Kalau kita menyimak pernyataan para elit Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya yang disiarkan banyak media arus utama, terdapat keseragaman untuk mengutuk secara membabi-buta tindakan Putin dan pemerintah Rusia dalam perang di Ukraina. Mayoritas mereka menempatkan Rusia sebagai pihak yang harus disalahkan.Â
Padahal, secara gamblang, Ukraina, AS dan NATO berperan menciptakan prakondisi untuk memancing kemarahan Rusia yang memicu dilaksanakannya operasi militer khusus. AS, misalnya, memberikan bantuan militer secara besar-besaran untuk Ukraina. Sementara, Ukraina berkeinginan untuk menjadi anggota NATO yang memungkinkan adanya pangkalan militer di perbatasan dengan Rusia. Â Â
Kalau kita perhatikan lagi, pola tersebut serupa dengan provokasi dan tuduhan yang dilakukan Barat dalam menanggapi eksalasi politik yang melibatkan Rusia dan Ukraina pada tahun 2014. Rumus yang dipakai elit politik dan media Barat adalah bahwa semua yang terjadi di Ukraina adalah kesalahan Moskowa.Â
'Aneksasi' Krimea, kecelakaan pesawat MH17, dan pemberontakan Donbass, semua diarahkan kepada nyala api yang dimainkan Rusia. Dengan sudut pandang ini, AS dan Uni Eropa tidak merasa bersalah dengan semua yang terjadi, demikian pula dengan para nasionalis Ukraina yang mencoba untuk memadamkan api.
Maka, menjadi bisa dipahami kalau sebagian besar elit AS dan sekutunya menempatkan Rusia sebagai pihak yang bersalah dalam perang di Ukraina. Demikian pula media yang bersepakat dengan rumus "Rusia salah" pasti akan memberikan berita yang mayoritas berpihak kepada Ukraina, meskipun terkadang harus dengan mengabarkan berita palsu dan melakukan propaganda.Â
Mereka mendapatkan kesempatan emas untuk mengkonstruksi beragam wacana terkait Rusia yang menakutkan, mengancam, dan menghancurkan negara-negara tetangganya, meskipun Perang Dingin sudah berakhir. Dengan kata lain, kita bisa melihat rasa takut sekaligus kebencian dan ketidaksukaan terhadap sepak terjang pemerintah Rusia di bawah kepemimpinan Putin.
MEMAKNAI RUSOFOBIA DALAM KONTEKS POLITIK
Realitas ketakukan dan kebencian itulah yang dinamakan Rusofobia (Russophobia). Andrei Tsygankov, profesor di Jurusan Ilmu Politik dan Hubungan Internasional San Francisco State University dalam bukunya Russophobia: Anti-Russian Lobby and American Foreign Policy (2009) mendefinisikan Rusofobia sebagai "ketakutan berlebihan terhadap sistem politik Rusia yang dipandang tidak sesuai dengan kepentingan dan nilai-nilai Barat pada umumnya dan AS pada khususnya". Â
Ketakutan tersebut mewujud dalam ragam bentuk kritik dan tuduhan terhadap Rusia yang tidak seimbang dan terdistorsi. Tidak hanya berhenti di situ, ketakutan dan kebencian juga berdampak kepada kebijakan luar negeri AS dan sekutunya terhadap Rusia.Â
Setidaknya, terdapat tiga mitos yang dikembangkan oleh Barat terkait Rusofobia, yakni kebangsaan, sistem politik, dan kebijakan luar negeri. Masing-masing aspek tersebut mendapatkan penggambaran stereotip yang terus diproduksi dan direproduksi dalam banyak pernyataan publik dan kebijakan Barat.
Pertama, dalam hal kebangsaan, Rusia digambarkan sebagai kekaisaran atau kekuasaan besar yang selalu menindas banyak bangsa. Mereka digambarkan selalu melakukann ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaan.Â