Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Slamet Menur, Perjuangan Penyintas 65 untuk Budaya Banyuwangi

29 Oktober 2021   14:51 Diperbarui: 29 Oktober 2021   15:07 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

‘Kegilaan’ pula yang memperkuat niatnya untuk membangun sebuah rumah berbahan bambu di sebuah lahan tegalan di Desa Olehsari, Glagah, Banyuwangi. Sejak 2106 dengan dana mandiri, ia mulai membangun rumah tersebut. Rumah itu kelak akan menjadi tempat latihan angklung, tari, dan kesenian Banyuwangi lainnya serta diskusi budaya. 

Dia juga menyediakan beberapa kamar untuk tempat menginap para tamu dari luar kota yang ingin belajar budaya Banyuwangi atau sedang melakukan penelitian. Beberapa lahan kosong sudah ditanami pisang dan ke depannya akan ditanami bambu yang bisa menjadi bahan dasar pembuatan anklung, kerajinan, serta rumah. Memang, sampai sekarang rumah sekaligus sanggar tempat berlatih dan berdiskusi itu belum selesai. 

Namun, Bung Slamet selalu meyakini bahwa pada saatnya, bangunan yang berdampingan dengan kebun dengan pohon-pohon besar dan kali kecil itu akan selesai dan bisa memberikan manfaat yang sangat besar bagi pengembangan budaya bambu di Banyuwangi. Setiap hari Bung Slamet, berusaha untuk memantau proses pembangunan rumahnya. 

Ia berjalan kaki dari Banjarsari menuju Olehsari. Kebiasaan ini ia rasakan bisa menyehatkan tubuhnya. Rumah itu ia beri nama Sanggar Angklung Soren yang berasal dari lagu ciptaan Endro Wilis dan Basir Noerdian.

Bagi Bung Slamet, sudah bukan saatnya lagi bangsa ini diombang-ambingkan oleh isu kebangkitan komunis dengan memobilisasi isu bahwa para penyitas, anak, dan cucu PKI akan menghidupkan-kembali di Republik ini. “Sekarang ini yang terpenting adalah bisa hidup, keluarga bisa makan. 

Dan, bagi saya pribadi, menghidupkan budaya angklung adalah tujuan hidup, bukan yang lain-lain, yang aneh-aneh itu,” tegasnya ketika saya menemaninya di Sanggar Angklung Soren sembari menikmati pisang masak yang langsung diambil dari kebunnya. 

Saya sependapat dengan omongan Si Bung, karena kalaupun ada kebangkitan PKI, pasti aparat keamanan bisa mendeteksinya dan melakukan tindakan-tindakan langsung. 

Terlalu larut dalam isu itu, bisa menjadikan banyak orang lupa bahwa ada tugas bersama yang harus dijalankan, termasuk mengembangkan dan memajukan-kembali kesenian angklung dan budaya bambu, termasuk melakukan konservasi bambu di Banyuwangi. Itulah salah satu tugas yang lebih penting ketimbang harus selalu takut dengan “hantu komunis”.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun