"Rencana bulan apa?" Tanyaku.
"Oktober," sahut Reren.
Kamipun seketika saling menatap. Saling memperhatikan. Sedari tadi Reren berdiam diri. "Reren memang penuh teka-teki," ucapku dalam hati.
***
Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan Jo, dan menjelang resepsi pernikahannya. Reren dan Rensya bertemu.
*
"Selamat ulang tahun sahabatku, Rena Elysia Anastasya. Tetap tersenyum, kau makin cantik hari ini."
"Saya hanya bisa berikan ini. Kado yang sangat sepesial untukmu."
"Terimakasih Re. Terimakasih telah hadir menjadi sahabat baikku selama ini. Terimakasih atas kadonya."
"Semoga engkau bisa bahagia selalu sahabatku." Reren terdiam sejenak. Kemudian ia melanjutkan kata-katanya, "Maaf, saya yang telah menceritakan semua tentangmu dengan Jo," ucap Reren.
Rensya terkejut, ia lantas menegakkan kepalanya. Ia menatap Reren dengan tajam. Tak berkedip. Seakan Rensya ingin marah. Namun, ia tak mampu berkata-kata. Rensya merasa Reren tak menepati janjinya. Padahal ia berpesan untuk tidak berikan informasi apapun tentangnya dan juga Jo, saat Jo berada di klinik dahulu.
Namun, Reren sangat paham dengan pengharapan Jo dan Rensya. Mereka berdua saling berharap untuk jumpa dan kembali, namun sebab ego mereka akhirnya memilih untuk menghindar. Reren hanya berusaha agar mereka bisa kembali lagi.