salon pun bisa mendapatkan rezeki. 

Sedekah Bumi mengajarkan kepada generasi penerus tentang pentingnya untuk terus menghormati bumi, alam semesta dan segenap isinya sebagai karunia Tuhan. Kalau kesadaran ekologis bisa terus digerakkan dengan bermacam ekspresi kultural, maka masyarakat pun bisa diajak berpikir tanggung jawab secara moral dan praksis terhadap keberlanjutan hidup di atas bumi ini.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun