Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teologi Tubuh Santo Yohanes Paulus II

25 Juli 2020   10:01 Diperbarui: 25 Juli 2020   10:02 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tanggal 20 Februari 1980, Paus Yohanes Paulus II mengadakan audiensi di hadapan ribuan peziarah di lapangan Basilika Vatikan St. Petrus, Roma. Pada momen inilah dia berkata, "Tubuh sesungguhnya, dan hanya tubuh, mampu  membuat terlihat apa yang tidak terlihat yaitu yang spiritual dan yang ilahi" (TOB 19:4).

Isi ceramah yang disampaikannya dalam audiensi ini hanyalah salah satu dari 129 ceramah yang disampaikannya sejak tanggal 5 September 1979 hingga tanggal 28 Nopember 1984. Tradisi untuk beraudiensi pada hari Rabu ini terhenti dengan adanya usaha pembunuhan atas dirinya pada tanggal 13 Mei 1981. Setelah pulih, dia melanjutkan kebiasaannya untuk beraudiensi pada tanggal 11 Nopember 1981.

Tema ceramah yang disampaikannya adalah Kebangkitan Badan. Semua isi ceramah yang disampaikannya ini dikumpulkan dan dirangkum dalam sebuah buku, bukan oleh dirinya sendiri melainkan oleh P. Jan Glowczyk, seorang direktur penyimpanan arsip Paus Yohanes Paulus II , dengan judul "Teologi Tubuh" (The Theology of the Body).

Sakramentalitas Tubuh Manusia

Bagi Paus Yohanes Paulus II, tubuh manusia adalah tanda realitas ilahi atau tanda dari isi hidup Allah (Theos) sendiri. Dalam dan melalui tubuhnya, manusia mengenal Allah dan mengenal dirinya sebagai citra Allah. Manusia adalah citra Allah karena diciptakan dari isi hidup Allah sendiri (menurut gambar dan rupa Allah sendiri). Dengan demikian, tubuh manusia menjadi sakramen yang menghadirkan dan menjelaskan keberadaan dan kehidupan Allah sendiri.

Allah yang tidak kelihatan dikenal oleh manusia, ciptaan-Nya, melalui tubuh manusia. Allah menyatakan diri-Nya dalam tubuh manusia. Keyakinan iman ini tidak hanya menjadi tanggapan Gereja atas revolusi seksual dewasa ini, tetapi sebagai penerang untuk semua diskusi mengenai tubuh manusia.

Landasan Biblis

Keyakinan iman Paus Yohanes Paulus II mengenai sakramentalitas tubuh manusia berakar pada isi Kitab Suci sendiri, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, terutama seruan-seruan Yesus Kristus sendiri. Dalam Kitab Kejadian dibentangkan mengenai kisah penciptaan manusia (bdk. Kej 1:26-27). Dalam kisah ini dinyatakan bahwa Allah menyatakan diri-Nya dalam tubuh manusia ketika Dia menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri (bdk. Kej 1:26).

Kehadiran Allah dalam tubuh manusia tidak hanya tampak dalam pribadi manusia sendiri, tetapi juga dalam persekutuan antar pribadi, yaitu ketika manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan (bdk. Kej 1:27).  Penciptaan manusia justru memperoleh wujudnya yang sempurna dalam persekutuan mereka sebagai suami-istri dalam ikatan perkawinan yang sah. Wujud persekutuan manusia sebagai suami-istri ini merupakan isi dari gambar dan rupa Allah.

Dalam Perjanjian Baru, permenungannya mengenai teologi tubuh dilandaskan pada misteri perkawinan antara laki-laki dengan perempuan. Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa dasar ikatan perkawinan yang mempersatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah hubungan antara Kristus sendiri dengan Gereja-Nya (bdk. Ef 5:21-33. Karena landasan inilah maka St. Paulus menegaskan bahwa ikatan persekutuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri merupakan sebuah misteri agung yang tersembunyi dalam Diri Allah sendiri dan kelak akan dinyatakan dalam sejarah hidup manusia. Dalam misteri kesatuan inilah tersingkap isi teologi tubuh.[1]

Fenomenologi Personalistik Karmelit

Metode pendekatan yang dipergunakan Paus Yohanes Paulus II dalam mengungkapkan isi imannya mengenai sakralitas tubuh manusia bertautan erat dengan situasi yang melatarbelakanginya, terutama pengalaman hidup yang dialaminya serta visi yang hendak disampaikannya kepada Umat Allah.

Paus Yohanes Paulus II memiliki latar belakang filsafat fenomenologi. Salah satu cabang filsafat ini berusaha mendalami aneka gejala (fenomena) yang ditangkap oleh kesadaran manusia, bukan hanya sisi lahiriah (dimensi objektif/rangkaian gejala), melainkan juga sisi internal (dimensi subjektif), yaitu segala sesuatu yang ditangkap oleh kesadaran manusia. Kedua dimensi ini membentuk keutuhan manusia sebagai pribadi (persona) dan pendekatan atas diri manusia sebagai person ("Personalisme"). Usaha untuk mendalami kesadaran pribadi manusia terhadap gejala-gejala ini disebut "Fenomenologi Personalistik".

Pendekatan fenomenologi personalistik yang dikembangkan oleh Paus Yohanes Paulus II ini diinspirasikan oleh gagasan mistik St. Yohanes dari Salib (spiritualitas karmelit).[2] Berangkat dari gagasan mistik ini, dia semakin diyakinkan oleh kekuatan cinta. Baginya, cinta memiliki tiga dimensi yang utuh[3] yaitu: pertama, cinta sebagai pemberian diri sendiri; kedua, cinta antara sepasang laki-laki dan perempuan sebagai paradigma pemberian cinta, dan ketiga, cinta Trinitaris, yaitu cinta antara Bapa, Putera dan Roh Kudus, yang merupakan sumber dan model cinta bagi manusia.

Berakar pada pemikiran filosofis dan permenungan mistik St. Yohanes dari Salib ini, dia menemukan metode pendekatan yang khas baginya, yaitu Fenomenologi Personalistik Karmelit. Apabila dirujukkan pada sosok mistik yang menjadi sumber inspirasinya, maka metode pendekatannya ini disebut "Fenomenologi Personalistik San Juanis". Karena latar belakang inilah, maka dalam teologi tubuhnya, dia mempergunakan istilah pribadi, persona, subjek, objek, subjektif, objektif, cinta, pemberian diri total, perkawinan, mempelai, suami-istri, martabat tubuh manusia dan istilah lain seputar hal-hal itu.

Membela Keluhuran Tubuh

Sejak awal berdirinya, Gereja berjuang untuk membela keluruhan tubuh manusia, terutama dari serangan kaum Gnostisisme[4] dan Manikeisme[5]. Kedua aliran ini melihat tubuh manusia sebagai materi yang jahat. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Sementara aliran dualisme memisahkan kekudusan jiwa dari tubuh yang jahat sebab menjadi penjara bagi jiwa. Ketiga aliran ini sangat bertentangan dengan teologi tubuh yang mengakui kesakralan tubuh manusia. Konsekuensinya, teologi tubuh adalah sebuah model teologi yang anti-dualisme, anti-gnostik atau anti-manikeis.

Cakupan Teologi Tubuh

Dalam Teologi Tubuh, Paus Yohanes Paulus II memberikan uraian yang mendalam mengenai seluruh realitas manusia yang bertubuh. Namun, apabila dicermati secara mendalam, isi pemikirannya hanya terangkum dalam tujuh bagian ini, yaitu:

Pertama, kesatuan sempurna antara laki-laki dan perempuan. Gagasannya ini dilandaskan pada buah permenungannya atas kitab Kejadian. Ia menjelaskan bahwa sejak awal penciptaan, manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Wawasan imannya ini dipaparkan dalam 23 katekese yang disampaikan sejak tanggal 05 September 1979 hingga tanggal 09 April 1980.

Kedua, kemurnian hati dan konkupisensia. Gagasannya ini terinspirasi dari Khotbah Yesus di Bukit (bdk. Mat. 5-7). Berangkat dari inti perdebatan antara Yesus dengan orang-orang Farisi perihal perkawinan, Yesus menegaskan bahwa dalam kehidupan sesudah kebangkitan, manusia tidak kawin dan tidak dikawinkan. Tema ini disampaikannya sejak tanggal 15 April 1980 sampai 10 Desember 1980.

Ketiga, ulasan teologis atas ajaran St. Paulus mengenai tubuh manusia, terutama hidup menurut roh. Ditegaskannya bahwa manusia yang dihidupi oleh Roh Allah akan bertindak sesuai dengan kehendak Allah sendiri. Tubuh diciptakan untuk menjadi kediaman Allah dan bukan untuk perzinahan. Tema ini disampaikan sejak tanggal 17 Desember 1980 hingga tanggal 6 Mei 1981.

Keempat, perkawinan dan selibat dalam terang kebangkitan tubuh. Pada bagian ini, dia memberikan penjelasan mengenai seksualitas manusia yang dihidupi dengan cara yang berbeda. Tema ini terangkum dalam 9 katekese dan disampaikan sejak tanggal 11 Nopember 1981 hingga tanggal pada 10 Februari 1982.

Kelima, hidup selibat demi Kerajaan Allah. Pada bagian ini dia memaparkan pemikirannya mengenai makna seksualitas orang yang hidup selibat. Ditegaskannya bahwa orang yang hidup selibat harus sungguh-sungguh menjalani hidup selibatnya demi Kerajaan Allah. Topik ini terangkum dalam 14 katekese dan disampaikan sejak 10 Maret 1982 hingga tanggal 21 Juli 1982.

Keenam, perkawinan berdasarkan Efesus 5: 22-33. Pada bagian ini dia memberikan uraian teologisnya mengenai perkawinan Katolik dengan menggunakan rumusan Rasul Paulus mengenai hubungan antara Yesus Kristus dengan jemaat-Nya. Topik ini terangkum dalam 27 katekese dan disampaikan sejak tanggal 28 Juli 1982 hingga tanggal 04 Juli 1984.

Ketujuh, refleksi atas Humanae Vitae[6] yang didasarkan pada penebusan tubuh dan Sakramen Perkawinan. Pada bagian ini dia memaparkan perihal keluhuran martabat manusia dalam kehidupan perkawinan kristiani. Topik ini terangkum dalam 16 katekese dan disampaikan sejak tanggal 11 Juli 1984 hingga tanggal 28 Nopember 1984.

Catatan

[1] Makna Tubuh sebagai sebuah Teologi juga dapat ditemukan dalam ajaran St. Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus. Paulus mengatakan bahwa tidak ada dikotomi antara tubuh dan jiwa. Tubuh adalah milik Kristus (bdk. 1 Kor 6:13), bagian dari Tubuh Kristus (bdk. 1 Kor 6:15) dan Bait Roh Kudus (bdk. 1 Kor 6:19-20). Oleh karena itu Paulus mengatakan bahwa tujuan hidup umat kristiani adalah kebangkitan badan dan kehidupan yang kekal bersama dengan Tubuh Kristus (bdk. Flp 3:21 dan 1 Kor 15:43). [Lihat Jose Kuttinimattathil, "Towards a Theology of The Body I", dalam VJTR, 65/1, (Januari 2001), hlm. 31-39.]

[2] Penghayatannya atas pemikiran mistik Santo Yohanes dari Salib ia tuangkan dalam disertasinya yang berjudul Faith in John of the Cross. Dalam disertasi ini, Paus Yohanes Paulus II merumuskan iman sebagai kesatuan antara Allah dengan pribadi manusia dan mendalami tentang cinta, cinta suami-istri dan subjek personal.

[3] Segitiga utuh yang terkandung dalam cinta ini disebut sebagai the Sanjuanist Triangle.

[4] Kata Gnostisisme berasal dari bahasa Yunani (: pengetahuan). Gnostisisme adalah suatu paham atau aliran tentang penyelamatan melalui pengetahuan. Pada akhir abad ke II, penganut Gnostik mengutip kata-kata Yesus dalam Injil yang dipakai umat Kristiani demi mendukung ajaran-ajaran mereka.

[5] Manikeisme berasal dari bahasa Latin Manichaeus + -isme, dari Klasik Syriac (mani Hayya, "Hidup Mani"), dari nama pendirinya, Mani, dari Persia Tengah dan Klasik Syriac mani (modern Persia (mani)). Manikeisme adalah ajaran yang sifatnya dualistis dan dikembangkan oleh Mani dengan memanfaatkan pelbagai unsur dari Zoroastrianisme, Buddhisme, Gnostisisme dan Kristianisme. Seluruh realitas menurut Manikheisme dibagi dalam dua unsur: Terang dan Gelap. Aliran manikheisme juga berpendapat bahwa objek praktik agama adalah membebaskan partikel-partikel terang yang telah dicuri oleh setan dari dunia Terang dan terpenjara dalam benak manusia. Yesus, Buddha, dan para nabi serta Mani sendiri diutus untuk membantu melaksanakan pembebasan tersebut. Bagi manikheis, seluruh alam fisis ini dimobilisasi untuk menciptakan pembebasan. Salah satu wujud nyata pembebasan itu adalah matiraga yang keras yang dimengerti sebagai upaya membebaskan keinginan kedagingan.

[6] Humanae Vitae (Hidup Manusiawi) merupakan ensiklik Paus Paulus VII (1968) yang berisi tentang pengaturan kelahiran.

Sumber

Heuken, A. Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2004.

John Paul II. The Theology of the Body: Human Love in Divine Plan. Boston: Pauline Books and Media, 1997.

-------. Man and Woman He Created Them: A Theology of the Body. Judul asli: Uomo e donna lo cre: Catechesi sull`amore umano. Diterjemahkan dalam edisi bahasa Inggris oleh Michael Waldstein. Boston: Pauline Books and Media, 2006.

Jose Kuttinimattathil, "Towards a Theology of The Body I", dalam VJTR, 65/1, (Januari 2001), hlm. 31-39.

Kristyanto, Eddy. Selilit Sang Nabi: Bisik-bisik tentang Aliran Sesat. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Ramadhani, Deshi.  Menguak Injil-injil Rahasia. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Ramadhani, Deshi. Lihatlah Tubuhku: Membebaskan Seks Bersama Yohanes Paulus II. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

West, Christopher. Theology of the Body Explained: A Commentary on John Paul II`s Man and Woman He Created Them. Boston: Pauline Books & Media, 2007.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun