Sayangnya, ayah Rangga harus berangkat ke Amerika Serikat karena mendapatkan tawaran mengajar di sana. Momen keberangkatan inilah yang menghadirkan adegan dramatis-romantis. Cinta mengejar Rangga yang sudah berada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.Â
Di bandara, Cinta benar-benar meminta Rangga agar tidak pergi ke Amerika Serikat. Segala kehebatan Cinta sebagai tokoh yang bisa menggerakkan kawan-kawan perempuannya untuk aktif dan dinamis di sekolah, seolah luruh karena ia benar-benar memelas kepada Rangga. Konsep ketidakberdayaan perempuan ketika dikuasai cinta hadir dalam adegan di bandara.
Apa yang menarik dicermati adalah bagaimana Rangga memeluk dan mencium Cinta dengan begitu mesra di bandara. Adegan perpisahan dan ciuman di bandara yang digambarkan dari beberapa sudut pandang pengambilan gambar, seperti close up, medium shot, long shot, menarik untuk dikritisi lebih lanjut.Â
Kesedihan, keharuan, dan ketakkuasaan untuk melepas kekasihnya ke Amerika Serikat tertumpahkan pada wajah sedih Cinta ketika ia memeluk Rangga. Ketidakberdayaan untuk berpisah dari Rangga menjadikannya "perempuan yang pasrah dan akhirnya begitu menikmati ketika Rangga menciumnya" di depan publik bandara.Â
Ciuman di depan umum digambarkan bukan lagi menjadi tabu yang tidak pantas dilakukan perempuan dan laki-laki. Bandara internasional merupakan sebuah "ruang kedatangan dan kepergian" di mana batas-batas negara dan budaya menjadi kabur karena lalu-lintas manusia dari berbagai bangsa.Â
Bandara juga merupakan "ruang antara yang membebaskan" di mana kekakuan budaya dan moralitas dipertanyakan kembali dengan impian-impian akan kebebasan atas nama cinta, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh para pendatang mancanegara dalam dunianya.Â
Dengan kata lain, bandara adalah ruang di mana seorang perempuan sejenak meninggalkan tradisi dan menikmati kebebasan sebagai sesuatu yang indah atas nama cinta. Cinta sudah berani melanggar tabu tradisi dengan melakukan ciuman itu demi mendapat sentuhan romantis dari seorang Rangga yang akan segera pergi.
Pun seragam SMA yang menjadi penanda ketaatan terhadap aturan pendidikan negara tidak bisa menghalangi keinginan untuk merayakan cinta dan kebebasan. Di sekolah, Cinta bisa saja menjadi siswa yang baik, cerdas, dan kreatif, tetapi di bandara ia adalah seorang perempuan remaja yang membutuhkan kebebasan untuk berciuman.Â
"Ciuman", dengan demikian, adalah sebuah penanda yang tidak hanya menunjukkan kemesraan antara perempuan dan laki-laki, tetapi menunjukkan betapa perempuan harus rela mengabdikan kehidupan dan perasaannya demi menunggu laki-laki memenuhi janjinya.
Ciuman di ruang bandara, bagi Cinta dan Rangga, merupakan ekspresi kaum muda yang mendambahkan kebebasan, tetapi masih terbatasi oleh aturan-aturan normatif budaya bangsa. Kondisi pascareformasi yang sedikit membebaskan bangsa ini dari aturan rezim otoriter yang salah satunya memperkuat kekuasaannya melalui norma-norma yang mengekang, di maknai secara lentur dalam film ini melalui adegan ciuman yang tampak menabrak tabu.Â
EIFFEL I'M IN LOVE Â