Kini Rensya hanya mampu terdiam, matanya seakan membendung tangis yang belum mampu ia luapkan.
"Maafkan saya, saya juga telah minta dia untuk datang di acara ulang tahunmu. Ia masih sangat mencintaimu. Dia bilang dia sangat menyesal meninggalkanmu."
Rensya tak lagi mampu berkata apa-apa. Ia hanya terdiam mendengarkan cerita dari Reren.
"Kenapa kau harus ceritakan ini Re, ahhhs," Rensya ucapkan kekecewaannya.
"Sewaktu itu kami tak menyangka jika bisa bertemu. Ternyata dia bisa menjadi penulis karena Jo, tunanganku. Tapi apa mau dikata, kesalah pahaman dan ego kalian yang membuat seperti ini. Kini tak ada yang patut disalahkan, menyesal pun telah terlambat. Padahal Jo sangat ingin menemuimu. Mengucapkan selamat ulang tahun langsung kepadamu."
Perlahan Rensya pun tenang mendengarkan cerita dari Reren. Ia paham dengan apa yang diinginkan oleh sahabatnya itu. Rensya menghela nafas, ia lingkaran tangannya di tubuh Reren.
"Tapi Jo tak menepati janjinya Re. Ia bohong. Kali ini ia bohong kepadaku Re. Kenapa dia selalu mengecewakanku. Setelah ia pergi meninggalkanku."
Rensya langsung menangis sejadi-jadinya. Ia hanya bisa memeluk Reren. Menaruh kepalanya di pundak Reren. Rensya tak lagi kuasa membendung tangisnya.
"Dulu ia meninggalkanku tanpa kabar. Ia tak menghubungiku. Tak lagi menanyakan kabarku. Ia selalu begini. Ia tak mau menemuiku. Ia bohong kalau ia akan hadir di pesta ulang tahunku Re," gerutu Rensya kesal.
"Sudah cukup. Cukup Rensya. Jo sangat mencintaimu. Ia begini lantaran ingin pergi menghadiri ulang tahunmu."
Mereka saling memeluk. Reren pun tak kuasa menahan tangisnya. Ia seka air matanya. Reren menghela nafas panjang, dan melanjutkan ceritanya. Sembari mengingat terakhir kali perjumpaannya dengan Jo. Jo pasti akan menemui Rensya, hanya saja.