Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak Gandrung dan Batas Dua Nagari

23 November 2021   06:48 Diperbarui: 23 November 2021   08:26 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

malam ini, aku harus meninggalkanmu. Esok, kala seblang-seblang berakhir mari kita kembali bercengkrama tentang hidup menjelang tidur. Luruhkan tangismu bersama embun karena cerita kita masih berlanjut.

Banyuwangi, 21 Pebruari 2013

Gumitir. Foto: Dok. Pribadi
Gumitir. Foto: Dok. Pribadi

MELAMPAUI: BATAS DUA NAGARI

Selalu saja ada rindu melintasi kokoh batas dua nagari. Sujud gunung ini menghantar hasrat perjumpaan. Mendung menjatuhkan air ketika pepohonan menahan angin. Mataku menembus pekat mencari sekelebat bayang menuju timur.

"Aku menunggumu bersama air terus mengalir; menyapa beribu wajah berharap berkah. Tak perlu menghitung waktu karena yakin adalah keinginan menyatu dalam darah. Tak perlu risau menderu karena senyummu adalah kepastian menghampiriku bersama tembang wangi pepunden."

Kelok dan gelap jalanan menggiringku pada suaramu. Semakin dekat gending dan suara bambu menyibak tirai malam: mempertemukan kita di sebuah bukit. Wajahmu masih teguh menyimpan harapan meski mimpi terlalu berat untuk dihapus.

Apa yang akan kita lakoni dalam perjumpaan ini? Apakah sebuah percumbuan yang kita nantikan sepanjang masa?

"Ya, percumbuan yang meluruhkan dendam menjelajah gemuruh batin; percumbuan yang membebaskan kita dari dalil-dalil suci; percumbuan yang bermula pada sunyi malam dan berakhir pada bang-bang wetan; percumbuhan yang bermula dan berakhir pada sebuah kosong; percumbuan yang menjelma sujud, sebuah takjub tanpa kutub."

Gumitir-Kemiren, Banyuwangi, 24 November 2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun