Persekutuan Manusia Dengan Yang Ilahi
Iman Gereja menegaskan bahwa persekutuan hidup antara Allah dengan manusia adalah muara yang membahagiakan bagi manusia beriman. Persekutuan hidup ini merupakan persekutuan inter-subjektifitas dengan Sang Communio Personarum (persekutuan antar pribadi), yaitu Allah sendiri. Isi iman ini dinyatakan dalam Kitab Kejadian (Kej 2:24) dan seruan Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus (Ef 5:31-32): kesatuan sebagai satu daging yang merupakan suatu "misteri agung" dan relasinya dengan Kristus terhadap Gereja-Nya. Persekutuan ini merupakan wujud nyata dari pernikahan antara yang ilahi dengan yang manusiawi, antara Kristus dengan Gereja-Nya yang akan berlangsung kekal dalam dunia kebangkitan.
Landasan iman ini menyingkapkan makna teologis dari "tubuh" dan "menjadi tubuh" dalam wujud laki-laki dan perempuan yang merupakan gambar dan rupa Allah sendiri. Perbedaan seksual sebagai laki dan perempuan dan kesatuan daging yang terbentuk melalui ikatan pernikahan merupakan wujud persekutuan abadi antara Allah Tritunggal dengan manusia. Berkat daya-daya roh Allah, persekutuan hidup manusia diangkat ke dalam level ilahi. Manusia ambil bagian dalam kehidupan Allah dan kebahagiaan perjamuan kekal bersama Anak Domba Allah, Sang Pengantin Surgawi.
Masuk Dalam Persekutuan Orang Kudus
Paus Yohanes Paulus II menjelaskan bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan tubuh yang dialami manusia dalam dunia kebangkitan sangat ditentukan oleh realitas kehidupan tubuh/fisik di dunia fana ini.Â
Dalam konteks iman ini, Paus Yohanes Paulus II menjelaskan mengenai makna persekutuan hidup orang kudus, yaitu orang-orang yang sungguh-sungguh hidup menurut isi cinta Allah dan memberikan seluruh hidup mereka kepada-Nya. Mereka menjadi duta cinta Allah yang kukuh memberikan kesaksian iman dan cinta mereka kepada Allah dan sesama.Â
Para kudus mengajarkan Umat Allah bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan tubuh dalam dunia kebangkitan ditentukan oleh keterbukaan dan kesetiaan untuk menjalin komunikasi cinta dengan Allah, hidup dalam kekuatan cinta serta kesediaan untuk menyalurkan cinta-Nya (saling berbagi dan saling memberikan diri) kepada sesama. Dengan menghidupi sikap iman ini, Umat Allah sungguh-sungguh mewujudkan inti kehidupan Allah sendiri: Dia adalah Bapa yang rahim dan penuh belas kasih. Dia memberikan segalanya hingga tuntas demi kehidupan dan kebahagiaan manusia.
Sumber
D.S. Margoliouth (ed.). A Commentary on the Book of Daniel. Oxford: Clarendon Press, 1889.
Dister, Nico Syukur. Pengantar Teologi. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia & Kanisius, 1991.
Hentz, Otto. Pengharapan Kristen: Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka, Pemurnian, Keabadian dan Penghakiman. Yogyakarta: Kanisius, 2005.