Sebenarnya cerita dalam Eiffel I'm in Love (Nasri Cheepy, 2003, selanjutnya disingkat EIL) hampir sama dengan AADC, di mana tokoh perempuan remaja direpresentasikan sebagai subjek yang jatuh cinta kepada laki-laki. Tokoh perempuan, Tita (diperankan Sandy Aulia) sejak awal dicintai oleh tokoh laki-laki, Adit (diperankan Samule Riza). Untuk mendapatkan cinta tersebut Adit harus menjalankan permainan dan jebakan sebagai bentuk mekanisme untuk mendapatkan cinta Tita.Â
Tita, di balik semua potensinya untuk maju dan berkembang sebagai perempuan remaja yang cerdas dan didukung dengan segala fasilitas kekayaan orang tuanya, ternyata memang 'ditakdirkan' dalam representasi yang lebih menegaskan ketidakuasaannya untuk keluar dari cinta lelaki.
Ia merasa begitu kehilangan ketika Adit hendak kembali ke Paris, apalagi ditambah dengan ucapan bahwa ia adalah calon pendamping hidupnya. Tita, kini, hanya seorang perempuan remaja yang lagi-lagi begitu sedih melihat calon pasangan hidupnya akan segera kembali ke Paris. Dia hanya bisa pasrah serta menikmati "pelukan" dan "ciuman mesra" Adit di bandara, sebagai bentuk "kepastian cinta" dan "kesabaran untuk menunggu", sama seperti yang dialami Cinta dalam AADC.Â
Di bagian depan bandara, Adit memeluk Tita penuh penghayatan. Lalu orang yang datang dan pergi menjadi latar. Tita mengenakan kaos tanpa lengan berwarna merah marun dan rok di bawah lutut berwarna putih sembari membawa tas kecil berwarna putih, sedangkan Adit memakai jaket dan celana jean berwarna hitam.Â
Tita dengan wajah sedih menyandarkan kepalanya di dada Adit. Adit melepas pelukannya, lalu memegang dagu Tita yang hanya diam. Adit mencium bibir Tita. Selama beberapa saat mereka saling berciuman dengan latar lalu-lalang orang. Selesai berciuman, Adit membelai pipi dan bibir Tita. Sesudahnya, Tita tersenyum bahagia.
Semua kemarahan, kejengkelan, dan kesedihan luluh oleh rasa bahagia karena sebuah ciuman. Bagi Tita, kemarahan dan kejengkelan hanya "cerita sejarah perjumpaan awal" yang tak harus diingat dan diungkit karena kenyataannya dia sekarang "lebih bisa tersenyum" dan "merasa bahagia"; sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya dalam menjalin cinta.Â
Keterjebakannya dalam permainan Adit, tidak terlalu penting untuk disadari karena, toh, ia begitu menikmati permainan itu sampai-sampai ia harus segera mengubur tangis dan kesedihan karena Adit telah memberikan satu romansa dalam kehidupan cintanya. Lalu-lalang orang di bandara dan keyakinan masyarakat terhadap tabu tidaklah harus diindahkan karena Tita adalah perempuan remaja yang sedang jatuh cinta.Â
Segala tabu harus dijungkir-balikkan demi memperoleh semua keindahan yang mungkin (hanya bisa) terjadi di bandara. Pilihan close up ketika Tita tersenyum setelah berciuman menegaskan ketiadaan beban tabu tradisi dalam benaknya karena yang ia rasakan hanyalah keindahan dari sebuah ciuman.
Pilihan fashion yang dikenakan Tita (kaos tanpa lengan berwarna merah marun, rok di bawah lutut berwarna putih, sembari membawa tas kecil berwarna putih) semakin mempertegas ke-feminin-annya. Sementara, pilihan fashion yang dikenakan Adit (jaket dan celana jean berwarna hitam) semakin memperkuat maskulinitasnya. Jaket dan celana jean secara umum memang sudah disepekati sebagai pakaian lelaki, meskipun ada juga perempuan yang mengenakan.Â
Adapun, rok, tas, dan kaos tanpa lengan, memang sudah lazim dikenakan perempuan. Perbedaan biner dalam hal fashion ini sekaligus menandakan betapa ke-lelaki-an, pada dasarnya, bisa memberikan kehangatan dan kemesraan bagi perempuan yang secara takdir membutuhkan perlindungan dan sentuhan-sentuhan romantis. Maka, tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari pengetahuan ke-lelaki-an karena secara realitas dan kodrat perempuan memang membutuhkannya.Â