Saya perhatikan kedatangan Pras dari kejauhan. Ia tampak mencari kami. Obrolan kami terhenti. Menyisakan isak yang belum terasa lega di hati saya. Terasa berat sampai kepala saya pun terasa sedikit sakit. Langkah kaki Pras terasa cepat sekali. Tak memberikan jeda untuk mengembalikan perasaan awal saya.
Perlahan saya menarik nafas panjang. Saya lemparkan senyum kepadanya. "Hai Pras," sahutku.
"Hai, kalian saling kenal rupanya?" tegur Pras.
Saya dan Reren saling menatap. Melempar senyum kecil. Ternyata kami sedang menunggu orang yang sama. "Tapi siapakah Pras ini," gerutuku.
"Oh iya Pras. Dia yang menolongku saat itu. Sewaktu aku sedang mabuk," saya coba pecahkan kebingungan diantara kita. Sempat beberapa menit kami saling terdiam, menunggu siapa yang akan memulai lebih dulu berbicara.
Pras nampak tersenyum kepada kami. "Hai, kenapa kita berdiri saja," silahkan duduk kata Pras
"Hahahaha." Kamipun lantas terbahak bersama. Suasana kini sedikit mencair. Saya bisa rasakan suasana persahabatan. Meski kami baru saling kenal.
"Jadi kau sudah kenal dengan Reren?" tanya Pras kepadaku. Dalam perbincangan itu, saya melihat tangannya mulai meraih tangan Reren. Saya mulai menaruh curiga di sini. "Jangan-jangan mereka ada hubungan sepesial," bisikku.
"Iya Pras, ia yang sewaktu itu menolong saya. Mengobati tangan saya, jika tidak ada dr. Reren barangkali saya tak bisa menjadi penulis seperti saat ini."
"Haha," kami pun lantas terbahak kembali.
Di tengah candaan ini, Reren tak terlihat seperti awal tadi. Keceriaannya, tak lagi saya dapatkan. Ia hanya melempar senyum yang tertahan diantara obrolan kita.