Saya berusaha menjadi pria yang selalu ada. Menemani masa-masa sulitnya. Ikut serta dalam setiap masalah yang dihadapinya, tentu beragam masalahnya; salah satunya menunggu visa untuk S2 di Mesir, yang tak kunjung dikeluarkan. Saya bahkan dapat menjadi apa pun; teman, sahabat, tukang ojek, badut, guide konser, dan lain sebagainya. Semua itu saya lakukan demi dirinya seorang, sampai puncaknya saya tidak memperdulikan diri saya sendiri.
Raz hidup dengan ambisinya untuk berkarir sebagai dosen. Sehingga Raz harus menempuh sekolah sampai S3. Saya pun mendukung penuh cita-citanya, tanpa harus berdebat akan hal itu. Saya mendukung dengan hal-hal konkret, bukan omong kosong seperti pria pada umumnya.
Tragisnya adalah ketika semua itu telah saya berikan dengan tulus, saya ditinggalkan pada akhir Januari 2023. Posisi saat itu, kita LDR. Ia di Mesir dan saya sedang berada di Tokyo. Kita berbicara melalui zoom. Memang banyak prediksi bahwa hubungan kita tidak akan bertahan lama. Dengan asumsi bahwa terdapat kesenjangan ekonomi dan pendidikan. Tapi saya berusaha bodoamat atas omongan orang, saya tetap berusaha menjadi pria baik.
Ketika saya ditinggalkan, saya berharap pesawat yang saya tumpangi dari Tokyo ke Jakarta itu jatuh saja. Namun Tuhan punya rencana lain. Berbulan-bulan saya hidup menyendiri. Berdamai dengan rasa sepi. Ditemani buku, rokok dan kopi, sumber kebahagiaan saya sampai detik ini.
Coba buka hati
Berawal dari coba-coba, ternyata nagih. Bagaimana pun, tak boleh berlarut dalam kesedihan. Saya memberanikan diri untuk mendekati adik tingkat saya.
Han, sebuah sapaan yang khas dari teman-teman dekatnya. Awal mulanya, saya memang sudah memperhatikkannya sejak lama, namun tak sedikit pun berani untuk mendekati.
Suatu ketika, ada kegiatan satu organisasi. Shodiq, adik kelas saya, memberikan kabar bahwa Hani tak ada tebengan kendaraan untuk menghadiri acara tersebut. Jujur, saya tak berminat hadir dalam acara itu, namun demi bertemu dengannya, saya merelakan diri untuk melalukan yang tidak saya inginkan.
Lagi-lagi, saya melanggar kebebasan saya sendiri.
Singkat sekali perkenalan kita. Saya tipe pria yang tidak romantis dan tidak suka bertele-tele. Malam itu, setelah acara, saya memberanikan diri untuk bertanya.
"Langsung pulang?"