Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pengetahuan Ekologis Tradisional: Konsep Strategis, Masalah, dan Tantangan

8 Februari 2022   14:52 Diperbarui: 19 Februari 2022   13:54 2197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun demikian, bukan berarti bahwa tata kelola sumberdaya secara tradisional bukan tidak mungkin dilakukan. Beberapa kawasan di Kanada menerapkan kebijakan "sistem tata kelola berbasis lokal" melibatkan warga Indian dalam mengelola hutan model di mana mereka mendapatkan kendali yang lebih luas, termasuk merasakan capaian dari wilayah hutan. 

Realitas ini sebenarnya juga bisa dilakukan di Indonesia, asalkan pemerintah dan penguasaha swasta tidak rakus ingin mengeruk sumberdaya alam dengan mengabaikan PET dan tidak mengindahkan keterlibatan komunitas adat. Ironisnya, banyak kasus pertambangan dan perkebunan berskala massif di Indonesia memosisikan komunitas adat yang masih memegang teguh dan menjalankan PET sebagai pihak-pihak yang menghambat. 

Hal ini jelas membuktikan bahwa slogan budaya bangsa sebagai kekuatan bersama harus dikritisi. Bagaimanapun juga PET merupakan karakteristik lokal dalam memosisikan ekosistem dan semua komponennya. Kalau mereka yang membela ekosistem dan menjalankan PET diposisikan sebagai pihak pengambat untuk mendapatkan keuntungan berlimpah, maka sama saja budaya bangsa diabaikan demi komersialisasi ekologis.

Sebagai tambahan Berkes (2008: 17) berargumen bahwa sistem tradisional manajemen mensyaratkan institusi sosial yang tepat, rangkaian aturan-dalam-pegunungan, norma dan kode relasi sosial. Untuk kelompok pemburu, nelayan, atau petani yang saling tergantung, agar berfungsi secara efektif, harus ada organisasi sosial untuk koordinasi, kerjasama, dan pembuatan aturan. 

Institusi sosial bisa termasuk institusi pengetahuan yang membingkai proses ingatan sosial, kreativitas, dan pembelajaran. Tentu saja, terkait bentuk institusi sosial akan bergantung sepenuhnya pada kesepakatan dalam masyarakat atau antarkomunitas karena merekalah yang paham sepenuhnya apa-apa yang mereka butuhkan dari kehadiran lembaga.

Ketiga, pengetahuan faktual yang berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan di masa lalu dan masa kini. Pengetahuan ini menekankan aspek historisitas dari PET yang tidak hanya berhenti pada masa lalu ideal dan romantik, tetapi juga dinamika perkembangan dalam pengunaan, pengabaian, transmisi, dan tranformasi di masa kini. 

Cerita lisan ataupun prasasti bagaimana tanah, binatang, dan tumbuhan dimanfaatkan pada masa lalu menjadi pengetahuan penting untuk melihat relasi manusia dan alam sekitarnya.

Selain itu, situs-situs purbakala, jenis pekerjaan, model pemukiman, tempat tumbuh-tumbuhan obat, dan tempat-tempat bersejarah di sebuah wilayah juga penting untuk ditelaah karena bisa memberitakan data terkait ragam PET masa lalu yang bersifat dinamis dan kontekstual. 

Tentu saja mendapatkan informasi lisan dari tokoh adat ataupun prasasti terkait PET dan bagaimana ia ditransmisikan ke masa kini kepada generasi muda menjadi peting untuk dilakukan.

Dengan tersedianya informasi yang cukup tentang pemanfaatan lahan dari masa lalu dan perubahannya di masa kini akibat bermacam proses eksploitasi alam yang disponsori negara dan swasta, misalnya, komunitas adat bisa mengajukan tawaran atau gugatan bermartabat terkait pengetahuan mereka yang perlu dikembangkan lebih lanjut di masa kini. 

Adapun tujuannya adalah agar komunitas pribumi atau adat bisa mendapatkan legitimasi hukum dalam mengelola kawasan atau lahan mereka demi kepentingan komunitas. Untuk itulah dibutuhkan kehati-hatian dan kejelian dalam menelaah informasi terkait pemanfaatan lahan agar tidak tergelincir ke dalam misinformasi yang bisa berakibat serangan balik terhadap komunitas adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun