Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi (Bangsa) Ngepop: Budaya Pop dan Transformasi Masyarakat

4 April 2022   06:00 Diperbarui: 5 April 2022   09:00 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pergelaran maestro Keroncong Indonesia, Endah Laras dan Danis Sugiyanto, serta grup Keroncong Rumput asal University of Richmond, Virginia, AS, pimpinan Profesor Andy McGraw, yang semua personilnya merupakan warga AS. (DOKUMENTASI KBRI WASHINGTON DC) 

Contoh menarik dari pemikiran tersebut adalah partikularitas selera kultural dan gaya hidup yang semakin beragam di kalangan kelas menengah kota atau masyarakat lokal, semisal, mereka ingin menemukan dan merasakan kembali etnisitas, religiusitas, maupun ke-primitif-an di tengah-tengah keseragaman kultural. 

Partikularitas tersebut sejalan dengan perayaan deskonstruktif posmodern terhadap kekakuan “subjek terpusat/modern” dan formasi diskursifnya, termasuk formulasi tipikal dalam genre sastra dan film, beragam teks, praktik, dan proses sosio-kultural yang sebelumnya menjadi liyan serta tidak masuk dalam narasi besar budaya modern. 

Perayaan terhadap “subjek yang tidak terpusat”, marjinalitas, lokalitas, mistisisme, pluralisme, eksotisme, fragmentasi, anti-narasi, keberbedaan, atomisasi individual, dan wacana-wacana yang membedakan dengan modernisme menjadi penegas eksistensi posmodernisme, baik dalam teks teoretis, sastra, media, maupun praktik-praktik dalam kehidupan nyata (Lyotard, 1984; Hutcheon, 1989; Harper, 1994; Ashley, 1994; Malpas, 2005)

Tidak mengherankan kalau saat ini menjamur rumah makan yang menyajikan masakan “bumbu ndeso”, paket wisata petualangan, program televisi dan konten media sosial yang menayangkan eksotisisme alam dan budaya masyarakat pedalaman, maupun film, sinetron, atau program teve lain yang menarasikan-ulang masa lalu tradisional. 

Apa yang perlu diperhatikan adalah bahwa kehadiran narasi-narasi terkait eksotisisme/etnisitas/tradisionalisme dalam teks budaya pop bukanlah dimaksudkan untuk memperkuat budaya lokal, tetapi sekadar menginkorporasi kerinduan pascamodernis masyarakat metropolitan sehingga bisa menghasilkan keuntungan finansial melimpah serta menyebarluaskan ideologi kapitalisme pasar. 

Kemasalampauan yang sangat kompleks bangsa Afrika dan Asia terkait, misalnya, dengan penjajahan dan peperangan dimodifikasi dengan prinsip penghapusan segala memori kengerian dan dihadirkan sebagai sarana rekreasi dimana orang bisa bahagia dan mentertawakan segala atraksi, figur, maupun peristiwa terkait masa lampau, sembari menikmati stereotipisasi-stereotipisasi ras, etnik, maupun gender yang terus berlanjut, seperti yang terjadi di Disneyland (Bryman, 1995; Byrne & McQuillan, 1999). 

Bahkan, teks, sejarah, keyakinan, dan praktik keagamaan menjadi representasi naratif dalam media dan produk-produk lain semakin populer saat ini (Einstein, 2008). Di Indonesia, contoh yang masih bisa kita ingat adalah tayangan Opera van Java (Trans TV).

Kelima, bentuk, genre, dan wacana teks budaya pop di negara-negara berkembang yang meniru formula serupa dari negara-negara maju seperti AS dan Eropa semakin memperkuat hasrat terhadap oksidentalisme, keinginan untuk meniru dan menjadi Barat dalam benak masyarakat pascakolonial (Venn, 2000). 

Nilai-nilai Barat tidak lagi harus ditakuti dan dilawan karena masyarakat memang sangat berhasrat terhadap aspek-aspek kemajuan, kebebasan, maupun kesejahteraan seperti yang berlangsung dalam masyarakat AS dan Eropa. 

Representasi dan wacana Barat menyebar secara wajar dalam musik, narasi televisi dan film, maupun tradisi kuliner dan fashion, baik yang diimpor dari luar negeri maupun yang diproduksi di dalam negeri dengan mengikuti formula Barat. 

BTS akan merilis edisi baru dari album BE pada 19 Februari 2021 (Soompi) 
BTS akan merilis edisi baru dari album BE pada 19 Februari 2021 (Soompi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun