PELAUT, HABIS SEKOLAH KOK TURUN JABATAN ?
STCW amandemen 2010 resmi diberlakukan di Indonesia per 1 juli 2013, namun hingga menjelang akhir tahun 2017, penerapannya di Indonesia masih menyisakan resah. Salah satunya adalah Lulusan Diklat Peningkatan(Upgrading Program) Kelas IV & III . Pelaut-pelaut yang dulu sudah bertahun-tahun bekerja di kapal sebagai Nahkoda, Mulaim I, Kepala Kamar Mesin & Masinis II namun setelah lulus diklat peningkatan (Upgrading Program) Tingkat IV & III malah kewenangan untuk kembali menjabat posisi tersebut di cabut. Karena ijazah (Certificate of Competency ) yang mereka terima setelah lulus adalah Tingkat OPERASIONAL. Alhasil mereka hanya boleh menjabat sebuah jabatan dibawah jabatan yang dulu mereka duduki. Harapan dan kenyataan untuk mendapatkan Income yang lebih baik setelah selesai pendidikan dengan meningkatkan level Sertifikat kompetensi ternyata berbanding terbalik. Mencari kerja sesuai pengalaman mereka malah menjadi lebih Sulit.
Definisi perihal Level manajemen dan operasional terdapat pada STCW Code Section A-I/1.
Dilema Lulusan Diklat Peningkatan Tingkat IV& III
Lulusan Program Peningkatan (PASIS) dan Lulusan Diklat Pembentukan (Taruna) sama-sama mendapatkan efek yang tidak menyenangkan dari peraturan ini. Untuk Pelaut-pelaut Berpengalaman yang selesai Mengikuti Diklat Peningkatan IV & III, mereka tidak dapat kembali ke kewenangan (jabatan) mereka terdahulu .Pengalaman berlayar mereka selama bertahun-tahun didiskreditkan, dianggap antara ada dan tiada, dianggap ada untuk persyaratan administrasi pendaftaran DIklat Peningkatan ( PASIS) , namun dianggap tidak ada ketika digunakan sebagai Acuan dalam Penerbitan Certificate of Competency (COC) & Certificate of Endorsment (COE).
Kondisi Lulusan DIklat Peningkatan yang hanya memiliki ijazah operasional mulai memunculkan pergeseran pola Lulusan Diklat Peningkatan Tingkat IV & III dalam mencari pekerjaan , mereka mulai terseret arus ke “kolam” yang semestinya di isi fresh graduated Diklat Pembentukan.
Lantas apa pengaruhnya pada lulusan taruna-taruna SMK Pelayaran/BP2IP & Akademi/Politeknik pelayaran ?
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP ) Indonesia,sebuah lembaga yang meneliti dan merumuskan Desain Pendidikan kemaritiman di indonesia merilis laporannya pada juni 2017. Salah satu point temuaannya adalah :
- “Oversupply and undersupply.First, an assessment of supply and demand for seafaers found an oversupply semi-skilled workers(Called ratings),Junior Officers, and Senior Officers, a growing trend that began around 2015. Some cadets graduating from Indonesia’s best MET institutions in 2017 cannot find jobs at sea or must wait 6-12 month before securing employement. This oversupply likely to continue through 2020, but after that, the global shirtage of highly skilled senior officers may have an increasing effect on Indonesia/s merchant marine”
Walaupun tidak menyebutkan angka pasti nominal “Over Supply” pelaut kita , salah satu point menarik dari laporan ini adalah “ beberapa lulusan (taruna) dari institusi Maritime Education Training (MET) terbaik di di Indonesia tidak dapat mendapatkan pekerjaan, atau harus menunggu 6-12 bulan sebelum mereka mendapatkan pekerjaan. Padahal sebelumnya mereka laris manis diserap industri pelayaran nasional & internasional. Dan trend over supply junior officer ini diprediksi akan berlangsung hingga tahun 2020. hal ini merupakan effect dari loyonya industri pelayaran nasional dan internasional akibat anjloknya harga minyak dunia sejak 2014.
Sebagai gambaran, mari kita seolah-olah memposisikan diri sebagai Crewing Perusahaan pelayaran atau Manning Agency. Ketika ada dua pelamar (fresh Graduated) untuk posisi 2nd Officer dengan level COC & COE sama level operasional dengan kemampuan akademik tidak jauh beda (hasil test/interview perusahaan) namun dengan durasi pengalaman kerja berbeda, satu hanya pengalaman sebagai cadet dan yang satu sudah berpengalaman sebagai officer bertahun-tahun, siapa yang akan kita pilih untuk posisi tersebut ?
Dengan kondisi oversupply Officer yang diperkirakan berlangsung sampai tahun 2020, dan jika aturan Sertifikasi Operasional-Management masih seperti ini, taruna-taruna yang baru lulus (junior officer) dengan COC Class IV & Class III, akan mengalami persaingan yang tidak fair dengan Lulusan Diklat Peningkatan yang memiliki COC & COE selevel. Bukan tidak mungkin kesusahan fresh graduate untuk mendapatkan pekerjaan pertama bisa berlangsung lebih lama dari perkiraan.
SCTW Amandemen 2010 Regulation & Code
Sampai sekarang banyak pelaut-pelaut yang tidak mengerti mengapa pemerintah menerapkan kebijakan tersebut. Apakah itu aturan wajib baru dari STCW amandemen 2010 ?
Dalam STCW Amandemen 2010, ketentuan yang mebedakan antara training dan persyaratan untuk Level Opeational & management ada pada Reg. II untuk Deck Departemen ,& Reg. III Untuk Engine Departement . Sebagai Contoh, mari Kita Lihat Point Aturan STCW Reg.II/1 & Reg II/2 yang digunakan Pemerintah Sebagai dasar aturan Sertifikasi Ahli Nautika Tingkat(ANT)- III Manajemen.
Regulation II/1
Mandatory minimum requirements for certification of officers in charge of a navigational watch
on ships of 500 gross tonnage or more
1 Every officer in charge of a navigational watch serving on a seagoing ship of 500 gross tonnage or more shall hold a certificate of competency.
2 Every candidate for certification shall:
- be not less than 18 years of age;
- have approved seagoing service of not less than 12 months as part of an approved training programme which includes onboard training that meets the requirementsof section A-II/1 of the STCW Code and is documented in an approved training record book, or otherwise have approved seagoing service of not less than 36 months;
- have performed, during the required seagoing service, bridge watchkeeping duties under the supervision of the master or a qualified officer for a period of not less than six months;
- meet the applicable requirements of the regulations in chapter IV, as appropriate, for performing designated radio duties in accordance with the Radio Regulations;
- have completed approved education and training and meet the standard of competence specified in section A-II/1 of the STCW Code; and
- meet the standard of competence specified in section A-VI/1, paragraph 2, section A-VI/2, paragraphs 1 to 4, section A-VI/3, paragraphs 1 to 4 and section A-VI/4, paragraphs 1 to 3 of the STCW Code.
Regulation II/2
Master and chief mate on ships of between 500 and 3,000 gross tonnage
3 Every master and chief mate on a seagoing ship of between 500 and 3,000 gross tonnage shall hold a certificate of competency.
4 Every candidate for certification shall:
- for certification as chief mate, meet the requirements of an officer in charge of a navigational watch on ships of 500 gross tonnage or more;
- for certification as master, meet the requirements of an officer in charge of a navigational watch on ships of 500 gross tonnage or more and have approved seagoing service of not less than 36 months in that capacity; however, this period may be reduced to not less than 24 months if not less than 12 months of such seagoing service has been served as chief mate; and
- have completed approved training and meet the standard of competence specified in section A-II/2 of the STCW Code for masters and chief mates on ships of between 500 and 3,000 gross tonnage.
Jadi ketentuan wajib agar bisa menjadi Chief Mate & master kapal ukuran GT 500-3000 yaitu
- Harus memenuhi persyaratan sebagai “Officer In charge of Navigational watch on Ships of 500 GT or more” . yaitu mengikuti Program Diklat yang di Approved yang sesuai dengan STCW Code Section A-II/1.(Reg.II/1)
- Memiliki “ pengalaman berlayar” (sea going service) tidak kurang dari 36 bulan pada kapal ukuran ≥ 500 GT, ketentuan minimum Lama pengalaman berlayar bisa menjadi minimal 24 bulan, jika memiliki pengalaman berlayar minimal 12 bulan sebagai Chief mate.
- Harus selesai mengikuti diklat “Chief mate & Master on Ships between 500 & 3000 Gross Tonnage” . yaitu mengikuti Program Diklat yang di Approved sesuai dengan STCW Code Section A-II/2.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan
Disini saya hanya mengambil contoh untuk Diklat Peningkatan ANT-III karena saya sendiri salah satu yang merasakan imbas dari aturan tersebut. Singkat cerita, Selesai Diklat Peningkatan ANT-III tahun 2014 akhir, Endorsment ANT-III saya adalah Operasional. Untungnya ANT-IV STCW 95 (pemberlakuan STCW 2010 mulai Januari 2017) saya masih berlaku, sehingga bisa saya gunakan sebagai Chief Mate di kapal Perairan Indonesia. Selanjutnya 1 tahun kemudian ,Dengan pengalaman 12 bulan lebih setelah COC ANT-III operasional itu keluar kemudian saya mendaftar untuk updating supaya itu COC menjadi ANT-III manajemen, mengikuti diklat dan Ujiannnya. Selanjutnya Mei 2016 resmilah ANT-III saya naik level menjadi manajemen dan bisa saya gunakan untuk bekerja sesuai Posisi saya
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan menerbitkan Peraturan PK.07/BPSDMP-2016 , didalam peraturan terebut salah satunya adalah ketentuan tentang Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Ahli Nautika Tingkat-III. Desain kurikulum Diklat Peningkatan ANT- III (Pasis) yang digunakan adalah hanya berpatokan pada STCW Regulation II/1 & STCW Code Section A-II/1.
Patokan inilah yang juga digunakan untuk Diklat Pembentukan ANT-III (Taruna) Maka dari itu COC-COE yang dikeluarkan untuk Lulusan Diklat Peningkatan adalah ANT-III Operasional, karena seacara akademis Lulusan Diklat Peningkatandianggap Memiliki kompetensi yang sama dengan Lulusan diklat pembentukan karena kurikulum atau model course yang sama. Padahal sejatinya tidak, Lulusan Diklat Peningkatan Memiliki nilai plus yang tidak serta merta bisa dipisahkan,.yaitu pengalaman bekerja diatas kapal dengan segala dinamikanya dalam kurun waktu yang bervariasi, dan ini seharusnya di jadikan poin pertimbangan.
MASA LAYAR (SEAGOING SERVICE).
Di bawah ini adalah butir nomor tiga dari persyaratan pendaftar Diklat Peningkatan ANT-III Sesuai PK.07/BPDSMP-2016.
“Masa Layar yang diakui setelah memiliki sertifikat keahlian Ahli Nautika tingkat-IV(ANT-IV) sesuai Stcw 1978 amandemen 2010 paling sedikit 30(tiga puluh) bulan atau ahli nautika tingkat –IV (ANT-IV) manajemen yang memiliki masa layar paing sedikit 12 (dua belas) bulan ; atau sertifikat dasar keselamatan (Basic safety training/BST)}”
Aturan ini salah satu “kerikil” kenapa Lulusan Diklat PeningkatanANT-III tidak diberikan COC & COE Level management. Karena Persyaratan masih dibawah standar yang ditetapkan STCW Reg.II/2. Standar Minimum masa layar (Seagoing Service) pada aturan tersebut ditetapkan 36 bulan atau 24 bulan ( dengan catatatan 12 bulan sebagai chief mate). Sedangkan pada PK.07/BPSDMP-2016 perihal persyaratan pedaftaran DIklat Peningkatan ANT-III hanya dipersyaratkan 30 Bulan, alias Minus 6 Bulan Dari standar minimum Sertifikasi Kompetensi Manajemen level sesuai STCW reg. II/2 .
Memperingkas Birokrasi dengan Merubah Persyaratan dan Kurikulum.
jika seandainya diadakan survey dengan pertanyaan “ apakah Lulusan Diklat Peningkatan (PASIS) itu berhak di berikan COC & COE manajemen ?” saya yakin mayoritas menjawab “YES”. Masalahnya, Persyaratan kandidat & Struktur Kurikulum DIklat Peningkatan Khususnya Kelas IV & III Nautika ataupun teknika yang ada sekarang ,entah dibuat secara sengaja atau tidak, memang tidak “comply” dengan aturan STCW 2010 untuk sertifikasi Level Management, Maka dari itu perlu di desain ulang .
Diklat Peningkatan ANT-III, misalnya bisa di desain ulang seperti ini :
- Kurikulum yang ada sekarang ditambah materi diklat Untuk Updating ANT-III manajemen supaya memenuhi STCW REG.II/1 & REG.II/2.
- Persyaratan masa layar diubah dari minimum 30 bulan menjadi 36 bulan.
Desain demikian juga bisa diterapkan Untuk Diklat Peningkatan ANT/ATT IV & ATT-III.
Contoh Perubahan diatas tersebut memangkas birokrasi . Kalau ikut aturan sekarang perlu masa layar 30 bulan untuk daftar Diklat peningkatan operasional. Setelah lulus, perlu tambahan 12 bulan masa layar untuk di update jadi manajemen. Total perlu masa layar 42 bulan.
Di saat Negara tetangga Singapore sudah mulai mengembangkan program Sistem pendidikan Pelaut jarak jauh (Distance Learning Program) Sesuai STCW amandemen 2010, kita masih berurusan dengan birokraasi dan system pendidikan pelaut yang tidak efisien.
Beberapa waktu lalu saya sempat Tanya mbah google perihal protes pelaut tentang aturan Operasional-manajemen ini. Dan saya temukan di berita online pada tahun 2016 , keluhan-keluhan pelaut terkait masalah ini pernah di sampaikan oleh salah satu perkumpulan organisasi pelaut ke Pemerintah, tapi sampai sekarang, Sampai tulisan ini selesai saya tulis , Informasi-informasi itu hanya sebatas infromasi liar, bahwa Lulusan Diklat Peningkatan IV & III bisa langsung dapat COC Manajemen masih Wacana yang tak tahu kapan akan terlaksana.
Semoga Jajaran BPSDM Perhubungan & Ditjen. Hubla segera bisa mensikapi masalah ini dengan bijaksana.
Kuala Belait, 20 October 2017
Dedy Sulistyo
PELAUT INDONESIA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H