Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Panjang Budaya Bambu di Banyuwangi

21 Januari 2022   05:00 Diperbarui: 9 Maret 2022   00:21 2566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bambu yang akan digunakan sebagai bahan angklung dikeringkan, tidak boleh terpapar sinar matahari secara langsung. Dok. Pribadi

Sejak 2017 hingga saat ini, Gintangan Bamboo Festival juga menghadirkan fashion show dengan pakaian tematik berbahan bambu. Para warga yang terlibat mendesain bermacam bentuk dan motif fashion semenarik mungkin. Pada tahun 2018, beberapa tema yang diusung kreator dan diperagakan oleh para model adalah barong, Dhamarwulan, bunga, hingga daun bambu (news.detik.com).

Peserta fashion carnival berbahan bambu dalam Gintangan Bamboo Festival tahun 2017. Dok. Banyuwangitourism.com
Peserta fashion carnival berbahan bambu dalam Gintangan Bamboo Festival tahun 2017. Dok. Banyuwangitourism.com
Sebanyak 56 peraga berjalan di jalan desa yang diubah jadi catwalk. Warga desa dan para penonton di luar Gintangan serta wisatawan domestik memadati jalan yang dilalui oleh para peraga. Para kreator yang berasal dari pengrajin bambu antusias mengikuti gelaran fashion yang terinpirasi Banyuwangi Ethno Carnival  ini rela mengeluarkan uang di atas 1.000.000,- demi karya fashion yang bagus. 

Bambu bukan sekedar menjadi kerajinan bernilai fungsional, tetapi juga karya estetik yang cukup indah secara visual. Tidak mengherankan ketika banyak pewarta yang mengabadikan keunikan fashion show bambu. Para penggiat media sosial juga tidak ketinggalan. Tentu saja blow up tersebut menguntungkan masyarakat Gintangan karena produk-produk kerajinan akan terpromosikan secara massif.  

Selain target kultural, tarian dan peragaan busana dalam Gintangan Bamboo Festival jelas memiliki target ekonomi untuk memperkuat promosi melalui banyaknya berita di media nasional maupun internasional. Fashion bambu jelas akan memunculkan daya tarik tersendiri karena selama ini hanya digunakan untuk membangun rumah dan bahan kerajinan. Ketika semakin banyak pihak yang penasaran dengan fashion show, mereka akan mencari informasi apa dan bagaimana Gintangan itu. 

Pada saat itulah berita-berita terkait kerajinan bambu menyebar ke khalayak luas. Kerajinan bambu di Gintangan mulai menggeliat pada era 1980-an dengan variasi jenis karya yang beraroma modern, seperti kap lampu, hantaran, tudung saji, tempat tisu, hingga songkok. Semakin variatifnya jenis kerajinan dan meningkatnya permintaan pasar regional, nasional, maupun internasional, menjadikan kebutuhan akan bambu di Banyuwangi juga semakin meningkat. 

Di saat bersamaan, para perajin juga merasakan rezeki ekonomi. Ketersediaan bambu sebagai bahan baku kerajinan menjadi kebutuhan mutlak. Ketika berkurang karena alasan semakin berkurangnya lahan bambu di Banyuwangi, tentu para pengrajin akan mengalami masalah serius. Artinya, selain permasalahan ekologis berupa ancaman longsor atau kekurangan sumber daya air, roda perekonomian yang biasanya digerakkan oleh perdagangan kerajinan bambu di Gintangan akan mengalami hambatan.

Selain di Gintangan, sentra kerajinan bambu lain di Banyuwangi terdapat di Gombengsari. Meskipun belum pernah digelar festival seperti di Gintangan, para pengrajin bambu Gombengsari tidak kalah kualitasnya. Bahkan, sebagian bahan baku anyaman di Gintangan dan Probolinggo dikirim dari kelurahan ini. 

Menarikya, mayoritas pengrajin di sini adalah ibu rumah tangga. Mereka bekerja dengan serius tapi santai karena mengerjakan anyaman bambu di rumah. Ketersediaan bahan baku berupa anyaman bambu tentu saja cukup membantu para pengrajin di Gintangan. Akan muncul simbiosis mutulaisme antara pengrajin di Gombengsari dan Giintangan yang biasanya memenuhi pasar nasional dan internasional. 

Kawasan lain di Banyuwangi yang mulai mengembangkan-kembali kerajinan bambu adalah Papring Kalipuro. Para perempuan adalah penggerak utama kerajinan besek di Papring. Sejak tahun 1940-an, wilayah Papring sudah menjadi sentra produksi anyaman besek bambu. Krisis ekonomi 1998 menyebabrkan mundurnya kerajinan besek di Papring (kampoengbatara.com). 

Sebagai usaha mengembangkan usaha kerajinan besek bambu, Kampung Batara, sebuah kelompok belajar di Papring, sejak 2017 menyelenggarakan pawai sebagai event untuk memromosikan kerajinan besek. Pawai yang diikuti ibu-ibu pembuat besek tersebut, meskipun berlangsung sederhana, memunculkan semangat untuk terus mengembangkan kerajinan bambu sekaligus memberikan pembelajaran kepada generasi penerus tentang bambu yang bisa memberikan kesejahteraan kalau dikembangkan secara benar.  

Dari paparan di atas, kita bisa melihat betapa bambu mampu memberikan kemanfaatan ekonomi yang bisa menyejahterakan warga Banyuwangi melalui aktivitas kerajinan. Kesadaran kreatif untuk menciptakan kreasi-kreasi baru menjadi kunci untuk mengembangkan usaha kerajinan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun