Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Gembyangan Waranggono, Pelestarian Tayub Nganjuk dalam Kerangka Wisata Budaya

5 April 2022   04:34 Diperbarui: 6 April 2022   20:49 2367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi Gembyangan Waranggono. Dok. www.infobudaya.com

Untuk menjalankan kepentingan tersebut, paling tidak, terdapat tiga model inkorporasi dan komodifikasi yang dilakukan oleh rezim negara di tingkat kabupaten. 

Pertama, menginkorporasi pelaksaan ritual atau ekspresi kultural lainnya dengan memberikan sentuhan-sentuhan baru yang lebih atraktif secara visual, tanpa menghilangkan esensi dari kegiatan yang sudah ada sebelumnya di tengah-tengah masyarakat. Gembyangan Waranggono masuk dalam kategori ini. 

Kedua, menciptakan ritual baru yang sebelumnya tidak ada di masyarakat dengan melibatkan tokoh-tokoh adat ataupun para pelaku dari kesenian yang terkenal di masyarakat. 

Ketiga, membuat kegiatan karnaval yang menggunakan kekayaan budaya lokal sekedar sebagai materi mentah untuk diolah-kembali dalam tampilan yang lebih glamor dan meng-global. Banyuwangi Ethno Carnival dan Solo Batik Carnival merupakan dua contoh tipikal dari model ini.

URUTAN PROSESI

Kembali ke Gembyangan Waranggono, sebagaimana kami jelaskan pada awal subbab ini, ritual ini pada awalnya merupakan ritual bersih desa yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat di Dusun Ngrajek. Acara bersih desa di Ngrajek selalu dipadati pengunjung, karena mereka ingin melihat bagaimana ritual dijalankan serta wisuda para waranggono yunior. Keramaian acara inilah yang memunculkan inisiatif dari birokrat untuk me-mermak-ulang ritual dalam format yang lebih atraktif. 

Setelah sebelumnya para calon waranggono diharuskan magang dan dilatih di Padepokan Langen Tayub selama bebera bulan, mereka diperbolehkan untuk mengikuti ritual ini. Proses magang ini, tentu saja, bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan koreografis dan tembang kepada para calon waranggono agar mereka siap untuk menghibur para pengibing kelak ketika mereka sudah terjun langsung dalam pertunjukan yang sebenarnya. 

Para calon waranggono akan dilatih para waranggono senior maupun para pakar tayub dan pengrawit. Kepentingan transfer pengetahuan tari dan gending yang tidak melenceng dari pakem (yang sebenarnya juga sudah ditertibkan sejak era Orde Baru) mendorong lahirnya proses regenerasi formal. 

Dari kegiatan magang ini, aparatur negara memang memberikan bekal dan kemampuan kreatif bagi calon waranggono melalui kepakaran para senior mereka. Namun, di sisi lain, juga menegaskan kehadiran dan kendali negara dalam proses regenerasi kultural di tengah-tengah masyarakat, sehingga segala macam hasrat kultural masyarakat tetap bisa diawasi dan diarahkan. 

Adapun urutan prosesi Gembyangan Waranggono, bisa diperikan sebagai berikut. Pertama, para calon waranggono dan waranggono senior berkumpul di balai desa, untuk selanjutnya dikirab menuju Padepokan Langen Tayub. Kedua, para calon waranggono dan waranggono senior duduk di tempat yang telah disediakan di oleh panitia. 

Pinisepuh menyiapkan ritual. Dok. www.infobudaya.com
Pinisepuh menyiapkan ritual. Dok. www.infobudaya.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun