Setelah si subjek bertemu dengan keluarga di kampung, biasanya ia dan keluarganya menangis serta memeluk pemandu sembari mengucapkan terima kasih. Sesudahnya, pemandu memberikan sejumlah uang kepada si subjek untuk membeli keperluan-keperluan keluarganya.Â
KEMISKINAN DAN DATANGNYA SANG PENOLONGÂ
Penderitaan, kemelaratan, dan kesengsaraan merupakan bagian tidak bisa dipisahkan dari kemiskinan. Di Indonesia problem kemiskinan merupakan realitas yang dialami sebagian besar warga negara yang dikatakan gemah ripa loh jinawi ini. Dari zaman penjajahan hingga zaman reformasi ini, ternyata kemiskinan masih saja menjadi satu "wacana besar" yang menempati 'posisi terhormat' dalam setiap perdebatan akademik para ilmuwan hingga program-program pemerintah.Â
Wacana kemiskinan telah bergulir menjadi formasi diskursif di mana banyak ilmuwan membicarakannya dalam berbagai seminar dan simposium yang berusaha menemukan solusi-solusi strategis. Di level pemerintah, dari masa ke masa, aparat birokrasi telah berusaha menjadikan kemiskinan sebagai tema utama dalam kebijakan-kebijakan pembangunan yang selalu dikatakan pro-rakyat, meskipun kenyataannya sangat jauh dari harapan.
Pada masa pemerintah Orde Baru, misalnya, kita mengenal program PELITA (Pembangunan Lima Tahun) yang dikatakan bisa meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia, meskipun dalam realitasnya cenderung menguntungkan segelintir orang bermodal besar yang juga dekat dengan lingkaran pejabat.Â
Pada masa reformasi, sebagaimana disinggung sebelumnya, pengurangan tingkat kemiskinan juga tetap menjadi prioritas program yang mendesak untuk direalisasikan. Sebagai akibatnya pemerintah membuat kebijakan untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) berupa pemberian subsidi langsung kepada rakyat yang didata sebagai subjek orang miskin, meskipun dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan masalah.
Rupa-rupanya acara reality show bagi-bagi rezeki juga tidak bisa dilepaskan dari wacana besar kemiskinan. Para kreator acara ternyata benar-benar peka bahwa kemiskinan telah menjadi realitas sosial yang dialami oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Apalagi hampir setiap hari siaran berita di masing-masing televisi selalu saja menyuguhkan wacana kemiskinan, mulai dari sengsaranya rakyat miskin ketika harga beras naik hingga tangis menyayat para ibu yang rumahnya menjadi sasaran penggusuran.Â
Tanpa disadari, kemiskinan telah menimbulkan empati dalam benak masing-masing penduduk Indonesia. Maka, kreator acara bisa dianggap memiliki kecerdasan dan kepekaan terhadap kondisi keseharian rakyat kecil ketika mereka membuat acara reality show yang membagi-bagikan rezeki kepada mereka.Â
Dengan kata lain, kreator menggunakan kemiskinan sebagai 'bahan dasar' acara-acaranya. Dan, bisa ditebak, acara-acara tersebut langsung mendapat sambutan positif dari masyarakat karena mereka sudah lama merasakan penderitaan sehingga melalui acara-acara tersebut mereka menemukan sosok "sang penolong" dermawan di tengah-tengah penderitaan.
Kemurahan hati dan kedermawanan yang mengedepankan kepedulian dan kedermawanan kepada sesama, dengan demikian, menjadi wacana turunan dari wacana besar bernama kemiskinan. Dan dalam kehidupan sosio-kultural sebenarnya kita bisa menjumpai kedermawanan sebagai praktik yang dianjurkan oleh semua agama.Â
Dalam cerita rakyat kita juga sering mendengar hadirnya tokoh-tokoh mesian yang membantu rakyat jelata. Bahkan konsep kedermawanan juga sering digunakan oleh agama atau partai politik tertentu untuk melancarkan misi keagamaan atau politisnya. Dengan kata lain kedermawanan bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sosial masyarakat.Â