Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tepatnya di Jakarta berlangsung dari tanggal tiga sampai enam September 2024 lalu. Salah satu kunjungannya ialah ke Masjid Istiqlal untuk bertemu para pemimpin agama di Indonesia, terutama Nasaruddin Umar yang merupakan Imam Besar Masjid Istiqlal. Pasca kunjugannya, apa saja makna, nilai, serta problem yang perlu dianalisa dan didiskusikan lebih komprehensif akan termuat dalam tulisan ini.
Dalam pembahasan, membahas nilai esensial dari Bhinneka Tunggal Ika serta solusi yang ditawarkan dari permasalahan nanti ialah dialog kemanusiaan yang lebih spesifik dan kongkret berdasarkan nilai filosofis-esensial dari Bhineka Tunggal Ika.
Sehingga pada akhir pendahuluan ini, penulis merumuskan suatu masalah; Bagaimana menerapkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika secara esensial? Bukan hanya sebagai simbolisasi semata, namun sebagai prinsip kehidupan dalam bernegara, bersosial, dan beragama.
Pesan Kunjungan Paus Fransiskus
Dalam pidatonya di Masjid Istiqlal, Paus Fransiskus menyampaikan rasa kagum terhadap simbolisasi terowongan silaturahmi di Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Ia juga menyatakan nilai-nilai yang esensial dari sesanti negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
"Dan jika benar kalian adalah tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai, tetapi diselaraskan dalam kerukunan dan rasa saling menghormati," (kompas.com, 2024) [1].
Pernyataan esensial Paus Fransiskus terhadap nilai Bhinneka Tunggal Ika tersebut, tentu berkorelasi terhadap pemaknaan Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri, yakni meskipun berbeda-beda akan tetapi satu jua (Kaelan, 2016) [2]. Semboyan yang melambangkan realitas negara Indonesia yang terbentuk dari pelbagai unsur rakyat seperti suku, adat-istiadat, golongan, kebudayaan dan agama, kemudian wilayah yang terdiri dari ribuan pulau yang beragam.
Kedatangan Sir Fransiskus selain sebagai tamu negara, pastinya sebagai otoritas tertinggi Gereja Katolik yang membawa pesan damai bagi seluruh umat manusia. Mirisnya, masih ada saja yang berusaha untuk menebar kebencian terhadapnya. Bahkan sampai mengancam untuk mengebomnya.
Datasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia atau dikenal Densus 88 menangkap tujuh orang karena membuat ancaman teror secara online terhadap Sir Fransiskus dan mengancam untuk membakar lokasi kunjungannya (VOA Indonesia, 2024) [3]. Selain itu, kampanye kebencian #gerakanmematikantv pada Kamis 5 September 2024 menguat. Ajakan dalam gerakan tersebut yaitu untuk mematikan televisi ketika pelaksanaan Misa Akbar di Gelora Bung Karno yang disiarkan secara langsung di televisi nasional.
Jika dikomparasikan dengan negara lain, Indonesia mempunyai  sejarah  panjang  dalam mengatasi  keberagaman  dan  pluralisme masyarakat.  Sebelum  multikulturalisme  dikenal luas di negara lain, topik seperti ini sudah dikenal sejak lama di Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah pedoman bagi bangsa Indonesia jauh sebelum abad ke-20. Secara historis telah menunjukkan bahwa suatu bangsa semakin toleran terhadap perbedaan apabila semakin  banyak  keberagaman  dan  pluralisme  yang  diwarisinya (Setiyadi et al., 2020) [4]
Salah satu bentuk toleransinya adalah menerima dan menyambut kedatangan Paus Fransiskus dengan hangat. Antusias dari umat katolik, pemerintahan, serta masyarakat sipil terlihat dalam sosial media maupun secara langsung.
Pesan penting Sir Fransiskus dalam kunjungannya membawa tema faith, fraternity, and compassion (jalandamai.org, 2024) [5]. Faith yang merupakan tujuan yang sesuai dengan ajaran Katolik, untuk mengadakan Misa Akbar di GBK yang dihadiri lebih dari 80 ribu umat katolik dan disiarkan langsung. Fraternity memiliki arti persaudaraan, implementasinya dengan kunjungan Sir Fransiskus ke Masjid Isitqlal dengan bertemu pelbagai pimpinan umat beragama di Indonesia.
Kemudian compassion yang bermakna kasih sayang, tampak pada sikap Sir Fransiskus yang menebar kasih sayang pada siapa pun di Indonesia. Terlihat jelas, Paus Fransiskus membuka kaca mobil dan beberapa kali berhenti hanya untuk menyapa, lalu bersalaman dengan masyarakat Indonesia.
Perlu digaris bawahi bahwa Sir Fransiskus sangat mengapresiasi Bhinneka Tunggal Ika dalam pidato penutupnya di Masjid Istiqlal, ia menyampaikan:
"Terima kasih atas senyum ramah Anda, yang selalu terpancar di wajah Anda dan merupakan tanda kecantikan dan keterbukaan batin Anda. Semoga Allah melestarikan anugerah ini. Dengan pertolongan dan berkat-Nya, maju terus, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Terima kasih, " (kompas.com, 2024) [6].
Sir Fransiskus secara tidak langsung menegur kita semua, yang tidak betul-betul memahami betapa esensialnya Bhinneka Tunggal Ika yang mengandung nilai toleransi dan nilai harmonis bagi manusia. Indonesia telah mengalami fase historis yang panjang dimulai sejak kerajaan Sriwijaya, lalu Majapahit dan seterusnya.
Oleh sebab itu, dalam konteks saat ini, kita perlu memahami ulang makna filosofis dan esensial dari Bhinneka Tunggal Ika yang bukan hanya sekedar simbol atau sebatas omong kosong belaka, tetapi lebih jauh lagi, kita memahaminya sebagai prinsip kehidupan yang damai dan penuh makna.
Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti "Bersatu dalam Keberagaman", mengakui bahwa keragaman budaya, agama, suku, dan bahasa Indonesia adalah kekuatan dan kekayaan bangsa.Â
Gagasan tersebut menjadi pedoman dalam membangun masyarakat yang terbuka, adil, dan harmonis di tengah perbedaan yang niscaya. Namun, dalam konteks yang lebih terkini, dihadapkan oleh tantangan yang teramat berat seperti globalisasi, perkembangan teknologi, dan arus informasi cepat tanpa filterisasi memperluas interaksi yang dapat menimbulkan perpecahan.
Solusi yang ditawarkan Sir Fransiskus sebagai kepala negara Vatikan dan pemimpin tertinggi Gereja Katolik, mengunjungi Indonesia dengan tujuan diplomatik dan menyebarkan pesan yang mendalam tentang kerukunan. Perbedaan keyakinan tidak seharusnya menjadi penghalang untuk bersatu dalam kebaikan. Paus Fransiskus telah menekankan betapa pentingnya dialog antargama dan toleransi untuk mencapai kedamaian yang berkelanjutan.
Pesan ini sangat relevan bagi orang Indonesia yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tetapi ada juga terdapat umat Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu yang tinggal bersama. Di Indonesia, dialog antarumat beragama telah lama menjadi bagian dari kehidupan sosial. Namun, kunjungan Paus Fransiskus dapat memberikan dorongan tambahan untuk memperkuat upaya-upaya tersebut. Indonesia memiliki kemampuan untuk mengatasi prasangka yang sering menjadi penghalang untuk hubungan harmonis dengan memperluas dialog dan meningkatkan pemahaman antarumat beragama.
Bukan hanya dialog yang berdasarkan pada hal-hal yang sifatnya teologis, tetapi berdasarkan nilai kebangsaan yang menjadi pondasi bangsa ini sejak lama, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Selain mendorong untuk dialog kemanusiaan, masyarakat harus  turut mewujudkan Indonesia  yang  berwawasan  sosial,  toleran,  dan  terbuka  dan menjadikannya landasan hidup karena  kemajuan bangsa  dapat  dibantu  dengan  pemerataan pemahaman  tentang  perbedaan dan keberagaman (Sujanto,  2009) [7].
Kesimpulan
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika masih relevan di Indonesia saat ini, bukan sebagai omong kosong belaka, namun sebagai praktik berkehidupan yang lebih real. Namun, untuk tetap relevan dan dapat memberikan pedoman dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang inklusif, adil, dan harmonis, penting untuk mengkampanyekan dan mendefinisikan kembali prinsip tersebut.
Dalam mengatasi tantangan yang kompleks tersebut, perlu ada upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk individual, pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil. Pendidikan yang inklusif, dialog antarkelompok, peningkatan kesadaran dan penghargaan terhadap keberagaman, dan penguatan lembaga dan kebijakan yang mendukung keadilan dan kesetaraan adalah beberapa langkah penting dalam menjaga dan menguatkan Bhinneka Tunggal Ika.
Daftar Pustaka
1 Victoria Mantalean, "Sebut Bhinneka Tunggal Ika, Ini Pidato Lengkap Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal". Diakses pada 25 September 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/09/05/11050651/sebut-bhinneka-tunggal-ika-ini-pidato-lengkap-paus-fransiskus-di-masjid?page=all#page2
2 Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2016).
3 Voa Indonesia, "Densus 88 Tangkap Tujuh Orang Terkait Ancaman Teror Paus Fransiskus". Diakses pada 25 September 2024. https://www.voaindonesia.com/a/densus-88-tangkap-tujuh-orang-terkait-ancaman-teror-paus-fransiskus/7775099.html
4 Setiyadi, D., Rofiah, S., & Suriadi, J. (2020). Pengukuran Indeks Kebersamaan Masyarakat dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Jurnal Kajian Ilmiah, 1(1), 49-60.
5 Rufi Taurisia, "Pesan Damai yang Dirawat Pasca Kunjungan Paus Fransiskus". Diakses pada 24 September 2024. https://jalandamai.org/pesan-damai-yang-dirawat-pasca-kunjungan-paus-fransiskus.html
6 Victoria Mantalean, "Sebut Bhinneka Tunggal Ika, Ini Pidato Lengkap Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal". Diakses pada 25 September 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/09/05/11050651/sebut-bhinneka-tunggal-ika-ini-pidato-lengkap-paus-fransiskus-di-masjid?page=all#page2
7 Sujanto, Bedjo. (2009). Pemahaman kembali makna Bhineka Tunggal Ika (Persaudaraan dalam Kemajemukan). Jakarta: Sagung Seto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H