Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ngais Gunung: Pengetahuan dan Teknologi Terasering di Jawa Barat

2 Juli 2022   05:46 Diperbarui: 2 Juli 2022   11:42 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terasering Panyaweuyan Majalengka. Dok. jabar.tribunnews.com 

Maka, bagi saya, apa yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat dengan menyiapkan kajian terkait ngais gunung merupakan langkah tepat. Setidaknya, Dinas akan mendapatkan modal kultural untuk mendesain kebijakan-kebijakan strategis terkait bagaimana semestinya pemerintah, akademisi, dan masyarakat menempatkan ngais pasir sebagai pengetahuan dan teknologi tradisional di tengah-tengah modernitas dengan beragam varian eksploitatifnya. 

Artinya, keinginan untuk menjadikan ngais pasir sebagai bagian warisan budaya tak benda Jawa Barat tidak berhenti pada kebahagiaan dan kebanggaan ketika pemerintah menetapkannya. Lebih dari itu, pemerintah Jawa Barat, para akademisi, dan masyarakat bisa bersama-sama memformulasi upaya-upaya strategis dan praksis untuk terus menyebarluaskan kesadaran dan signfikansi ngais pasir sebagai pengetahuan dan teknologi tradisional. 

NGAIS GUNUNG/NGAIS PASIR: PENGETAHUAN EKOLOGIS DAN TEKNOLOGI TRADISIONAL

Diakui atau tidak, manusia adalah subjek yang ingin terus memanfaatkan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun, bagi mereka yang menekankan relasi harmonis antara manusia dengan alam, sesama manusia, sesama makhluk, dan Tuhan, kebutuhan untuk mendapatkan manfaat maksimal akan dibarengi upaya serius untuk memformulasi dan mempraktikkan aktivitas yang menimbulkan permasalahan ekologis serius. 

Terasering Panyaweuyan. Dok. Wikipedia.org
Terasering Panyaweuyan. Dok. Wikipedia.org

Memang, di tengah-tengah praktik modernitas dan praktik revolusi hijau yang sangat massif, semakin sulit menemukan praktik pertanian yang benar-benar pro-keberlanjutan alam. Ekspansi lahan pegunungan yang dulunya merupakan ekosistem hutan untuk lahan pertanian merupakan salah satu bukti betapa hasrat dan kehendak manusia untuk menikmati kemajuan hidup bisa berdampak serius terhadap lingkungan. 

Yang lebih mengerikan adalah ketika proses bertani di lahan dengan kemiringan berbahaya tidak mengindahkan kaidah ekologis yang tepat. Dalam konteks demikian, pilihan para petani untuk mempertahankan dan menjalankan ngais pasir sebagai warisan nenek moyang merupakan wujud nyata bagaimana mereka berusaha untuk mencegah berlangsungnya permasalahan lingkungan yang merugikan diri mereka sendiri dan membahayakan warga lain di tempat yang lebih rendah. 

Itulah mengapa saya lebih suka menyebut ngais pasir sebagai pengetahuan ekologis tradisional (selanjutnya disingkat PET) yang menghasilkan rekayasa teknologi. PET merupakan tubuh pengetahuan yang dibangun berdasarkan keyakinan kosmologis dalam masyarakat lokal atau masyarakat non-industrial yang menekankan relasi manusia dengan  lingkungan dan makhluk hidup lain. 

PET berfungsi sebagai (a) sumber sistem pengaturan pertanian, hewan ternak, sumberdaya alam, konservasi dan perubahan iklim yang digunakan di masa lalu dan ditransfer ke masa kini; (b) nilai dan etika yang mendasari tindakan manusia terkait lingkungan dan semua makhluknya; dan (c) aspek penting yang berkontribusi untuk membentuk identitas budaya (Houde 2007; Menzies and Butler 2006, 2; Berkes 2008; Shackerrof & Campbell 2007; Whyte 2013; Vinyeta & Lynn 2013; Brosius 1997; da Cunha and de Almaida 2000).

Terasering Panyaweuyan dan tanaman sayur-mayur. Dok. IG terasering_panyaweuyan 
Terasering Panyaweuyan dan tanaman sayur-mayur. Dok. IG terasering_panyaweuyan 

Senada, Berkes (1993: 4) menjelaskan bahwa PET bersifat kualitatif, memiliki komponen intuitif, menyeluruh, menyatu antara apa yang ada di dalam pikiran dan di dalam material, berkaitan dengan nilai dan moral, spiritual, berdasarkan observasi empiris dan akumulasi fakta, berbasis data yang berasal dari penggunaan langsung, dan data diakronis (dari masa lalu ke masa kini dan konteksnya). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun