SANG AYAH
Disebuah desa dekat dengan hutan belantara bernama Lae Itam, perbatasan dengan Aceh, ada sebuah keluarga yang pernikahannya tidak disetujui oleh orang tua dari laki-laki. Namanya Agus dan Intan. Orang tua Agus tidak setuju dengan Intan sebagai menantunya karena Intan adalah putri orang miskin dan sekolahnya hanya lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Intan hanya bertani mengikuti orang tuanya. Namun, karena Agus sangat mencintai Intan, Agus tetap menikahi Intan, dan mereka tinggal di desa Lae Itam yang merupakan kampung halaman dari Intan. Sedangkan Agus adalah seorang PNS(Pegawai Negeri Sipil) yaitu sebagai guru Matematika di Sekolah Dasar.
Hampir 3 bulan mereka tinggal di Desa Lae Itam, Agus mulai berubah sikapnya. Ia jadi sering meninggalkan istrinya tinggal di rumah sendirian. Pulang dari mengajar di sekolah bukan pulang ke rumah kontrakan mereka, namun malah ke tempat perjudian. Dimana di desa tersebut banyak tempat perjudian. Mulanya Agus dibawa oleh temannya ke tempat perjudian tersebut, lama kelamaan akhirnya jadi ikut-ikutan. 6 bulan 7 bulan dan 8 bulan, Agus menjadi pejudi keras.Sampai-sampai ia tidak pulang ke rumah seharian penuh. Mulai dari pagi ketemupagi , Agus berada di tempat perjudian.
Intan yang merupakan istri yang baik tidak meninggalkan suaminya yang berubah menjadi pejudi berat, ia selalu sabar menghadapi suaminya. Beruntung Intan punya tetangga yang baik hati dan selalu menemani Intan ketika suaminya tidak ada dirumah. Namanya Murni. Murni adalah rekan kerja Agus yaitu sebagai tenaga pengajar honorer di SD tempat Agus mengajar. Setiap malam Murni selalu menemani Intan. Bahkan, jika suami Intan tidak pulang, Murni malah tidur di rumah Intan untuk menemaninya.
Sembilan bulan berlalu setelah pernikahan Agus dan Intan, Intan sudah terlihat berbadan dua. Sudah hamil tua. Sebentar lagi akan melahirkan seorang anak. Namun,walaupun demikian tidak membuat Agus berubah, malah jadi tambah parah bermain judi. Intan yang sudah hamil Sembilan bulan membuat dia sulit untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Untung ada Murni yang selalu membantunya.
Tepat 24 September 1989, minggu malam di Lae Itam, ketika Intan dan Murni sedang asyik mengobrol, tiba-tiba perut Intan terasa sakit. Rasanya ia mau melahirkan.
“Murni,perutku rasanya sakit sekali..” ucap Intan
“Wah… kamu kenapa Intan?
“sepertinya aku akan melahirkan, ahhhhh… tolong Murni,, ini sakit sekali rasanya …”
“waduh,ini sudah larut malam, saya ga tau harus bagaimana Tan, saya tidak mungkinmeninggalkanmu dalam kondisi seperti ini..”
Murni terlihat bingung tujuh keliling. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Dia sama sekali tidak mengerti tentang persalinan.
“Murni,tolong lakukan sesuatu, ini rasanya sakit sekali..!”
Tanpa pikir panjang, Intan langsung bergerak mencari sesuatu. Dan ternyata dia mengambil handuk.
“maaf Intan sebelumnya, saya memang tidak mengerti sedikit pun tentang perrsalinan,tapi saya tidak tahu harus berbuat apa.. saya tidak mungkin meninggalkanmu untuk memanggil dokter atau siapapun yang mengerti….” Ucap Murni dengan pasrah dan prihatin.
“Murni…sakitt…. “
“kamu pasti bisa Intan, ayo dorong terus… ayo Intan.. dorong terus..”
“ayo Intan, dorong terusss…..”
“uhhhhh…ahhh… sakit bangat Murni”
“ia.. ia… begitu Intan,, dorong terus… kamu pasti bisa… ayo Intan… teruss….tinggal sedikit lagi, ini sudah mulai kelihatan…” ucap Murni ketika ia mulai melihat bayi yang akan lahir.
Lima menit perjuangan Intan dan Murni untuk melahirkan seorang anak ke dunia yang fana ini. Dan akhirnya Intan melahirkan bayinya dengan selamat. Murni yang membantu Intan melahirkan sangat terpukau dengan kondisi yang mereka alami.Sambil membersihkan tubuh bayi Intan,
“selamat ya Intan, bayi kamu laki-laki…. “
Intan hanya tersenyum melihat ke arah Murni seraya mengucap syukur kepada Murni yang membantunya melahirkan bayinya dan yang lebih utama adalah kepada Tuhan.
Setelah selesai membersihkan bayi itu, Murni kemudian memberikannya kepada Intan untuk diberi air susu. Intan melihat bayinya penuh bahagia. Sungguh besar anugrah Tuhan terhadapnya dengan dianugrahkannya seorang anak laki-laki yang ganteng.
“intan, saya mau memanggil suamimu dulu yah, saya mau memberitahunya soal kabar gembira ini” ucap Murni sambil pergi meninggalkan Intan.
“ia Murni, terima kasih ya… “
“iaTan,,” sambil meninggalkan Intan.
Jarak dari rumah Intan ke tempat perjudian tidak jauh, jaraknya sekitar 500 meter.Hanya berselang 10 menit kemudian, suami Intan muncul dengan nafas terengah-engah.
“Mama,mana anak kita?” Tanya Agus sambil mendekati Intan dan melihat bayinya sedang digendong oleh Intan.
“ohhhh….Terima kasih Tuhan atas anugrah yang Engkau berikan ini” ucap Agus sambil memegangi anaknya dengan sangat gembira. Terlihat senyum bahagia di wajahnya.
“aku minta maaf ya ma, aku tidak memperhatikanmu, dan selalu meninggalkanmu di rumah sendirian, sampai-sampai aku tidak melihatmu melahirkan anak kita” sambil mencium Intan dengan wajah sedih bahagia.
“ia nggak apa-apa pa, yang penting harus berubah setelah kelahiran anak kita ini..”
“ ia ma, aku janji. Aku akan berubah menjadi lebih baik, dan akan selalu menemani kamu. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”
======================================================================
Lima tahun berlalu, bayi Agus dan Intan yang diberi nama Roy sudah besar dan bahkan mereka sudah punya anak yang kedua berjenis kelamin perempuan berumur 2 tahun yang diberi nama Ria.
Agus mulai berubah dan kembali seperti sifatnya yang semula yaitu jadi jarang pulang ke rumah. Ia kembali lagi berjudi. Intan hanya bisa mengelus dada melihat kelakuan suaminya Agus yang mulai berjudi lagi.
“Roy,tolong jaga adikmu dulu yah, Ibu mau ke warung dulu sebentar.”
“ia bu..” jawab Roy sambil mendekati adiknya Ria yang sedang asyik bermain sendiri dengan mainannya.
Intan kemudian pergi ke warung untuk membeli beras dan perlengkapan dapur lainnya.Setelah sampai di warung, ia melihat suaminya sedang bermain judi di samping warung tempat Intan membeli beras. Intan kemudian mendekati suaminya…
“Belum puas juga main judi nya??” ucap Intan ke suaminya.
“hahh..apa sih..!!” jawab Agus sambil tersenyum sinis.
“nggak usah pulang-pulang lagi ya ke rumah, nanti aku suruh Roy nganterin baju dan makananmu ke sini.”
“ia..ia.. ini sebentar lagi pulang”
“nggak usah pulang, di sini aja terus..” ucap Intan dengan sinis sambil pergi meninggalkan tempat suaminya berjudi.
“Gus,istrimu sudah marah tuh…” ucap salah satu teman Agus berjudi.
“ia tenang aja, bisa di atur itu…” jawab Agus sambil tersenyum.
“hati-hati Gus, nanti malam nggak di kasih jatah loh…hahahaha” kata temannya yang lain bercanda meledek Agus dan yang lain jadi ikut tertawa.
Adzan magrib terdengar merdu memecah suasana sepi di rumah Intan bersama dengan kedua anaknya yang sedang menyantap makan malam mereka bertiga tanpa hadirnya seorang ayah di tengah-tengah mereka.
“bu,ayah kok nggak pernah makan malam bareng sama kita?” Tanya Roy. Walaupun baru berusia 5 tahun tapi Roy sudah terlihat bijaksana dan pintar.
“iya,dia lagi ada kerjaan sama teman-temannya..” jawab Intan dengan berbohong. Walaupun sebenarnya pertanyaan anaknya itu sangat menyayat hati kecilnya.
“sudahlah,makan lah dulu. Makan yang banyak ya Roy biar kamu cepat besar..”
“iya bu, ini Roy udah mulai kenyang..”
“hmmm, ya sudah…”
Setelah selesai makan, Intan membereskan piring-piring mereka dan langsung mencucinya sedangkan Roy menemani adiknya bermain. Malam pun datang menyelimuti hari mereka. Jam menunjukkan pukul 1 malam, anak-anak Intan sudah tertidur pulas. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
“Intan,buka pintunya..” terdengar suara Agus yang mengetuk pintu.
Tanpa mengeluarkan suara takut anak-anaknya terbangun saat mendengar suaranya nanti, Intan langsung keluar dari kamar menuju pintu depan.
“Intan…buka pintunya Intan…”
“iya sebentar…” jawab Intan setelah ia dekat dengan pintu dan kemudian membuka pintu.
“kenapa selalu malam-malam begini pulangnya pa? apa ga bisa pulang agak cepat biar bisa menemani anak-anak bermain?” Tanya Intan dengan agak kesal terhadap suaminya.
“iahhhh……”jawab Agus dengan asal dan ternyata dia sedang mabuk berat. Sampai-sampai jalannya hampir jatuh.
“kamu mabuk pa? hahhhhhh……” Tanya Intan sambil menghela nafasnya.
Kemudian Intan menuntun suaminya masuk ke kamar agar ia beristirahat setelah ia melihat suaminya mabuk berat. Intan memang istri yang baik dan selalu sabar menghadapi suaminya.
Besok paginya, Agus terpaksa tidak mengajar disekolah, karena ia merasa tidak enak badan akibat dari mabuk semalam. Kelakuan Agus tetap tak berubah. Sembuh dari sakit, ia malah pergi lagi berjudi dan mabuk-mabukan.
Satu tahun berlalu dan Agus tidak berubah sedikit pun tapi malah tambah parah. Sampai-sampai ia hampir dipecat dari profesinya sebagai guru karena sudah sangat sering absen dan malas-malasan mengajar karena sudah terjerat oleh perjudian dan mabuk-mabukan. Namun, istrinya yang selalu tabah dan sabar tak ingin suaminya jatuh dan dipecat dari profesinya sebagai guru. Intan berpikir sangat keras bagaimana caranya untuk menyelamatkan suaminya dari situasi ini.Tiba-tiba terlintas dibenaknya, bagaimana kalau ia meminta ke Dinas untuk pindah tugas suaminya. Kemudian ia pergi ke tetangganya yang juga adalah keluarganya dan ketepatan tetangganya kerja di kedinasan.
“bersambung……..”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H