Berbicara soal hotelier, ternyata lumayan banyak inner circle saya yang bekerja di hotel. Di lingkungan keluarga -- ada 3 orang dan uniknya semua bekerja di perhotelan yang ada di Jogja kendati hanya satu orang yang memang sejak lahir mukim di sana.Â
Dalam lingkungan pertemanan ada yang jadi manajer IT, ada yang jadi chef pastry, ada yang jadi staf HRD dari group hotel bintang tiga yang dimiliki keluarga teman berarti ada teman yang jadi owner hotel. Ada suaminya teman yang ternyata bekerja di hotel yang sama dengan kakak saya.
Drakor Hotelier
Istilah Hotelier sendiri baru saya kenal sekitar 7-8 tahun yang lalu, saat menonton drakor berjudul  Hotelier. Melihat betapa profesionalnya mereka bekerja, bapak GM yang sejak sebelum matahari timbul sudah mengenakan stelan jas serta membawa HT berkeliling memeriksa hotel dari bagian hotel hingga bagian dalam.Â
Para staff yang membentangkan taplak putih di meja makan, membersihkan kamar, memasak di dapur. Drakor yang belakangan ternyata dibuat tahun 2001 itu terlihat masih related ditonton hingga saat ini.
My Hotelier Family
Mereka terdiri dari paman ( adik Ibu ), kakak sulung dan menantu. Kakak langsung mendapat pekerjaan sebagai Guest Relation Officer di hotel bintang 4 saat hijrah ke Jogja karena  pernikahan. Sementara paman bekerja di hotel plat merah juga di Jogja karena nenek memang dari Jogja.
Sementara menantu yang tadinya bekerja di salah satu stasiun televisi Jakarta mendapat pekerjaan untuk menangani Marcom          ( marketing communication ) dari 6 hotel yang dimiliki satu grup hotel di Jogja. Sebelum hijrah ke Jogja, dia segera melamar dan menikahi anak gadisku dan memboyongnya ke sana.
Entah apa jabatan paman namun tampaknya posisinya lumayan karena sering mendapat tugas perjalanan dinas ke hotel plat merah yang ada di Jakarta. Ketika masa Orde Baru -- tamu Negara yang datang ke Indonesia pasti diinapkan di hotel yang terletak dekat bundaran air mancur dan paman sering dipanggil ke Jakarta untuk menjalankan semacam tugas melayani tamu Negara.
Sosok paman yang tampan dengan tinggi 180 cm, fasih berbahasa Inggris serta pastinya bekerja dengan baik membuatnya dipercaya untuk melayani tamu-tamu negara tersebut. Beberapa anekdot terkait para tamu negara itu acap kali diceritakan kala dia berkunjung ke rumah kami dan kami yang masih kecil-kecil hanya bisa terperangah mendengarnya, "Wuuuuah."
Namun setelah dewasa dan mengetahui betapa ketatnya protokoler pengawalan pemimpin Negara, kami hanya bisa geleng-geleng kepala mengingat cerita-cerita fantastis bin halusinasi dari paman, "Dah gak mungkin lah."
Guest Relation Officer Banyak Tugasnya
Pengalaman kakak beda lagi. Sebagai guest relation officer, dia merupakan garda depan yang berhadapan dengan para tamu. Walaupun perempuan tapi dia juga mendapat jatah piket malam dan terjadilah beberapa peristiwa yang hingga kini sulit untuk dilupakannya.
Jadi pada hari yang sama, datanglah 2 rombongan turis. Yang pertama rombongan turis asing dan yang kedua rombongan wisatawan anak SMA dari Jakarta. Sebelum mengunjungi Jogja, kedua rombongan sudah mengunjungi kota-kota lain. Rombongan anak SMA Jakarta datang dari Bali.Â
Begitu memasuki hotel, beberapa anak langsung kesurupan. Dengan sigap pihak hotel segera mencari pertolongan yang akhirnya menemukan penyebab anak-anak SMA tersebut kesurupan. Ternyata mereka melakukan pelanggaran saat di Bali dan celakanya mereka harus kembali ke Bali untuk menjalankan ritual pembersihan. Jadilah guru yang bertugas menginformasikan pada para orangtua anak-anak itu, agar menjemput mereka di Bali. Sementara anak-anak tersebut ditemani dua orang guru kembali ke Bali.
Nah pengalaman dengan rombongan turis asing tak kalah dramatisnya. Rombongan turis Eropa yang merencanakan liburan di Indonesia nyaris sebulan itu sudah mengunjungi beberapa kota di pulau Jawa sebelum akhirnya tiba di Jogja. Menurut tour leader itu ada sepasang turis ( laki dan perempuan ) berusia lanjut yang saling jatuh cinta. Mereka yang tadinya tidak kenal jadi berpacaran, berjalan selalu bersama bahkan sering bergandengan membuat iri yang melihatnya.
Hingga suatu malam, mereka berdua sedang menyebrangi jalan di depan hotel yang lebar dan lengang. Hal yang membuat pengemudi kendaraan cenderung mengebut dan lengah hingga  menabrak mereka berdua. Mereka terkapar tak berdaya di jalanan. Pihak hotel berusaha mengevakuasi korban namun mereka tak berani memindahkan turis lelaki karena parahnya luka yang diderita, pihak hotel hanya bisa mengamankan arus kendaraan sembari menunggu kedatangan ambulance. Sementara turis wanita dievakuasi ke dalam hotel dimana kakak mencoba membuka stocking yang terkoyak. Siapa nyana begitu stocking dibuka, darah mengucur deras hingga membasahi rok kakak yang memangku kaki wanita itu.
Turis lelaki tak bisa bertahan -- menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit. Sementara turis wanita menjalani perawatan di Rumah Sakit. Usai kakak menghubungi kedutaan Negara asal kedua turis, ia membereskan barang-barang mereka. Hampir semua barang dikemas dalam plastik-plastik yang diberi label dan akhirnya dilakukan serah terima lengkap dengan berita acara pada pihak kedutaan negara asal para turis tersebut.
Soal cepatnya penanganan dari pihak hotel, menurut kakak memang sudah standar prosedurenya demikian hingga kakak dan staf lain bertindak sat-set. Akibat kejadian tersebut, pihak hotel setelah berkoordinasi dengan kepolisian membuat zebra cross serta lampu lalu lintas penyebrangan di jalan depan hotel.
Suatu hari, ada anak magang di bagian Guest Relation dan bekerja dengan cekatan dan helpfull. Terkadang kakak merasa capek sendiri melihatnya apalagi melihat dia selalu memenuhi permintaan dari seorang lelaki paruh baya yang sudah beberapa hari menginap. Hingga akhirnya lelaki paruh baya itu mengakhiri staycationnya di hotel tersebut. Barulah lelaki itu membuka jati dirinya sebagai owner hotel bintang lima yang sedang finishing pembangunannya. Dia menawarkan pada si anak magang untuk bekerja di hotelnya yang bakalan jadi. Hotel yang belum-belum sudah santer dibicarakan di kalangan perhotelan karena standard  mewah pembangunannya.Â
Tentunya tawaran itu diterima dengan senang hati oleh anak magang.
Satu Sore di Hotel Bintang 2
Momen lucu terjadi saat suatu Sabtu sore saya diajak teman HRD untuk duduk manis di lobby hotel yang letaknya strategis karena berada  dekat pusat perbelanjaan. Tingkah laku para tamu yang berdatangan dengan teman kencannya membuat salah satu pemilik hanya bisa berkali-kali berseru lirih,
              "Astagfirullah... astagfirullah."
Kami hanya bisa senyum-senyum kecil mendengarnya dan untuk menghiburnya, saya katakan, "Mungkin itu isterinya, kak."
Dia melototi saya dan menginstruksikan teman saya, "Besok ente ajak temennya nengok kamar-kamar mereka saat dibersihkan."
Saya mengarahkan pandangan tanya ke teman dan teman saya menjawab dengan bahasa tubuh bergidik dan mengisyaratkan "you don't want to know."
Kendatipun demikian nyatanya keluarga teman itu membangun hotel kedua tidak jauh dari lokasi hotel pertama. Yang menandakan tingginya tingkat hunian dari hotel.
Keluarga teman memang sudah lama bergerak di bidang perhotelan, bahkan salah satu hotelnya yang terletak satu kilometer dari hotel tadi dinobatkan sebagai cagar budaya. Pilihan hotel yang dibangunnya selalu di dekat pusat perbelanjaan, tak heran hotelnya di area dua pusat perbelanjaan lain juga ada dua unit di tiap area. Â
Pekerjaan Idamanku di Hotel. Â
Pengalaman berkesan yang membuat saya  merasa, hm ternyata seru juga ya kerja di hotel adalah saat perusahaan keuangan tempat saya bekerja mengadakan customer dinner gathering di Ritz Carlton -- SCBD. Ada 700 undangan yang disebar dan sebenarnya wajar saja jika yang datang jadi 2 kali lipatnya karena memang biasanya undangan akan membawa pasangannya.
Masalahnya owner perusahaan yang warganegara asing maupun supporting staff tidak memperhitungkan hal itu. Jadilah banquet hall yang dipakai dengan sistim bersantap di meja bundar tak mampu menampung tamu yang hadir.
Pihak Hotel tentunya tak mau reputasinya rusak. Owner perusahaan segera didatangi oleh chef hotel dengan para cook-nya. Ada sekitar 7 orang berperawakan tinggi tegap dengan baju putih-putih memakai topi tinggi putih, bercelemek mengelilingi owner dan menyarankan untuk menambah porsi makanan.
Asli saat melihatnya langsung tercetus dalam hati, wow keren dan professional sekali. Apalagi setelah kesepakatan terjadi, mereka segera bergegas menuju dapur menyiapkan tambahan hidangan. Dan hanya dalam waktu 1 jam sudah tersaji tambahan hidangan yang memadai.
Kejadian ini membuat saya benar-benar menghargai posisi Chef dan seluruh staff nya. Dan merasa serunya  bekerja di Kitchen Hotel walaupun setahu saya ada batasan untuk wanita bekerja di sana. Ini tak luput dari masalah peralatan berat dan besarnya jumlah yang dimasak tiap hari. Perempuan bisa memasak di hotel namun dibatasi di bagian Pastry. Ada teman perempuan yang bekerja sebagai Chef Pastry suatu hotel.
Sejak kejadian di Ritz Carlton itu, jika saya sedang makan di suatu venue hotel, saya selalu menyapa para petugas yang bertanggung jawab atas kehadiran hidangan lezat yang tersaji. Bahkan jika dimungkinkan, saya meminta untuk bisa menemui sang Chef.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H