Meskipun mayoritas mereka bukanlah warga Osing, penderitaan yang mereka hadapi sudah semestinya menjadi pertimbangan untuk menumbuhkan solidaritas sebagai sesama warga Banyuwangi.Â
Kehadiran investasi di sektor pariwisata yang mulai masuk ke kawasan subur di banyak kabupaten, diakui atau tidak, bisa mengurangi ruang hidup warga yang hidup dari sektor pertanian. Dan, kekayaan adat dan budaya lokal tumbuh dan berkembang dari tradisi agraris.Â
Ketika lahan untuk bercocok tanam semakin berkurang, implikasi destruktifnya adalah semakin berkurangnya ruang untuk menjalankan aktivitas kehidupan dan praktik kultural. Â Â
Terkait budaya lokal, masyarakat adat juga berhak untuk memelihara, melindungi, dan mengembangkan perwujudan budaya mereka di masa lalu, sekarang, dan masa depan, seperti situs arkeologi dan sejarah, artefak, desain, upacara, teknologi, serta seni visual dan pertunjukan serta sastra.Â
Masyarakat adat memiliki hak untuk mewujudkan, mempraktikkan, mengembangkan dan mengajarkan tradisi spiritual dan agama, adat istiadat dan upacara mereka; hak untuk memelihara, melindungi, dan memiliki akses privasi ke situs agama dan budaya mereka; hak untuk menggunakan dan mengontrol benda-benda seremonial mereka.Â
Masyarakat adat memiliki hak untuk merevitalisasi, menggunakan, mengembangkan dan meneruskan kepada generasi mendatang sejarah, bahasa, tradisi lisan, filosofi, sistem penulisan dan kesusastraan mereka, dan untuk menunjuk dan mempertahankan nama mereka sendiri untuk komunitas, tempat dan warga.Â
Dalam idealisasi PBB, Negara diharuskan untuk membuat kebijakan dan mekanisme yang menjamin dan memastikan pelaksanaan hak-hak tersebut. Tentu ini bukan persoalan mudah, karena, sebagaimana saya singgung dalam awal tulisan, Negara akan berhitung untung-rugi.Â
Negara juga bisa berargumen bahwa sudah ada UU Pemajuan Kebudayaan yang menjadi landasan konstitusional dalam melestarikan, mengembangkan, dan memberdayakan budaya lokal.Â
Masalahnya, sampai sekarang, implementasi UU tersebut kurang menyentuh akar permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku di wilayah lokal. Juga, karena bersifat umum, UU ini juga tidak memberikan jaminan konstitusional secara khusus kepada masyarakat adat.Â
Bisa jadi, pemerintah daerah mengatakan bahwa mereka membantu pendanaan ritual dan sanggar seni, tetapi itu semua dilakukan dalam rangka meramaikan pariwisata dengan prinsip transformasi dan glamorisasi yang seringkali meminggirkan substansi.Â