Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebangkitan Badan dalam Perspektif Teologi Tubuh Yohanes Paulus II

19 Juli 2020   08:37 Diperbarui: 19 Juli 2020   08:30 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Umumnya orang memahami konsep kematian sebagai akhir kehidupan sebab pada saat kematian semua aktivitas kehidupan, tindakan dan perkembangan manusia terhenti. 

Namun bagi orang Kristen, kematian bukanlah akhir kehidupan karena kehidupan itu tetap berlanjut dengan adanya kebangkitan badan. Orang Kristen memahami kematian sebagai akhir kehidupan duniawi dan awal kehidupan baru bersama Allah.

Keyakinan iman ini dinyatakan dalam credo Gereja Katolik: "Percaya akan Kebangkitan Badan". Dasar dari iman ini ialah kebangkitan Yesus Kristus sendiri. 

Ia akan membangkitkan semua orang yang percaya kepada-Nya dengan badan yang tidak bisa binasa dan mereka yang telah dibangkitkan tersebut akan mengambil bagian kemuliaan-Nya di akhirat. "Barangsiapa percaya kepada Allah yang telah mewahyukan Diri dalam Yesus ia mempunyai hidup yang kekal" (Yoh 5:24).

Walaupun demikian iman akan kebangkitan badan tidak mudah dijelaskan dan dipahami. Umumnya orang memahami kebangkitan badan hanya dalam lingkup rohani. 

Mereka tidak mengakui bahwa tubuh manusiawi yang sudah membusuk dan menyatu dengan tanah akan mengalami kebangkitan untuk kehidupan yang baka. 

Aneka bentuk perlawanan ini terjadi karena isi iman mengenai kebangkitan badan tidak dinyatakan dalam wujud ajaran yang detail, rinci dan eksplisit oleh Yesus Kristus sendiri dan oleh Gereja, terutama berkenaan dengan waktu (kapan persisnya terjadi) dan situasi yang terjadi pada momen kebangkitan itu sendiri. Yesus Kristus sendiri mengatakan bahwa hanya Allah, Bapa sendirilah yang tahu (bdk. Mrk 13:32).

Karena realitas kematian dan kebangkitan badan tetap tinggal sebagai sebuah misteri, maka segudang pertanyaan bermunculan: "Apakah pada saat kebangkitan, keadaan tubuh manusia yang dialami saat hidup di dunia ini akan persis sama dengan tubuh kebangkitan? 

Apakah tubuh manusia yang adalah fana akan mengalami kehidupan yang kekal? Apakah dalam dunia kebangkitan kelak, mereka yang semasa hidup di dunia memiliki suami atau istri tetap saling mengenal? Apa pengaruh kondisi kebertubuhan manusia di dunia ini terhadap tubuh kebangkitan?"

Konsep dan Cakupan Biblis

Dalam Perjanjian Lama, konsep mengenai kebangkitan ditemukan dalam Kitab Daniel dan Kitab Yesaya. Inti permenungannya didasarkan pada konteks pembebasan bangsa Israel. 

Terdapat dua gagasan fundamental: pertama, kebangkitan badan merupakan kepenuhan janji Allah kepada bangsa Israel. Allah akan membebaskan orang-orang Israel yang percaya dan taat kepada-Nya dari kuasa dunia kematian dan menganugerahkan kepada mereka kehidupan yang bahagia (bdk. Dan 12:2; Yes 26:19); 

kedua, kebangkitan badan juga dipahami sebagai pembalasan Allah terhadap orang-orang Israel yang melakukan kejahatan dan menolak Allah di spanjang kehidupan mereka. 

Penolakan itu diikuti dengan pembunuhan orang pilihan Allah. Mereka akan dibangkitkan Allah untuk dibinasakan, bukan untuk kebahagiaan kekal (bdk. Dan 12:2).

Sementara dalam Perjanjian Baru dapat ditemukan dalam ajaran Yesus Kristus dan St. Paulus. Dalam ajaran dan tindakan-Nya, Yesus menegaskan ada kebangkitan. Membangkitkan orang mati (bdk. Mrk 5:21-42; Luk 7:11-17; Yoh 11), tanda nabi Yunus (Mat 12:39), tanda Kenisah (bdk. Yoh 2:19-22) dan nubuat tentang pembunuhan serta kebangkitan-Nya pada hari ketiga (bdk. Mrk 10-34) merupakan tanda dan jaminan tentang kebangkitan. 

Yesus sendiri berkata: "Akulah kebangkitan dan hidup" (Yoh 11:25). Pada akhir zaman, Ia akan membangkitkan semua orang yang percaya kepada-Nya (bdk. Yoh 5:24-25; 6:40), yaitu orang-orang yang telah makan tubuh dan minum darah-Nya sendiri (bdk. Yoh 6:54). Seluruh ajaran Yesus Kristus tentang kebangkitan ditegaskan dengan peristiwa kebangkitan-Nya dari alam maut serta perjumpaan-Nya dengan para murid-Nya.

Terdapat tiga ajaran St. Paulus tentang kebangkitan badan. Pertama, kebangkitan badan diimani sebagai dasar harapan kristiani (bdk. 1 Tes 4:13). 

Dengan ajaran ini, St. Paulus mengatakan bahwa kematian bukanlah akhir yang bersifat defenitif melainkan jalan menuju kehidupan dan setiap orang yang berkenan di hadapan Allah akan bangkit dari kubur dan akan mengalami kehidupan kekal. 

Kedua, kebangkitan badan itu bersifat dan berlaku umum. Baik orang benar maupun orang tidak benar akan bangkit (bdk. Kis 24:15). Ketiga, kebangkitan badan merupakan suatu peristiwa yang sama sekali baru. Kelak pada saat kebangkitan, manusia akan mengalami tubuh yang baru yaitu tubuh rohani (bdk. 1 Kor 15:31-50).

Allah adalah Allah Orang Yang Hidup

Iman mengenai kebangkitan badan tidak bisa dipisahkan dari pewahyuan diri Allah sebagai pencipta, pemilik dan sumber kehidupan bagi semua ciptaan-Nya. 

Dia yang telah menciptakan segala yang ada, terutama jiwa dan badan manusia akan memberikan kepada manusia kehidupan ilahi-Nya sendiri. Di hadapan-Nya, semua manusia ciptaan-Nya mengalami kehidupan (Luk 20:38). 

Bagi Paus Yohanes Paulus II, peristiwa kebangkitan badan merupakan bukti nyata dari kuasa Allah sebagai sumber kehidupan bagi semua manusia. Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa semua orang yang percaya kepada-Nya hanya memiliki keyakinan ini yaitu, hidup tidak berakhir di titik kematian. 

Allah yang hidup akan memberikan kehidupan kepada semua orang yang percaya, hidup dan berkenan di hadapan-Nya. Mereka yang percaya akan kekuatan-Nya akan memiliki hidup, walaupun telah mengalami kematian fisik menurut hukum duniawi.

Penyatuan Kembali Tubuh dan Jiwa

Paus Yohanes Paulus II menegaskan keyakinan imannya bahwa apabila kematian itu diimani sebagai pemisahan jiwa dari raga manusiawi, maka kebangkitan juga diimani sebagai penyatuan kembali antara tubuh dan jiwa. 

Keyakinan iman Paus Yohanes Paulus II ini dilandaskan pada pandangan antropologis-metafisis dan teologis Thomas Aquinas. Menurut Thomas, tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan dari eksistensi manusia, sehingga relasi keduanya tetap berlanjut dalam dunia kebangkitan. 

Dengan demikian, Paus Yohanes Paulus II menyakini bahwa dalam dunia kebangkitan, manusia akan tetap mempertahankan "hakikat psiko-somatik-nya", yaitu kesatuan antara jiwa (bahasa Yunani: psyche) dan tubuh (bahasa Yunani: soma).

Manusia Tidak Kawin atau Dikawinkan

Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa dalam dunia kebangkitan manusia tidak akan kawin atau dikawinkan. Itu terjadi karena dalam dunia kebangkitan manusia akan mendapatkan kembali tubuh-tubuh mereka dalam kepenuhan dan kesempurnaan sesuai dengan gambaran dan rupa Allah, yaitu dalam maskulinitas dan feminitas. 

Ketika itu terjadi maka manusia tidak akan mengambil baik istri maupun suami. Melalui gagasan ini, Paus Yohanes Paulus II hendak mengatakan bahwa dalam dunia kebangkitan manusia akan memperoleh tubuh yang berbeda dengan tubuh duniawi. 

Tubuh duniawi adalah tubuh yang diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dan dipersatukan menjadi satu daging (bdk. Kej 2:24), sementara tubuh kebangkitan adalah tubuh rohani.

Masuk dalam Perkawinan Anak Domba

Pada saat kebangkitan kelak, manusia akan masuk dalam pesta perkawinan Anak Domba. Antisipasi untuk pesta tersebut adalah ikatan perkawinan di dunia ini saat laki-laki dan perempuaan bersatu menjadi satu daging. 

Dalam pesta perkawinan Anak Domba, manusia akan memasuki rahasia besar dari inti iman dan tujuan hidup manusia di dunia ini yaitu kesatuan kekal bersama dengan Kristus sang Pengantin Ilahi. Bagi Paus Yohanes Paulus II persatuan yang mesra dan intim tersebut adalah surga. 

Dengan demikian, dalam dunia kebangkitan kelak, hidup manusia tidak lagi terfokus pada pemenuhan setiap hasrat ragawi yang dinyatakan dalam keberadaan mereka sebagai laki-laki dan perempuan, tetapi pada kehidupan Allah sendiri.

Spiritualisasi Tubuh

Paus Yohanes Paulus II menjelaskan bahwa dalam dunia kebangkitan akan terjadi proses spiritualisasi (pengrohanian) atas tubuh manusia. Ia mengatakan bahwa spiritualisasi berarti tidak hanya bahwa roh akan menguasai tubuh, tetapi bahwa roh akan secara penuh merasuki tubuh dan daya-daya roh akan merasuki kekuatan-kekuatan tubuh. 

Dengan proses ini, relasi timbal-balik antara tubuh dan roh akan menjadi harmonis sehingga tidak ada lagi pertentangan antara keinginan tubuh dengan keinginan roh. 

Dalam dunia kebangkitan, manusia akan dibebaskan dari semua bentuk kekuatan yang saling bertentangan. Pada saat itu, tubuh manusia menyatu secara padu, sempurna dan harmoni dengan roh sebab roh dan daya-daya roh akan merasuki seluruh tubuh dan semua kekuatannya yang saling bertentangan di dalamnya. 

Dengan demikian Paus Yohanes Paulus II mengimani kebangkitan sebagai partisipasi sempurna dari semua unsur ragawi di dalam daya-daya spiritual yang ada dalam diri manusia sendiri.

Pengilahian Pribadi Manusia

Menurut Paus Yohanes Paulus II, spiritualisasi tubuh merupakan proses pengilahian (divinisasi) tubuh manusia atau mengilahikan manusia. Proses ini harus terjadi karena adanya kodrat yang mendasar dan melekat dalam tubuh manusia sebagai laki-laki dan perempuan, yaitu perkawinan. 

Dalam proses ini, daya-daya Allah, yaitu isi hidup Allah yang adalah cinta meresap dan merasuki seluruh diri manusia sehingga daya-daya manusiawi yang ada dalam diri manusia dikuduskan sebab diarahkan dan dimanfaatkan untuk finalisasi yang baik, yaitu demi kemuliaan dan keagungan cinta Allah dan keselamatan manusia sendiri. 

Dengan demikian, nupsial tubuh manusia sebagai laki-laki dan perempuan tidak dinyatakan dalam wujud kesatuan daging melainkan dalam bentuk peresapan dan perasukan daya-daya ilahi ke dalam daya-daya manusiawi yang melampaui keutuhan dan kesatuan antara laki-laki dan perempuan dalam satu daging. Karena landasan iman ini, maka dalam dunia kebangkitan, manusia sungguh-sungguh tidak kawin dan tidak dikawinkan.

Berjumpa dengan Allah dari "Muka ke Muka"

Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Karena itu, dari kodratnya, manusia memiliki keinginan untuk bersatu dalam persekutuan yang mengagumkan, baik di antara laki-laki dengan perempuan itu sendiri maupun di antara laki-laki dan perempuan dengan Allah, Penciptanya. 

Wujud kesatuan ini terjadi melalui proses "spiritualisasi" dan "divinisasi" atas tubuh manusia dan daya-daya manusiawi yang ada di dalamnya. Karena proses ini, manusia ambil bagian dalam kehidupan ilahi (dunia kebangkitan).

Dalam dunia kebangkitan manusia akan berjumpa dengan Allah dari "muka ke muka". Perjumpaan pribadi antara manusia dengan Allah dari "muka ke muka" akan menerangi relasi cinta di antara manusia, terutama relasi cinta antara suami-isteri. 

Cinta yang menjadi landasan bangunan kesatuan antara suami dan isteri merupakan pancaran dari isi relasi cinta Trinitaris, yaitu relasi cinta antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. 

Keyakinan iman ini akan mengarahkan suami-isteri pada kesadaran yang mendalam dan penuh daya bahwa kesatuan mereka sebagai suami-isteri tidak hanya terbatas pada level daging-manusiawi, tetapi pada ilahi, yaitu pada rahmat pernikahan surgawi. Pada level ini, suami-isteri akan berpartisipasi dalam kehidupan Allah dan membangun persekutuan hidup dengan-Nya.

Manusia Menjadi Pribadi Yang Sempurna

Menurut Paus Yohanes Paulus II, kesempurnaan tubuh akan dialami manusia apabila manusia menghidupi dua tuntutan iman ini: pertama, memberikan diri secara utuh kepada Allah; kedua, hidup dalam persekutuan cinta dengan-Nya. 

Kedua tuntutan ini memperlihatkan bahwa kesempurnaan tubuh manusia sangat ditentukan oleh keterbukaan, kesediaan dan kesetiaan manusia untuk membangun persekutuan hidup dengan Allah sendiri yang dilandaskan pada kekuatan cinta. 

Paus Yohanes Paulus II juga menjelaskan bahwa persekutuan cinta yang sempurna sesungguhnya sudah dibangun dan menjadi dasar kehidupan laki-laki dan perempuan pada saat meneguhkan ikatan pernikahan mereka. Pernikahan menjadi model persekutuan hidup duniawi yang menyimbolkan persekutuan sempurna di alam kebangkitan.

Persekutuan Manusia Dengan Yang Ilahi

Iman Gereja menegaskan bahwa persekutuan hidup antara Allah dengan manusia adalah muara yang membahagiakan bagi manusia beriman. Persekutuan hidup ini merupakan persekutuan inter-subjektifitas dengan Sang Communio Personarum (persekutuan antar pribadi), yaitu Allah sendiri. Isi iman ini dinyatakan dalam Kitab Kejadian (Kej 2:24) dan seruan Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus (Ef 5:31-32): kesatuan sebagai satu daging yang merupakan suatu "misteri agung" dan relasinya dengan Kristus terhadap Gereja-Nya. Persekutuan ini merupakan wujud nyata dari pernikahan antara yang ilahi dengan yang manusiawi, antara Kristus dengan Gereja-Nya yang akan berlangsung kekal dalam dunia kebangkitan.

Landasan iman ini menyingkapkan makna teologis dari "tubuh" dan "menjadi tubuh" dalam wujud laki-laki dan perempuan yang merupakan gambar dan rupa Allah sendiri. Perbedaan seksual sebagai laki dan perempuan dan kesatuan daging yang terbentuk melalui ikatan pernikahan merupakan wujud persekutuan abadi antara Allah Tritunggal dengan manusia. Berkat daya-daya roh Allah, persekutuan hidup manusia diangkat ke dalam level ilahi. Manusia ambil bagian dalam kehidupan Allah dan kebahagiaan perjamuan kekal bersama Anak Domba Allah, Sang Pengantin Surgawi.

Masuk Dalam Persekutuan Orang Kudus

Paus Yohanes Paulus II menjelaskan bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan tubuh yang dialami manusia dalam dunia kebangkitan sangat ditentukan oleh realitas kehidupan tubuh/fisik di dunia fana ini. 

Dalam konteks iman ini, Paus Yohanes Paulus II menjelaskan mengenai makna persekutuan hidup orang kudus, yaitu orang-orang yang sungguh-sungguh hidup menurut isi cinta Allah dan memberikan seluruh hidup mereka kepada-Nya. Mereka menjadi duta cinta Allah yang kukuh memberikan kesaksian iman dan cinta mereka kepada Allah dan sesama. 

Para kudus mengajarkan Umat Allah bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan tubuh dalam dunia kebangkitan ditentukan oleh keterbukaan dan kesetiaan untuk menjalin komunikasi cinta dengan Allah, hidup dalam kekuatan cinta serta kesediaan untuk menyalurkan cinta-Nya (saling berbagi dan saling memberikan diri) kepada sesama. Dengan menghidupi sikap iman ini, Umat Allah sungguh-sungguh mewujudkan inti kehidupan Allah sendiri: Dia adalah Bapa yang rahim dan penuh belas kasih. Dia memberikan segalanya hingga tuntas demi kehidupan dan kebahagiaan manusia.

Sumber

D.S. Margoliouth (ed.). A Commentary on the Book of Daniel. Oxford: Clarendon Press, 1889.

Dister, Nico Syukur. Pengantar Teologi. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia & Kanisius, 1991.

Hentz, Otto. Pengharapan Kristen: Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka, Pemurnian, Keabadian dan Penghakiman. Yogyakarta: Kanisius, 2005.

John Paul II. The Theology of the Body: Human Love in Divine Plan. Boston: Pauline Books and Media, 1997.

-------. Man and Woman He Created Them: A Theology of the Body. Judul asli: Uomo e donna lo cre: Catechesi sull`amore umano. Diterjemahkan dalam edisi bahasa Inggris oleh Michael Waldstein. Boston: Pauline Books and Media, 2006.

Kuttinimattathil, Jose. "Towards a Theology of The Body I", dalam VJTR, 65/1, (Januari 2001), hlm. 31-39.

Katekismus Gereja Katolik. Diterjemahkan berdasarkan edisi bahasa Jerman oleh Herman Embuiru. Ende: Arnoldus, 1998.

Levenson, Jon D. Resurrection and Restoration of Israel: The Ultimate Victory of the God of Life. London: Yale University Press, 2006.

Martin, Ralph. Is Jesus Coming Soon? A Catholic Perspective on the Second Coming. United State of America: Servant Books Ann Arbor, 1997.

Handoko, Petrus Maria. "Yesus Turun ke Neraka", dalam Hidup, no. 17 tahun ke-69 (26 April 2015), hlm. 18.

Ramadhani, Deshi. Lihatlah Tubuhku: Membebaskan Seks Bersama Yohanes Paulus II. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

West, Christopher. Theology of the Body Explained: A Commentary on John Paul II`s Man and Woman He Created Them. Boston: Pauline Books & Media, 2007.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun