Kaum IntelekÂ
Mengutip kalimat dari Bj. Habiebie:
 "Tanpa cinta, kecerdasan itu berbahaya. Dan tanpa kecerdasan, cinta itu tidak cukup." -- Bj. Habiebie
    Sebagai kaum intelektual yang bergelar mahasiswa kita memiliki alat untuk berfikir maupun merasa. Jika kita berfikir ke masa lampau bahwa Rasulullah Saw karena cinta Islam bisa tersebar ke pelosok negeri. Karena cinta, Bj Habiebie bisa membuat instrumen penerbangan pesawat. Mungkin itu hanya sedikit contoh konkrit sebagai tolak ukur kita.Â
    Problematika mahasiswa begitu banyak terjadi, dimulai dari pelecehan seksual hingga berbagai dinamika seperti peralihannya kuliah online ke offline dampak dari pandemi ke endemi. Hal ini membuat mahasiswa untuk mendorong dirinya untuk bertransisi untuk beradaptasi di lingkungan kampus.Â
   Kaum intelek selalu bersentuhan dengan, mengkaji, berdiskusi menganalisis, literasi, atau membaca. Namun ada suatu renungan sebagai kaum intelektual yang mesti menyadari peran dan fungsinya;
Jangan Membaca!
Said Muniruddin
Iqra' adalah pahami! Pahami apa yang kau baca
 Bukan membaca untuk tidak kau pahami
 Cerdas itu memahami, bukan membaca
Untuk membaca engkau perlu bukuÂ
Sementara memahami hanya butuh akal murniÂ
Cukup dengan melihat engkau bisa membaca
 Tetapi dengan pandanganlah engkau memahami
Orang buta membaca yang tertulisÂ
Sedangkan orang arif memahami yang tersembunyi
 Orang awam sibuk membaca
 Sementara orang cerdas sibuk meneliti
Orang bodoh mengulang-ulang kata orang
 Sedangkan orang cerdas mengungkap isi hatiÂ
Tukang nyontek mengutip apa yang telah adaÂ
Sementara ahli hikmah menyibak rahasia Ilahi
Betapa banyak yang sekolah Tapi terjebak dalam referensi
 Mereka sibuk mencari kebenaranÂ
Padahal itu semua tersimpan dalam nurani
Semua negara telah kita kunjungiÂ
Tapi tabir pengetahuan masih terkunci
 Kita sibuk belajar di sana siniÂ
Padahal dalam lembaran jiwa lah bersemayam semua teori
Ya Allah, di universitas inilah kami belajar
 Belajar lepas dari penjara diriÂ
B membebaskan rasio dari kegelapan taqlidÂ
Belajar memurnikan hati dari ilusi klenik
Ya Allah, di fakultas inilah kami terus menjadiÂ
Menjadi mahasiswa yang tahu aturanÂ
Menjadi sarjana penempuh jalan
 Menjadi doktor yang hakiki
Menjadi profesor yang mengenal Diri
Menjadi cahaya yang menerangi
Jangan dibaca, tapi pahamiÂ
Jangan dibantah, tapi renungi!
      Terlepas dari renungan yang begitu mendalam secara intisari dari kalimat yang menyadari kita selaku insan Kamil. Terutama di ranah manajemen dakwah dimana saya memiliki pandangan bahwa;
    Bagiku Manajemen Dakwah adalah, seni mengatur perasaan dan pikiran dengan Rahmatan lil 'Alamin.
    Sehingga terlahirlah salah satu pemikiran dariku; Saya memiliki waktu planing dan skala prioritas. Salah satunya waktu bersamamu, jika kamu menghiraukannya maka waktuku akan sia-sia.
    Peristiwa ini akan menjadi sejarah yang mengesankan dalam kehidupan karena terdapat pengalaman, persaudaraan, dan perasaan untuk pengamalan.
   Dan bagiku Manajemen Dakwah adalah jembatan hidup menuju "profesi" sebagai pilihan absolute.
Inti yang dapat diambil dari tulisan ini adalah; kecerdasan dan cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H